Vilya meringis merasakan bagian kiri perutnya yang semakin sakit. Rasanya seperti ditusuk-tusuk jarum. Vilya yakin ia pasti tengah diserang maag. Tidak heran, mengingat seberapa telat wanita itu makan kemarin malam. Meski begitu, tangannya masih lanjut bergerak lincah mengaduk bubur ayam yang sedang ia masak.
Lingga keluar kamar bertepatan dengan Vilya yang menghidangkan sarapan di meja. Bibir lelaki itu yang awalnya membentuk tarikan senyum, berubah menjadi sebuah garis lurus bersama dengan kerutan samar di antara alis yang membingkai wajahnya. Lelaki itu tahu pasti, ada yang tidak beres dengan istrinya. Vilya memang tidak pernah memoles make up apabila tidak ada keperluan, sehingga perubahan warna bibir tipisnya yang memucat itu terpampang sangat jelas.
Lingga menarik kursi di seberang Vilya dan duduk dengan ekspresi bertanya-tanya. "Kamu baik-baik aja, Vi?"
Vilya mendongak sebentar. Wanita itu mengangguk dua kali menjawab pertanyaan suaminya sebelum kembali menyendokkan bubur ke mangkuk di depannya.
Tidak ada perubahan apa pun. Seperti biasa, keduanya makan dengan tenang dalam keheningan yang tercipta. Hanya saja Lingga beberapa kali mencuri pandang ke arah Vilya hari ini. Sementara Vilya, wanita itu terus menahan rasa tidak nyaman yang membuat lambungnya seakan diremas-remas tiap sesuap bubur masuk ke sana.
Merasa perutnya tidak sanggup diajak kerja sama lebih lanjut, Vilya lantas berdiri dari duduknya dan berjalan ke kamar mandi dengan ayunan langkah setenang yang ia bisa. Ia tidak ingin suaminya khawatir. Ah, lebih tepatnya Vilya tidak butuh perhatian palsu dari lelaki itu.
Setelah mengunci pintu kamar mandi, Vilya duduk di atas tutup kloset sambil memeluk perutnya sendiri. Butiran keringat dingin perlahan semakin banyak menempel di dahinya. Vilya merasa ingin memuntahkan semua bubur yang sempat diasupnya tadi, tetapi tidak ia lakukan. Wanita itu hanya duduk diam sampai dirasa keadaannya lebih nyaman.
Ketika Vilya keluar kamar mandi, Lingga sudah selesai makan. Lelaki itu siap berangkat ke kantor dengan tas hitam di tangannya.
"Vi, kenapa lama sekali di kamar mandi? Kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Lingga sekali lagi dengan ekspresi sarat akan khawatir.
"Enggak apa-apa," jawab Vilya cuek. Ia berjalan ke kursinya dan duduk. Walaupun cukup ragu, Vilya akhirnya mendaratkan sesendok bubur ke mulutnya di depan Lingga.
Lingga tentu tidak yakin. Namun melihat Vilya tampak malas berhadapan dengannya, Lingga hanya mampu menggusah napas pelan. "Kalau gitu, aku pergi dulu ya, Vi."
Mendapat anggukan pelan Vilya, lelaki itu lantas meninggalkan rumah. Vilya yang memperhatikan suaminya menghilang di balik pintu, langsung bergegas ke kotak obat yang ditempelkan pada dinding kamar utama. Segera wanita itu mencari papan tablet berwarna hijau, mengeluarkan sebutir, dan mengunyah pelan.
Tanpa memedulikan bubur dan alat makan bekas pakai yang ia biarkan di meja makan, wanita itu merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah lama tidak ditempatinya. Vilya memerlukan istirahat untuk sejenak setelah sepanjang pagi menahan sakit, berusaha menunaikan tugasnya menyiapkan keperluan kerja dan sarapan Lingga.
***
Tidak bisa fokus. Lingga benar-benar tidak bisa fokus dengan penjelasan wanita di depannya mengenai pemilihan interior menuju tahap penyelesaian sebuah proyek perusahaan. Bukan karena aroma parfum wanita ini yang terlalu menyengat, melainkan benaknya enggan melepas bayangan wajah pucat Vilya yang sudah menemaninya sepanjang hari.
"Nah, ruang meeting ini penting buat dijadikan focal point. Menurut saya pencahayaannya tetap harus yang cerah, tapi---"
"Maaf, saya harus pergi sekarang."
Hanna mendongak saat Lingga secara tergesa-gesa memotong penjelasannya. Alis wanita itu tertaut sembari menyimpan jari telunjuk berkuku lentiknya yang sedang menunjuk sehelai kertas yang menampilkan ilustrasi desain interior sebuah ruangan.
"Fadel, tolong gantiin saya bentar. Coba diskusi sama Hanna, udah pas atau ada yang masih perlu diubah." Lingga memanggil salah satu rekan kerja di bawah pimpinannya yang sedang fokus menatap layar komputer ketika ia berdiri. Manik mata Lingga kembali menatap Hanna dengan raut tidak enakan. "Sekali lagi maaf ya, saya ada kepentingan pribadi."
Seulas senyum penuh pengertian Hanna terukir di wajah cantik wanita itu. Hanna mengangguk dua kali. Ia lalu berkata, "Enggak apa-apa, Mas Lingga."
Walaupun cukup mengherankan, Hanna dan Fadel mengikuti saja apa kata atasan mereka. Padahal jam masih menunjukkan kurang dari pukul lima, ada keperluan pribadi seperti apa hingga Lingga ingin meninggalkan kantor lebih cepat sebelum jam pulang tiba?
"Kalau ada yang penting atau ada yang mau ditanyakan ke saya, telepon aja, ya," ujar Lingga sebelum lelaki itu benar-benar meninggalkan kantor tanpa melanjutkan penyampaian apa pun lagi.
Lingga ingin pulang sekarang. Jika saja ia mempunyai pintu ajaib seperti di film kartun yang dahulu disenangi Vilya, lelaki itu pasti sudah menggunakannya saat ini juga hanya untuk memastikan istrinya dalam keadaan baik-baik saja.
Kurang dari dua menit, Lingga sudah berada di basement tempat mobilnya diparkirkan. Dalam hati ia berdoa, semoga jam segini masih memungkinkan ia untuk berkendara dengan kecepatan minimal 60 kpj tanpa terhambat.
Lingga lantas melesatkan mobilnya tanpa memikirkan pekerjaannya yang belum selesai, koleganya yang sedang berdiskusi, ataupun Vilya yang mungkin bingung dengan kepulangannya secepat ini. Percayalah, tidak ada yang lebih penting daripada Vilya Respati bagi seorang Lingga Pradipta.
***
Hai! Maaf ya agak lama update-nya, soalnya beberapa hari ini banyak sekali kesibukan 🥲. Btw, yang tadi baru aja chat minta bab barunya, sudah aku penuhin permintaannya ya ini 😂. Semoga suka! ❤
Terima kasih yang masih setia menunggu setiap babnya! Sampai jumpa di bab berikutnya! 🤗🥰
[Jumat, 17 Juni 2022]
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Price Tag
RomanceOrang mengatakan tahun ke-7 pernikahan adalah tantangan terberat sepanjang kehidupan rumah tangga yang akan menjadi penentu 'bersama sampai akhir' atau 'berpisah di sini'. Vilya Respati masih tinggal di bawah satu atap yang sama dengan suaminya, Lin...