Sebuah tanda tanya besar muncul di benak Vilya sewaktu melihat Lingga datang ke ruang tamu dengan pakaian siap jalan. Lelaki itu duduk di samping Vilya dan mengambil Hansa dari gendongannya.
"Kamu siap-siap sana, Vi. Aku udah booking tempat di restoran biasa," ujar Lingga yang sudah memesan meja tanpa berdiskusi dengan Vilya terlebih dahulu.
Namun, sekali ini Vilya tidak merasa marah ataupun memampang ekspresi tidak senang di wajahnya. Wanita itu memanggut dan menuruti permintaan Lingga.
Tidak butuh setengah jam sampai Vilya selesai memoles riasan tipis dan mengganti daster rumahan menjadi sebuah gaun dominan warna hitam bermotif floral dengan panjang selutut serta berlengan tiga per-empat. Lingga menoleh dan merasa dunianya berhenti untuk beberapa milidetik saat itu juga. Ia terpukau. Vilya memang selalu cantik, tetapi melihat wanita itu tampil dengan riasan setelah kian lama, ada hormon yang menggoda jantung Lingga untuk memompa dua kali lebih cepat daripada biasanya.
"Mas," panggil Vilya, berusaha menginterupsi kegiatan Lingga. Ia mengerutkan alis ketika suaminya tidak merespons apa pun. "Mas?" ulang Vilya sekali lagi. Kali ini sambil berusaha merebut Hansa dari tangan Lingga. Melihat kebengongan suaminya, Vilya jadi takut Hansa lalai dari gendongan lelaki itu.
"Eh, udah siap?" tanya Lingga sewaktu tersadar dari lamunan. Ia berdiri sambil memainkan kunci mobil. "Ayo, berangkat."
***
Kerewelan Hansa memperlambat tempo makan Vilya hingga menunda hitungan jam. Langit sore berubah gelap dan Lingga sendiri sudah selesai makan sedari tadi. Netra lelaki itu bahkan sempat menjelajahi kolam ikan terbuka yang cukup luas di luar pagar samping meja makan mereka, menikmati kenangan lama dengan Vilya versi manja yang singgah di kepalanya. Sesekali bibir Lingga menarik senyum sempurna.
Lingga baru saja ingin mengaju untuk berganti menggendong Hansa supaya Vilya dapat melanjutkan makan malamnya dengan tenang. Namun sebelum itu, nada panggil dari ponselnya tiba-tiba mengalun dalam volume yang lumayan keras. Lelaki itu beralih mengeluarkan ponsel dan melihat nama di layar. Bukan menerima panggilan orang di seberang, Lingga malah bergegas merogoh-rogoh saku celana dan mengeluarkan dompet. "Vi, aku angkat nelpon bentar di luar, nanti kamu bayar tagihannya, ya." Tanpa menunggu balasan Vilya, lelaki itu sudah beranjak meninggalkan istri dan anaknya bersama dompet yang ia letakkan di samping piring Vilya.
Meski sedikit bingung, Vilya melanjutkan aktivitasnya menenangkan Hansa dan makan. Setelah Vilya selesai, Lingga belum juga kembali. Vilya lantas melunaskan tagihan sesuai suruhan lelaki itu. Sudut-sudut bibir Vilya tertarik ke atas saat melihat foto pernikahannya masih bertengger indah di bagian depan begitu ia membuka dompet Lingga. Ia kemudian segera mengeluarkan sebuah kartu untuk membayar.
Usai menenteng semua barang bawaannya, Vilya bersama Hansa di tangannya berjalan ke luar diiring ucapan terima kasih yang bergilir dari karyawan-karyawan restoran. Vilya hanya tersenyum menanggapi sapaan mereka.
Senyum tulus Vilya masih terbentuk di bibir tipisnya ketika ayunan langkahnya menggapai ke arah suaminya yang berdiri membelakangi. Bentangan jarak memungkinkan Vilya mendengar samar-samar percakapan Lingga.
"Besok? Boleh. Yang penting jangan sampai istri saya tau."
Lengkungan bibir Vilya perlahan memudar membentuk garis lurus. Binar di mata wanita itu berubah agak redup. Vilya tidak bisa berhenti membuat prasangka buruk. Apa yang sebenarnya Lingga sembunyikan darinya?
Lelaki itu berbalik setelah menyelipkan kembali ponselnya ke saku celana. Jarak di antara kelopak mata lelaki itu melebar. Vilya dapat melihat ekspresi terkejut itu sangat jelas, walaupun Lingga berusaha membuatnya tidak terlalu kentara dengan raut cerah serta sebuah ulasan senyum kaku. "Udah selesai, Vi?" tanya Lingga, tanpa lupa mengulas senyum sekali lagi. Ia berjalan mendekati Vilya dan merangkul bahu wanita itu.
Dua insan itu lalu masuk ke mobil untuk menempuh perjalanan pulang, dengan Vilya yang kembali diam seribu bahasa dan Lingga yang berdoa semoga istrinya tidak mendengar pembicaraannya dengan orang yang menelepon tadi.
***
Hai, aku minta maaf banget lama banget update-nya. Waktu aku mulai nulis MPT, aku enggak nyangka bakal ada kesibukan begini dalam waktu dekat, mohon dimaklumi ya teman-teman 🙏. Terima kasih banyak buat kalian yang masih menunggu 😭❤ lopp lopp. Sampai jumpa lagi ya di bab berikutnya.
[Sabtu, 06 Agustus 2022]
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Price Tag
RomanceOrang mengatakan tahun ke-7 pernikahan adalah tantangan terberat sepanjang kehidupan rumah tangga yang akan menjadi penentu 'bersama sampai akhir' atau 'berpisah di sini'. Vilya Respati masih tinggal di bawah satu atap yang sama dengan suaminya, Lin...