Perdebatan Vilya dan Lingga terhenti sampai di kedatangan ART yang dipekerjakan Lingga. Usai memperkenalkan Vilya kepada wanita setengah baya yang bernama Sumi itu, Lingga sudah melesat pergi ke kantor dengan Agya hitamnya.
Seperginya Lingga, Vilya kini menunjukkan tata letak rumah mereka dan menjelaskan tugas apa saja yang perlu rutin dikerjakan Mbok Sumi. Vilya lagi-lagi harus menelan segala rasa kecewa terhadap suaminya. Tidak mungkin ia melampiaskan kemarahannya kepada Mbok Sumi yang tidak mempunyai kesalahan apa-apa, bukan?
Dapur menjadi ruangan terakhir yang ditunjukkan Vilya kepada Mbok Sumi. Selesai memberi arahan ini itu, Vilya membiarkan Mbok Sumi mencerna penjelasannya beberapa waktu, sembari dirinya menyiapkan ASI hasil pompaannya kemarin untuk Hansa.
"Non pasti merasa beruntung sekali, Nak Lingga sangat mencintai Non," cetus Mbok Sumi tanpa aba-aba.
Vilya berdiri membatu mendengarnya. Ia terdiam beberapa saat karena tidak tahu harus membalas dengan kata-kata seperti apa. Mbok Sumi belum tahu saja bagaimana hubungan Vilya dengan Lingga sebenarnya. Mau tidak mau, Vilya hanya bisa berakhir mengulas sebuah senyum kaku.
Mbok Sumi kemudian lanjut bertutur tanpa diminta. "Seumur hidupnya, mungkin cuma almarhumah mamanya Nak Lingga sama Non Vilya yang bisa bikin Nak Lingga memohon ke orang lain."
Alis Vilya sedikit mengerut. Ia lantas mengajukan pertanyaan. "Mbok kenal sama mamanya Lingga?" tanya Vilya bersungguh-sungguh. Pasalnya, mama Lingga sudah lama meninggal dunia, bahkan sebelum Vilya mengenal Lingga sebelas tahun lalu.
Mbok Sumi terlihat mengangguk. Seakan ingin menjawab semua kebingungan di benak Vilya, wanita setengah baya itu memberi tahu, "Mbok dulu jadi ART di rumah lama Nak Lingga sama mamanya juga. Makanya pagi-pagi tadi Nak Lingga nelpon Mbok sampe mohon-mohon gitu buat bantu di sini. Katanya, sekarang susah cari ART yang bisa dipercaya. Kalau sama Mbok, dia toh udah pasti percaya."
Penjelasan panjang lebar Mbok Sumi membuat pupil mata Vilya melebar tidak percaya. Agak sulit dipercaya Lingga sampai memohon kepada Mbok Sumi yang katanya demi mengurangi beban Vilya di rumah.
***
Saat jam menunjukkan pukul tiga sore, Vilya mempersilakan Mbok Sumi yang berpamitan untuk pulang. Wanita paruh baya itu memang hanya dipekerjakan setengah hari sesuai permintaannya sendiri.
Bertepatan dengan ayunan langkah pertama Mbok Sumi ke luar rumah, Vilya bisa melihat dari ambang pintu sebuah mobil merah bermerek mahal terparkir di pekarangan depan. Lengkungan senyum terbentuk di bibir Vilya mendapati kedatangan Jesika setelah beberapa jam lalu mereka menukar obrolan singkat melalui aplikasi chat. Tepatnya, Vilya mencurahkan isi hati mengenai perdebatannya bersama Lingga tadi pagi.
Begitu Mbok Sumi berjalan pergi, si pemilik mobil menunjukkan kaki jenjang dengan stiletto yang sekitar 12 cm tinggi haknya. Sudah bergaya elegan-elegannya tanpa melupakan kacamata hitam, puncak kepala wanita berpotongan rambut pendek tersebut malah terbentur atap mobil. Vilya tak kuasa menahan tawanya sewaktu sahabat tujuh tahun terakhirnya itu mengeluarkan pekikan keras seraya mengusap-usap kepalanya sendiri.
"Dosa banget ketawain Royal Princess," sungut Jesika dan memasang ekspresi cemberut setelahnya. "Vi, sini bentar, deh. Bantuin gue!" panggil perempuan itu sambil menarik pintu belakang mobilnya. Vilya pun mendekat sesuai titah dari temannya.
Seolah tidak mau kalah tanding dibandingkan tambang emas Freeport, dua tangan Vilya belum cukup untuk menampung barang-barang yang ada di bagasinya. Bersusah payah Jesika menutup pintu dengan tangannya yang juga penuh oleh banyak paper bag.
"Jes, lo kalau datang rumah gue, ya datang aja kali. Gue jadi enggak enakan sama lo, dibeliin apa aja sebanyak ini," ungkap Vilya sesuai dengan apa yang dirasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Price Tag
RomanceOrang mengatakan tahun ke-7 pernikahan adalah tantangan terberat sepanjang kehidupan rumah tangga yang akan menjadi penentu 'bersama sampai akhir' atau 'berpisah di sini'. Vilya Respati masih tinggal di bawah satu atap yang sama dengan suaminya, Lin...