Chapter 9

117 11 2
                                    

이렇게 네 곁에 머물고 싶어, 싫어도 괜찮아
.
.
.
.
Sasori sedang tertawa senang sambil menonton reality show di salah satu stasiun televise sambil mengunyah keripik kentangnya sore itu ketika suara debuman pintu membuatnya tersentak kaget dan spontan terbangun dari rebahannya di sofa.

“Astaga!”

Ia langsung saja melemparkan tatapan kesalnya pada arah sumber suara dan berdecak ketika melihat Sakura yang sedang berjalan cepat dengan kaus kaki yang masih melekat di kedua kakinya.

“Sakura kenapa membanting pintu? Kau mengagetkanku.”

Gadis kecil itu hanya melangkah melewatinya tanpa menjawab, membuat Sasori  hanya mampu mendengus keras menatap punggung Sakura yang kini menjauhinya untuk menuju pintu kamarnya. Namun sebuah seringai terpatri di wajahnya ketika melihat gadis yang semakin dekat dengan pintu kamarnya itu. sebuah seringai yang semakin melebar ketika melihat bahasa tubuh yang terlihat bingung ketika tangannya tak mampu membuka pintu di didepannya. Sasaori merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kunci dan menggantungkannya ke udara sambil menatap adiknya yang tengah menggedor-gedor pintu yang terkunci di depannya itu.

“Mencari ini, Chagi-ya?”

Sakura langsung saja menoleh dan menatap penuh tanya Sasori yang tampak mengayunkan kunci  dihadapannya. Membuatnya spontan mengubah raut wajahnya menjadi penuh kekesalan saat otaknya telah mampu memproses  apa yang terjadi, ketika melihat seringai penuh kejahilan itu.

Sasori bukannya tidak mengerti apa yang terjadi dengan Sakura. Melihat  raut wajah gadis itu yang seolah mencoba menahan tangisnya saat masuk ke rumah tadi, mau tak mau membuat laki-laki itu langsung paham ada sesuatu yang sudah terjadi dengan gadis itu. Namun, ia tidak ingin membuat semuanya berakhir dramatis sama seperti terakhir kalinya ia menemukan Sang Adik menangis karena Sasuke, jika alasan kali inipun sama.

“Aku sedang bertanya padamu, Chagi-ya? Jadi kalau kau menginginkan kunci kamarmu ini, jawab pertanyaanku dengan manis.”

Sakura menggemerutukkan giginya penuh emosi dan spontan saja maju menerjang Sang Kakak yang kini berdiri sambil terbahak-bahak menghindari Sang Adik yang mencoba meraih kunci di tangannya.

“Berikan kunci itu, Sasori!”

“Ha… ha… ha… jawab dulu pertanyaanku dengan manis. Chagi-ya!”

“Aku sedang tidak ingin bercanda, Sasori berikan padaku!”

“Aku juga tidak bercanda, Sakura.”

Habis sudah kesabaran Sakura. Dengan segenap kekesalan yang menumpuk di dalam hatinya, Ia memukul perut Sasori sampai membuat tubuh itu limbung dengan ringisan kesakitan di wajahnya. Dengan penuh kemarahan, gadis itu menggigit kuat tangan Sasori yang memengang kunci dan merampas kunci tersebut ketika Sang Kakak berteriak kesakitan akibat ulahnya.

“Rasakan itu, keparat!”

Sasori menatap kesal mata Sakura yang menatapnya penuh kemarahan dan spontan mencekal tangannya untuk menghentikan gadis yang hendak kabur darinya itu. Namun tatapan Laki-laki itu langsung melunakkan ekspresinya ketika mendapati tatapan menyedihkan dari gadis di depannya ini.

Tidak. Ini bukan tatapan kesal dari Sakura ketika ia mengadu tentang pertikaiannya dengan Karin beberapa waktu yang lalu. Ini cenderung sama seperti tatapan Sakura ketika ia bertengkar dengan Sasuke kemarin. Namun tatapan ini bukan lagi tentang kekecewaan Sakura pada Sasori, ini lebih menyedihkan daripada kala itu. Dan itu membuat Sasori mau tak mau membuat Sasori menyudahi candaannya. Terlebih mendengar Sakura yang sudah berani memakinya.

“Jaga ucapanmu, Sakura. Tidak sopan memaki seperti itu pada kakakmu. Aku hanya bercanda. Kau tidak perlu sampai memakiku seperti itu!”

Teguran Sasori atas ucapan tidak sopan Sakura bersamaan dengan suara debuman pintu yang lain yang lebih pelan dari sebelumnya membuat Sasori memilih melirik kea rah Gaara yang kini tengah melepas sepatunya di depan pintu. Ia kembali menatap Sakura.

DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang