bag 9.2; manendra lail

156 31 6
                                    

Seharusnya, Haidan bisa diejek 'omong doang' karena nyatanya hingga seminggu setelah Lail ia temukan, Haidan tidak juga membawa Lail dan melaporkan anak itu ke kantor polisi sebagai anak temuan.

Malam hari setelah pertemuannya dengan Adji, Janu, dan Nilam Haidan kembali membaca surat yang ibu Lail titipkan.

'saya mohon, jaga anak saya'

Kalimat itu datang ke pikirannya lagi. Membuatnya selalu tak jadi pergi ke kantor polisi, sahabat-sahabatnya pun tak bisa berbuat banyak karena bagaimana pun Haidan adalah orang pertama yang menemukan Lail.

"Ibunya tuh...kayak nitipin Lail ke gue, Lam."

"Iya sih, yang gue tangkep dari suratnya juga gitu. Jadi gimana, mau lo rawat aja Lail?"

"Gue...ngga tahu."

Selama seminggu ia merawat Lail dengan pikiran penuh. Ya untungnya, ia punya ibu kost yang dengan baik hati membantunya merawat Lail jika ia pergi bekerja.

Bu Yusna juga tak banyak bertanya, ia langsung saja percaya saat Haidan bercerita, beliau tahu Haidan anak baik.

"Anak ini anak yang wajib kita rawat, Mas Idan. Malah kalau tidak ada yang mau rawat dia, kita semua di lingkungan ini terkena dosa."

Itu kata Bu Yusna ketika ia membawa Lail ke rumah ibu kost itu sepulangnya beliau dari Surabaya.

"Halo, ganteng," sapa Haidan pada bayi berusia empat bulan yang berada di kasurnya.

"Besok pengumuman lamaran kerja di firma yang kakak pengen sejak masih kuliah. Kamu bantu doa ya, biar kakak bisa beliin kamu susu yang banyak. Okay?"

Haidan terkekeh mendengar perkataannya sendiri. Ia merenggut sedih karena Lail seperti tidak menggubrisnya karena anak itu malah asik pada mainannya.

"Kamu kok kalau aku panggil jarang nengok sih, Dek?"

Jujur, sebenarnya Haidan ingin membawa Lail ke dokter agar diperiksa. Tapi ia akhir-akhir ini sibuk dan ia belum punya cukup uang untuk pemeriksaan bayi itu.

Ia merasa ada yang tidak beres dengan bayi itu, entah apa.

🍁

Sudah sebulan. Haidan dan sahabat-sahabatnya tak lagi memikirkan mereka harus ke kantor polisi, karena yang mereka lihat Haidan merawat Lail dengan baik.

Adji bahkan heran kawannya satu itu seperti Lail adalah anak kandungnya sendiri.

Hari ini ia dan Janu menjaga Lail, Haidan sedang keluar. Katanya hari ini pengumuman kerja dari firma yang ia lamar.

"Haidan ke Lail udah kayak bapak aslinya dah," kata Adji sambil mengajak main Lail.

"Gue maklum tapi, Ji."

Adji menoleh pada Janu.
"Lo tahu, dari dia maba dia pisah sama keluarganya. Istilahnya, dia ngga punya siapa-siapa di sini kecuali kita sama ibu kost. Dia sama Lail itu semacam punya nasib yang sama Ji, jadi ya gue maklum kenapa Haidan bisa sesayang itu sama Lail."

Adji mengangguk, apa yang dikatakan Janu masuk akal. Bagi Haidan, mungkin Lail seperti seseorang yang Tuhan kirim untuk menemani kesendiriannya.

LAIL | end.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang