bag 17; mama

139 30 1
                                    

"Semuanya keputusan Lail, kalau dia mau menginap lebih dari sehari, ya saya bisa apa?"

"Saya janji jagain Lail dengan baik, terima kasih, Haidan."

Haidan terdiam di meja kantornya. Pagi tadi Andrea bersama suaminya menjemput Lail di rumah, mereka sepakat memberi Lail waktu untuk mengenal Andrea lebih jauh. Bagaimana pun, ia tak punya hak melarang ibu kandung putranya untuk bertemu.

Hembusan napasnya terdengar berat, bahunya sedikit lebih banyak beban akhir-akhir ini. Melihat daftar pekerjaan yang menumpuk sebab ia absen dari kantor beberapa hari membuat kepalanya tambah pusing. Haidan menggelengkan kepala pelan, memilih menarik tab yang sedari tadi ia anggurkan untuk menyelesaikan desain dari klien yang sempat tertunda.

Ting!

Ponsel yang ia anggurkan di sebelah tab menarik perhatiannya, ia menghela napas pelan, bertambah pusing memikirkan klien mana lagi yang menghubunginya. Tapi pesan teratas di lockscreen-nya membuat Haidan sukses mengalihkan atensi dari pekerjaannya.

081xxxxxxxxx

Haidan, ini Nilam

🍁

Lail tak henti mengamati ruangan dengan dominasi warna nude itu, jemarinya saking bertaut gugup. Ia menangkap sebuah foto keluarga berukuran besar di tengah ruangan, mereka terlihat begitu lengkap dan bahagia. Ada ayah, ibu, kakak dan adik. Lail menggigit bibir bawahnya, irinya menyeruak sebab ia tak pernah punya kesempatan memiliki foto seperti itu.

"Lail, kenalin...ini Rian dan Raya."

Lail menoleh, mendapati dua anak laki-laki dan perempuan yang kira-kira berusia sepuluh tahun, wajah mereka mirip satu sama lain.

"Ha-halo.."

"Halo Kak Lail! Aku Raya, kalau ini adekku namanya Rian. Kami kembar loh! Oh ya, mama udah cerita soal kakak, seneng banget akhirnya ketemu kakak!" gadis bernama Raya itu tersenyum hangat, sikapnya sangat ramah dan mudah bergaul. Sedikit berbeda dengan Rian yang sedikit pendiam.

Lail menatap Andrea, wanita itu tersenyum padanya dan mengusap pelan surainya.

"Raya Rian temenin Kak Lail dulu, ya. Mama mau siapin makan siang."

Kedua anak kembar itu duduk mengapitnya, Lail sedikit gugup. Ia tak terlalu pandai berkomunikasi dengan orang baru, jadi ia kebingungan harus apa.

"Kalian...udah tahu kakak?" tanyanya pelan.

"Eum! Kata mama, Kak Lail itu kakaknya Raya sama Rian. Iya kan, Dek?"

Rian hanya mengangguk, terlihat tidak terlalu tertarik dengan percakapan kakak kembarnya dengan Lail. Sementa Raya terlihat begitu antusias dan Lail tak henti tersenyum.

Ah, ternyata tidak buruk juga.

Hatinya menghangat, seperti menemukan saudara yang selama ini ia dambakan.

🍁

Ada banyak kata yang tersimpan di kepala Haidan ketika ia membaca dua baris pesan yang Nilam kirim sedari pagi.

Can we meet? Banyak yang mau aku bicarakan

Tentu. Tentu banyak sekali yang harus mereka biacarakan. Bagaimana kabar mereka selama ini, apa mereka hidup dengan baik, apa yang terjadi berapa tahun kebelakang.

LAIL | end.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang