; special chapter

220 26 5
                                    

"Halo? Kak Lail dimana?"

"Masih di kampus, Dek. Adek udah sampe Malang?"

"Sudah, sedang makan."

"Okay, nanti bilang ayah langsung masuk apart kakak aja, ya. Kakak masih ada urusan sebentar."

"Kakak cepat pulang!"

"Hahaha iya sayang, bentar lagi kakak pulang, ya? Teleponnya kakak tutup dulu, ya?"

"Okay!"

Sambungan telepon dimatikan, Lail memasukkan handphone ke dalam saku celana sembari tersenyum. Saat ini ia masih berada di kampus, tepatnya di kantin fakultasnya untuk mendiskusikan tugas bersama teman satu jurusannya.

"Ini udah kan, berarti, ya?" tanyanya.

"udah, Il. Buru-buru banget, mau kemana?"

Lail terkekeh sembari memasukkan laptopnya ke tas. "Keluarga gue ke sini, ini adek gue udah rewel nyuruh pulang. Gue duluan, ya!"

Ketiga teman Lail tersenyum sembari melambaikan tangan mereka pada Lail yang mulai menjauh dari area kantin. Lail segera pergi ke parkiran, menuju ke mobilnya.

Sudah dua bulan Lail tidak pulang ke Jakarta karena tugas kuliahnya yang semakin banyak dan sulit, jadilah ayah, bunda, dan adiknya berinisiatif untuk mengunjunginya ke Malang. Ini adalah tahun kedua Lail menempuh penididikan di Malang, tepatnya di jurusan arsitektur, sama seperti ayahnya dulu. Lail lolos dalam seleksi jalur prestasi dua tahun lalu dan pindah ke Malang untuk melanjutkan pendidikan, hidup mandiri dan jauh dari keluarganya.

Dan omong-omong, satu setengah tahun lalu, setelah masa pendekatan yang sebenarnya cukup sulit dilalui Haidan, pria itu resmi menikah dengan Nilam. Kini, Lail tak lagi memanggil Nilam dengan sebutan kak, melainkan bunda. Ia kini juga resmi memiliki satu lagi adik perempuan, Shanon yang kini berada di tahun terakhir SMP.

Lail masih berhubungan baik dengan sang mama, Andrea. Jika pulang ke Jakarta ia tak lupa mengunjunginya, Andrea juga beberapa kali mengunjunginya ke Malang. Sayangnya, beberapa bulan lalu Andrea dan keluarganya pindah ke Malaysia karena bisnis suami Andrea. Lail belum bertemu lagi semenjak Andrea pindah, ia hanya bersapa lewat telepon.

Lail kerap pergi ke villa ketika ia mulai lelah dengan hiruk pikuk kota. Villa itu kini sudah dibuka untuk disewakan, Lail akan pergi ke paviliun yang ayahnya bangun khusus untuknya. Kadang kala, ketika liburan akhir semester tiba, teman-temannya akan mengunjunginya di Malang dan bermalam di villa.

Bagaimana kabar teman-teman Lail? Mereka baik, walau kini mereka sulit bertemu karena sibuk dengan perkuliahan. Adam kini berada di tahun ketiganya di jurusan teknik kimia di salah satu universitas di Depok, Rayyan kini berada di jurusan ilmu politik di universitas yang sama dengan Adam, Jean kini berada di Surabaya menempuh pendidikannya di jurusan teknik elektro. Sementara yang paling muda, tahun lalu resmi diterima di jurusan hukum di Semarang setelah memilih untuk satu tahun gap year.

Karena universitas mereka yang berbeda-beda, mereka hanya berkumpul ketika liburan semester. Tempat yang tak pernah terlupa ketika bertemu tentunya masih warkop ringin. Tahun lalu warkop itu baru saja direnovasi, kini menjadi lebih luas dan nyaman, masih begitu teduh karena pohon beringin di dekatnya yang belum ditebang.

Lail sudah mendapat sedikit penghasilan dari lomba seni dan jasa seni yang ia tawarkan di sosial media. Uang itu sebagian ia gunakan untuk biaya perawatan makam papa kandungnya. Dua tahun lalu, ketika ia mencari tahu tentang makam papa, ia mendapat info bahwa keluarganya tak lagi mengurusi makam itu. Dengan kata lain, makam itu ditinggalkan oleh keluarga papanya. Lail lantas mengatakan pada Haidan bahwa ia akan merawat makam itu karena bagaimanapun itu tanggung jawabnya sebagai seorang anak. Haidan beberapa kali memberikannya uang terpisah untuk biaya perawatan makam itu, tapi Lail menolak, ia memilih menggunakan uangnya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LAIL | end.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang