"Kenapa tidak pakai jaket?" Namjoon berkomentar saat melihat Saha memeluk tubuhnya sendiri saat hawa dingin menerpa kulit. Hujan memang sudah reda namun lembab yang dihasilkan bercampur dengan udara malam membuat suhu semakin dingin. "Udara malam ini sedang tidak bersahabat.
"Aku mana tahu bila kau mengajakku keluar seperti ini. Kupikir hanya sekedar berjalan-jalan sekitar lingkungan apartemen."
Menarik resleting jaket sampai terbuka, Namjoon melepasnya sebelum memakaikan kepada tubuh Saha yang mungil. Terlihat jaket miliknya terlalu besar sehingga Saha seakan tertelan didalamnya.
"Terima kasih...." Suara Saha begitu pelan sebab tak menduga Namjoon akan bertindak semanis ini.
"Saya hanya ingin menepati janji," beritahu Namjoon menjawab pertanyaan sebelumnya. "Kalau begitu, ayo masuk."
Sebelum Namjoon mengambil langkah lebih dulu, Saha meraih tangannya untuk digenggam. Ada reaksi tidak biasa yang diterima tubuh Namjoon, membuatnya sedikit tersentak padahal Saha sering menggegam tangannya seperti ini. Kali ini menggegam tangannya begitu erat seolah bila Namjoon melepaskannya, Saha akan hilang.
Masuk ke dalam restoran hotel, menemui meja resepsionis dan Namjoon ternyata benar telah mereservasi tempat atas nama dirinya sendiri sesuai janji. Bahkan Namjoon memesan sebuah ruangan privasi menjauh dari keramaian. Dalam hidup Saha, baru kali ini ia merasa menjadi orang yang istimewa. Saha senang bukan kepalang, ia telah menunggu momen ini dari lama.
Tautan jemari mereka harus terlepas saat Saha mengambil tempat duduk diseberang meja. Tak lama seorang pelayan datang membawakan makanan pembuka. "Wah, ternyata kau benar-benar sudah menyiapkan semuanya." Saha tak menghilangkan senyuman kala makanan favoritnya hadir di tengah-tengah meja. "Haruskah aku merasa tersanjung?"
"Jangan berlebihan," balas Namjoon. "Saya melakukan ini semata-mata menebus rasa bersalah karena telah membuat Nona Lim diare."
"Ya, aku tahu." Saha merenggut mendengar Namjoon yang sulit sekali diajak bercanda. "Haruskah aku lebih sering diare agar kau selalu mengajakku makan malam?"
"Nona Lim...." Namjoon seakan memperingati untuk berhenti bicara yang tidak masuk akal.
"Iya, maaf. Aku akan diam." Tak lama ponsel Saha berbunyi, nama Taehyung tertera dalam layar. Segera Saha mengangkat teleponnya. "Ada apa, Taehyung?"
Mendengar nama Taehyung disebut, Namjoon sedikit mengalihkan perhatiannya dari pasta yang hendak ia santap. Hatinya mendadak terganggu tanpa alasan. Tidak cukupkah tempo lalu pria itu datang menganggu akhir pekan keduanya? Lalu kini baru dua hari berlalu, Taehyung menganggunya melalui telepon entah apa yang dibicarakan. Namjoon sangat tahu bahwa mereka adalah teman dekat sekaligus rekan kerja. Tapi seharusnya Taehyung tahu waktu.
"Oh sungguh? Baiklah, besok juga tidak apa-apa. Lagipula janji temu pasien tak begitu banyak, Nenek Lee bisa datang." Saha nampak senang seolah baru mendapat kabar baik. "Ya sudah ... iya, kau jangan khawatir. Aku tutup teleponnya."
Tepat ketika Saha memutuskan sambungan telepon, suara Namjoon menyambut keheningan yang akan terjadi. "Ada apa? Masalah pasien?"
"Iya, salah satu pasienku tidak mau dipasang implan gigi. Padahal kondisinya cukup parah. Tapi pada akhirnya dia mau melakukannya."
"Baguslah, kalau begitu."
Saha mengangguk setuju. "Meskipun sempat terjadi keributan karena Nenek Lee bersikeras tidak mau dan memilih mencabut gigi. Sebelumnya aku sudah beritahu bahwa mencabut gigi sembarangan apalagi di usia yang rentan itu berisiko. Aku sarankan memasang implan. Tapi tetap saja dia tidak mau. Tak ada yang bisa kulakukan saat itu selain meluapkan kekesalan."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of Your Happiness
FanfictionSTATUS : ON GOING Pernikahannya yang dipaksakan membuat Namjoon semakin menunjukkan sisi dirinya yang sebenarnya. Ia berpikir dengan begitu Saha akan menyerah dan menceraikannya. Namun pada kenyataannya semakin Namjoon membuat Saha terluka lebih dal...