"Sial!" Hoseok mendesis sembari keluar dari dalam mobil usai menyelesaikan pertemuan dengan para petinggi dari pihak pemerintahan. Saha duduk disamping kemudi paham betul kekesalan yang dirasakan Hoseok sebab dirinya pun merasakan hal yang sama. Hasil dari pertemuan tersebut tak membuahkan hasil yang bagus. "Aku kutuk Direktur Hwang Dojin hingga membusuk di penjara!"
Mereka terpaksa mundur dari kerjasama pembangunan jalan tol karena tak ada kesanggupan menggelontorkan anggaran sebesar 7 miliar dollar. Mereka bisa saja mengusulkan pinjaman dari bank kendati sudah terlalu banyak pinjaman yang diambil. Lagipula proyek tersebut masih berupa rencana dan akan dikerjakan lima tahun kemudian. Mereka lebih memilih fokus pada proyek yang sedang berjalan dan meminimalisir terjadinya pemberhentian. Jika hal itu terjadi kerugian sangat besar harus ditanggung perusahaan ditengah krisis yang terjadi.
"Lupakan sejenak masalah itu, kita harus segera bertemu Park Jimin untuk penandatanganan kontrak." Ditengah pikiran yang kembali dibuat penuh, Saha tak bisa terus menaruh pada satu permasalahan alih-alih yang lain tengah menunggu. Setelah menemui Jimin, ia harus pergi ke klinik untuk membicarakan kalau dirinya akan berhenti dan fokus pada perusahaan sepenuhnya.
"Kak, pinjam kunci mobilnya." Saha berhenti saat menyadari ada sesuatu yang kurang. Hoseok yang berdiri didepan menunggu lift menoleh. "Kau duluan saja, sepertinya berkas kontraknya tertinggal di mobil."
"Ya sudah, biar aku—"
"Aku saja yang ambil." Saha memotong cepat kemudian Hoseok mendengus seraya menyerahkan kunci mobil kepada Saha.
Wanita itu pun melenggang pergi menyusuri areal basemen hingga menemukan mobil Hoseok terparkir. Ia membuka kunci dan segera mengambil berkas yang ditaruh pada kursi penumpang belakang. Setelahnya mengunci kembali dan mengambil langkah lebar ke arah lift berada.
Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang, janji temu dengan Park Jimin sudah lewat sepuluh menit yang lalu. Saha meringis mengingat keterlambatan yang terjadi meski Jimin tetap akan memaklumi sebagai teman. Tetap saja ketika bersikap profesional hal seperti ini tak wajar dilakukan. Pasti sahabatnya itu masih memiliki jadwal yang harus dipenuhi selain pertemuan dengannya ini.
Napas Saha sedikit tersengal saat tungkai perlahan melambat melihat Hoseok yang malah keluar dari areal lift. Pria itu berdiri disalah satu pilar dan saat pandangan matanya menangkap kedatangan Saha, Hoseok menggelengkan kepala samar seraya bergumam, "Jangan."
Saha mengerutkan kening bingung. "Kenapa tidak lekas masuk? Kita sudah ditunggu."
"Kau jangan masuk," katanya tiba-tiba terdengar konyol bagi Saha.
"Kak, apa yang kau lakukan?" Ketika Saha hendak melangkah masuk, ia malah dikejutkan oleh sebuah tangan yang tiba-tiba meraih lengannya kelewat erat.
Hoseok menatap Saha lekat. "Ayo pergi dari sini. Kalau pun bisa, pergi ke tempat yang jauh."
"Kau kenapa?" Saha menepis tarikan tangan Hoseok yang ingin membawa pergi menjauh. Dalam hati Saha tidak percaya bila sikap kekanakan Hoseok muncul di waktu yang tidak tepat. "Jung Hoseok, ini bukan saatnya bermain-main."
"Tolong, menurut saja. Tidak bisa?" Saha menatap Hoseok semakin tak mengerti. Jelas pria ini bersikap aneh, tercetak ada ketidaknyamanan dalam raut wajahnya dan Saha menduga bila Hoseok tengah menyembunyikan sesuatu. "Aku mohon, ayo pergi saja."
Melihat Hoseok memohon merupakan hal yang tak pernah Saha duga. Ia semakin yakin ada sesuatu yang terjadi didalam dan hal itu membuat Saha tak mendengarkan permohonan Hoseok. Ia dibuat penasaran sehingga menepis Hoseok dan baru tiga langkah terhitung, seketika tungkainya berhenti. Jantung seakan tak berdetak untuk satu detik yang lambat disusul kepahitan mulai menggerogoti ulu hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Piece Of Your Happiness
ФанфикSTATUS : ON GOING Pernikahannya yang dipaksakan membuat Namjoon semakin menunjukkan sisi dirinya yang sebenarnya. Ia berpikir dengan begitu Saha akan menyerah dan menceraikannya. Namun pada kenyataannya semakin Namjoon membuat Saha terluka lebih dal...