Part 24

68 9 3
                                    

Siang itu matahari begitu terik sampai Saha yang menggunakan topi pun masih mengernyit tidak nyaman. Berdiri di tengah lapangan luas itu memang bukan ide yang bagus. Apalagi akhir pekan yang seharusnya dihabiskan berleha-leha diatas ranjang malah berakhir memegang tongkat golf sementara pandangan mata dipaksa fokus pada satu titik di kejauhan.

Hoseok sedari tadi menunggu sejauh mana pukulan yang Saha lakukan. Sementara Paman Jo yang menemani tidak berhenti berceloteh bersama Tuan Hui mengenai rencana pembangunan kembali perumahan elit yang akan dilanjutkan itu. Jika bukan urusan bisnis, Saha tidak mau keluar rumah di waktu berharga apalagi harus meladeni taruhan omong kosong dari Hoseok.

Bola putih itu dipukul dalam sekali hentak hingga terlempar dan melambung tinggi di udara, melayang jauh dan mendarat sekitar puluhan meter di kejauhan sampai tidak terlihat pendaratannya. Namun sang instruktur di sana memberitahu bahwa Saha tidak berhasil mengungguli skor Hoseok. Saha akui bahwa ia memang tidak handal dalam olahraga tersebut, dirinya hanya sekedar bermain mengisi waktu luang sembari menemani Kakek.

Hoseok tersenyum penuh kemenangan, Tuan Hui pun yang memperhatikan dirinya bermain mendesah lemah. "Sayang sekali, kau nyaris menang."

"Tak masalah, aku memang tidak pandai bermain golf."

"Padahal dulu aku sering mengajarimu bagaimana bermain golf dengan serius," Paman Jo menimpali.

Akhir-akhir ini pria paruh baya itu bersikap seakan tidak terjadi apa-apa sebab Saha belum mengungkit soal tindakan korupnya itu. Padahal Saha masih menyimpan perasaan kecewa begitu besar. Kerugian yang dihasilkan memang tidak begitu berpengaruh terhadap perusahaan, tapi tetap saja mencari keuntungan sendiri tidak bisa dimaklumi.

Saha turun dari buggy car setelah berkeliling lapangan golf usai kalah bertanding dengan Hoseok. Selama menikmati pemandangan hijaunya pepohonan di sekitar bersama angin berhembus menghantarkan udara sejuk, ia dan Tuan Hui kembali meneruskan pembicaraan santai mengenai rencana pembangunan. Selanjutnya hanya pembicaraan santai guna memperpanjang hubungan kerjasama sampai Saha tidak sadar waktu berlalu cepat.

Sebenarnya kehadiran Saha masih diinginkan oleh Tuan Hui dalam acara makan malam di sebuah hotel kelas atas, namun wanita itu tidak bisa ikut menemani sebab memiliki rencana mengunjungi Bibi Na yang kemarin tiba-tiba menghubunginya mengundang makan malam. Sehingga mereka pun berpisah didalam gedung meninggalkan Saha masih bersama Hoseok.

"Kau yakin akan datang tanpa mengungkit hal yang sebenarnya terjadi?" Hoseok memastikan untuk terakhir kali, "Aku takut bila Bibi Na mendengar kebenarannya, aku tak yakin kau akan baik-baik saja."

"Sejujurnya aku ingin berkata jujur dan meminta maaf secara tulus. Bagaimanapun mereka berhak tahu kejadian yang sebenarnya," Saha melirik Hoseok seraya meraih gelas berisi koktail dan meneguknya sekali. Saha memilih menetap di sebuah ruang tunggu sambil menyaksikan orang-orang bermain golf sejenak sebelum berangkat pada pukul enam sore. "Aku siap menerima hukuman apapun yang mereka beri, bahkan menggantikan Jungkook sekalipun."

Hoseok menghela napas pelan, ia juga merasa serba salah. Tidak mau melihat sahabatnya terus mengemban rasa bersalah, tetapi juga jika harus diperlakukan buruk agaknya Hoseok tidak akan bisa melihatnya.

"Baiklah, aku serahkan padamu saja. Tapi bila Bibi Na marah atau paling parah menyiram air padamu lagi, jangan khawatir aku siap menjadi tameng."

Saha menggelengkan kepala, tak habis pikir. "Aku percayakan semua padamu."

Lalu ketika langit mulai berubah jingga menggantikan matahari yang tenggelam di peraduan, kedua orang itu sampai di kediaman Na Seowoo. Meski sosoknya sudah tak ada lagi di dunia ini, namun mereka masih akan selalu datang berkunjung guna mengenang memori yang tersisa. Sekaligus menebus rasa bersalah Saha kepada Bibi dan Paman Na yang tak pernah pudar.

A Piece Of Your HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang