Part 17

85 11 0
                                    

Usai menekan bel sebanyak dua kali, tak lama pemilik rumah membukakan kunci gerbang yang telah terlihat lusuh dan berkarat. Tembok yang menjadi benteng mengelilingi rumah tersebut pun dipenuhi lumut. Terlihat sekali tidak pernah terurus atau memang sengaja dibiarkan seperti itu sebagai tanda bahwa rumah tersebut telah berdiri puluhan tahun. Tak sampai butuh waktu lama, pintu gerbang dibuka menampilkan sosok pemuda Jeon yang kontan terbeliak mendapati Saha berdiri didepan rumahnya.

"Mau apa Kakak kemari?" Tanyanya tak ditemukan keramahan tuan rumah dari raut wajahnya yang menyambut seorang tamu pada umumnya.

Tetap mengulas senyum ramah meski sadar kehadirannya tak disenangi, Saha balik bertanya, "Kakakmu ada di rumah? Aku datang karena Senara mengundang makan malam."

Sebelum Jungkook membuka suaranya lagi guna membalas, Senara muncul lebih cepat dan langsung mengajak Saha masuk ke dalam. Senara langsung menyuruh Saha duduk di ruang tengah yang menyatu dengan dapur, tak lama Jungkook menyusul dan memilih masuk ke dalam kamarnya. Saha tidak begitu mempermasalahkan karena tahu bahwa pemuda itu memang tidak menyukai dirinya sejak awal. Namun yang jadi perhatiannya kini situasi dalam rumah Senara yang terkesan penuh oleh barang-barang rumahan yang telah berumur.

Sofa empuk dan nyaman dilapisi kulit yang sudah luntur dan usang, radio tua dipajang pada lemari kayu bersama beberapa figura menampilkan foto kakak beradik itu dari mulai masa kecil hingga kelulusan sekolah mereka. Namun yang jadi pertanyaan, tak ditemukan foto orangtua mereka sama sekali. Saha merasakan betul bahwa meskipun rumah ini nyaman tapi disisi lain ada sebuah kekosongan yang dirasakan. Sama seperti saat hari-harinya dulu berada di wastu bersama Kakek.

Cahaya matahari berpendar masuk melalui jendela kaca besar menghadap sofa panjang, menyinari setiap sudut ruangan tersebut yang terasa samar-samar gelap. Beberapa tanaman hias tak terurus hingga layu menghiasi bingkainya. Melihat tanaman itu untuk sejenak saja Saha memahami bahwa betapa banyaknya beban yang tak membiarkan Senara berhenti dari berbagai pekerjaan yang menyita segalanya.

"Ada apa?" Saha menoleh cepat kala mendengar ringisan dari arah dapur, "Haruskah kubantu?"

"Tidak perlu, kau duduk saja. Hanya masalah airnya mati lagi."

"Apa itu hal yang buruk?" Saha bertanya polos sebab ia tak pernah merasakan kejadian itu sebelumnya.

"Ya, bagiku." Senara tersenyum kecil untuk sekedar menenagkan Saha yang panik sendiri, "Bila keran airnya mati, itu berarti tak akan ada air di rumah ini untuk beberapa waktu. Tapi kali ini hanya sebentar karena ada perbaikan. Jadi tak apa bila makan malamnya harus tertunda sebentar?"

"Tentu saja, jangan cemaskan aku," Saha menyuruh Senara untuk duduk dibanding sibuk sendiri menyiapkan makanan untuk menjamunya. Meskipun Saha sudah katakan tidak perlu, wanita itu tetap bersikeras.

"Apa hal seperti ini sering terjadi?" tanya Saha mendadak dibuat penasaran dan Senara mengangguk. "Aku tidak tahu kalau saluran air bisa tiba-tiba mati. Kupikir akan terus menyala sepanjang waktu. Bila sudah begitu bagaimana kau mandi lalu airnya mendadak mati?"

"Airnya akan mati bila aku telat bayar. Pernah sewaktu-waktu aku hanya mengelap sampo dengan handuk lalu meneruskan mandi di tempatku bekerja," alih-alih lawan bicara terdiam tidak menyangka, Senara malah menertawakan pengalamannya itu, "Seluruh badanku lengket dan tidak nyaman saat hendak pergi."

"Kau tidak kesal?"

"Sangat kesal, tapi ketika membayangkannya lagi malah terlihat lucu. Apalagi Jungkook sampai trauma tidak mau mandi di rumah bila tenggat waktu bayar listrik tiba, ia memilih mandi di kampusnya."

"Oh Sena, kau pikir ini lucu? Kenapa kau tertawa?" Saha semakin tidak mengerti letak kelucuannya di mana. Hal yang ia dengar adalah sebuah tragedi menyedihkan, lantas apa yang harus ditertawakan? "Perlukah aku bantu membayarnya? Kalaupun bisa untuk seumur hidup agar tidak mendadak mati lagi."

A Piece Of Your HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang