"Bapak gila, ya! Ngapain di sini!?" Teriak Kanela kencang. Kalau ada predikat lelaki paling lancang di dunia, pasti pemenangnya adalah Argan. Masuk ke dalam kamarnya tanpa permisi, lebih tidak tahu diri lagi tidur di atas ranjangnya. Ditambah masuk kedalam selimut miliknya.
Argan membulatkan matanya terkejut, bukan karena teriakan Kanela yang nyaring, lebih tepatnya karena dada gadis itu yang terekspos di depan matanya. Sudah Aegan katakan, gadis itu tidur tidak mengenakan apa-apa. Hanya pakaian dalam saja, ditambah sekarang Kanela terduduk dan tidak lagi tertutup selimut. Hanya ada bra, itupun tidak mampu menampung aset gadis itu yang cukup besar.
Dengan kasar Kanela melempar bantal ke arah Argan, "Berengsek!" Makinya keras. Dia tahu apa yang lelaki itu liat, lalu dengan buru-buru dia menarik selimut membungkus tubuhnya. "Keluar!!" Teriaknya keras.
"Sa-Saya—" Ucap Argan tergagap. Dia sendiri bingung ingin mengatakan apa. Menurutnya apa yang terjadi barusan benar-benar menguncang jiwa raganya.
"K E L U A R!"
Dengan sekali gerakan Argan berlari keluar, dia bahkan menutup pintu dengan keras karena masih terkejut. Jantungnya berpacu kecang, seolah baru selesai maraton. Jujur ini adalah pengalaman pertama baginya melihat bagian tubuh wanita secara langsung.
Waktu itu memang pernah menyentuh. Ah tidak, mencium, sedikit, ingat sedikit—milik Kanela, tapi keadaan saat itu Argan baru menikmati 5 kaleng bir, ditambah lampu kamar hotel mati. Argan memang bisa merasakan bentuk dan aromanya, tapi tidak seperti sekarang. Dengan sangat sadar, dan lampu meyala terang. Walapun tidak menyetuh, tapi bisa membuat sensasi tubuh Argan menjadi panas.
Niatnya hanya ingin menjelaskan apa yang terjadi di hotel kemarin, tapi sekarang Argan malah berfikir kotor. Benar, seharusnya tadi dia memilih langsung pulang saat melihat Kanela tidur, bukan malah tergoda untuk ikut masuk ke dalam selimut. Sekarang semuanya menjadi kacau.
Mungkin Kanela sedang memaki dirinya, bahkan lebih parahnya tidak akan keluar kamar karena tidak ingin bertemu dengannya. Dengan panik Argan kembali ke kamar Nela, tapi hanya sampai bagian depan pintu kamar gadis itu. Dia akan mengetuk, meminta gadis itu untuk keluar dan berbicara padanya.
"Kanela," panggil Argan pelan. Sekarang dia malah menjadi gugup. Cukup lama menunggu, sampai pintu itu terbuka dan menampilkan—tubuh gadis itu yang sudah mengenakan pakaian. Ah, sial! Sulit sekali menatap ke arah lain.
"Mata keranjang!" maki Nela. Dia menatap Argan tajam.
Dulu memang Argan yang selalu berucap cuek dan ketus, bahkan tidak jarang lelaki itu mengabaikannya. Sekarang Kanela yang berubah seperti itu, sedangkan Argan sudah tidak berkutik lebih dulu. Lelaki itu terlihat lemah, bahkan wajahnya tidak lebih seperti kucing jalanan yang tersiram air. Jelek dan lusuh.
"Apa!?" sentak Kanela saat Argan ikut duduk di sebelahnya. Dengan buru-buru lelaki itu duduk menjauh. Mereka sekarang sudah berada di sofa depan tv.
Sebenarnya Kanela tidak ingin bertemu Argan, terlebih lelaki itu penyebab rasa sakit hatinya kemarin. Dia bahkan sampai menangisi lelaki brengsek di depanya itu. Tapi kini bukan rasa sakit hati seperti kemarin yang dia rasakan, tapi amarah dan murka pada lelaki itu.
Jika boleh memilih, mungkin Nela akan tetap mengurung diri di kamar, membiarkan Argan kelimpungan sendiri. Tapi sayangnya hatinya sangat lembut seperti pantat bayi, jadi tidak tega. Walaupun sebenarnya bisa saja bersikap tidak peduli karena lelaki itu sudah membuatnya sakit hati.
"Ehem," Argan berdehem, matanya susah sekali menatap kearah lain. "Kanela," Panggilnya. Jiwa wibawa yang selalu dia pamerkan kepada orang-orang— termasuk Nela, hilang entah kemana. Seharusnya tadi Ander ikut masuk agar tidak canggung seperti sekarang.
Nela tidak menyahut, dia hanya menatap Argan tajam. Memiliki keberanian juga lelaki itu menyebut namanya.
"S-saya," Argan meremas tanganya gusar, rasa gugup masih membelenggunya.
"Bapak pergi aja deh, kalo nggak mau ngomong!" Sela Kanela saat Argan kembali diam.
"Tunggu!" Astaga! Kenapa tidak ada satupun kata-kata yang bisa keluar dari mulut Argan, padahal biasanya dia yang membuat Kanela tidak bisa berkata-kata. Tapi kini malah sebaliknya. Semua tertelan seperti gumpalan nasi tanpa air.
"Cepetan," Kanela menarik bantal sofa untuk dia peluk. Sebenarnya dia sudah mengunakan daster yang menurutnya sangat tertutup, tapi lirikan mata Argan pada dadanya membuatnya risih.
"Saya ingin menjelaskan soal kemarin," Nela diam, tidak menyahut. Membuat Argan kembali melanjutkan ucapanya. "soal apa yang kamu lihat di kamar saya,"
Kanela mendengus. Rasanya masih nyeri saja membayangkan apa yang dia lihat waktu itu. Nela pikir setelah menangis semalaman semua akan terlupa begitu saja. Nyatanya masik sama menyesakkan.
"Kamu salah kira, Kanela. Saya dan Ayumi tidak memiliki hubungn apa-apa," jelas Argan, "Saya memang sedang mandi—" Kanela mendelik. Jadi benar? "Bukan-bukan. Maksut saya—"
"Udah lah, bapak nggak perlu jelasin," Potong Nela. Malas sekali mendengarnya, membuat mual. "Kalo yang bapak takutin aku bakal ngomong sama orang-orang? Tenang aja. Aku bakal tutup mulut," Sebenarnya itu kan yang lelaki itu inginkan, mana mungkin memikirkan tentang perasaannya. Kalapun iya, sangat tidak mungkin.
"Bukan," Argan menggeleng. Kenapa gadis itu bisa berfikir sangat jauh, "Saya memang ingin menjelaskan kepada kamu,"
"Kita nggak punya hubungan apa-apa kalo bapak lupa,"
Bahu Argan melemas. Apakah semua sudah berakhir sekarang? Dulu saat masih remaja, Argan selalu berharap mendapatkan cinta seorang perempuan cukup sekali saja. Lelaki itu tidak ingin berganti-ganti pasangan, apalagi sampai membual terhadap banyak gadis.
Sampai pertemuanya dengan Kanela. Gadis cerewet yang bisa membuat dunia Argan teralihkan, bahkan membuat kerja jantungnya bertalu-talu. Mungkin karena tidak pernah dekat dengan lawan jenis, Argan malah salah bersikap. Membuat Kanela tidak menyadari perasaannya.
Sebenarnya Argan ingin bersikap layaknya laki laki lainnya terhadap gadis yang disukai, tapi hati Argan bergejolak. Dia malu dan merasa aneh. Merendahkan diri untuk orang yang disukai? Itu bukan tipe Argan sekali. Padahal pada kenyataannya, cinta itu budak. Tidak ada rasa malu ataupun keegoisan. Semua melebur menjadi rendah diri.
Argan enggan melakukannya. Bagi Argan, mencintai diri sendiri lebih penting. Orang lain hanya akan memberinya sakit hati. Namun, setelah melihat Kanela menjauh dengan penuh kebencian, Argan merasakan sakit yang lebih dari yang dia bayangkan. Rasanya percuma dia bernafas jika Kanela tidak di sampingnya.
Kemarin masih seperti penuh harapan, dan sekarang harapan itu sudah hilang. Argan menyesal. Kalau saja saat itu dia lebih berani dalam mengabil sikap, minimal memberikan kode yang lebih siknifikan agar Kanela mengerti, mungkin tidak akan jadi rumit.
Kini Argan merasakan apa yang Kanela rasakan dulu, saat dia mengabaikannya. Rasanya memang menyakitkan, apalagi tidak dianggap seperti sekarang.
Dengan perasaan lelah dan sedih, Argan bangun dari duduknya. Mungkin lebih baik pulang. Benar kata gadis itu, mereka tak memiliki hubungan apa-apa, jadi dia tidak payah menjelaskan.
Seharusnya memang Argan berjuang, minimal mejelalskan semua yang terjadi. Tapi apa gadis itu akan percaya? Jika Argan menjadi Nela, mungkin dia akan melakukan hal yang sama. Tidak akan percaya walapun Argan menjelaskan sampai berbusa, Kanela pasti tetap pada pendirianya, mempercayai apa yang dilihat.
Toh sekarang Argan tidak memiliki bukti apa-apa, tidak ada Ayumi atau Arkam yang membantu menjelaskan. Bisa saja Argan melakukan panggilan telfon, tapi dia yakin Kanela tidak akan percaya juga.
Sebaik-baiknya lelaki, dia yang tidak mendebat wanita yang sedang cemburu. Argan menganggap Nela sedang cemburu sekarang. Walaupun mereka memang belum menjalin hubungan, Argan yakin beberapa hari kedepan status mereka akan berubah. Entah sebagai dua orang asing, atau suami istri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kanela(End)
Short StoryKanela sudah menyukai Argan lebih dari 7 tahun, tapi selama itu pula Argan mengabaikannya. Awalnya Kanela tidak masalah, tapi setelah melihat ada wanita lain di kamar lelaki itu, Nela memilih membuang rasa cintanya. 21+