Argan merebahkan diri di samping Kanela, istrinya itu berbaring diam dengan posisi terlentang. Tidak ada adegan lanjutan setelah sentuhan kecil tadi. Kanela merasa ragu, dan meminta Argan untuk berhenti.
"Ada yang masih kamu pikirkan?" tanya Argan hati-hati. Dia tidak mau memaksa agar Nela mau melayani nafsu birahinya, walaupun sebenarnya penolakan istrinya itu sedikit menyentil ego Argan sebagai suami dan lelaki jantan.
Rasanya Argan ingin langsung menggagahi Kanela tanpa berniat bertanya, tapi kembali lagi dia tekan sifat hewaninya agar saat mereka melakukannya akan terasa lebih nikmat. Apalagi mereka akan melakukan hal yang namanya bercinta, jadi rasanya akan lebih menggairahkan jika mereka berdua memang sama-sama menginginkan.
Walaupun sebenarnya Argan sudah amat menyangkan kelakuan istrinya. Sudah mengodanya, tapi saat akan diesksekusi malah menutup diri. Sekarang Argan merasa seperti sedang dipermainkan. Padahal melayani suami adalah kewajiban istri, tapi Kanela masih terlihat takut.
"Aku cuma belum yakin," Nela berujar pelan. Dia sebenarnya merasa bersalah, apalagi saat melihat tatapan kecewa suaminya tadi. Tapi mau bagaimana lagi, Nela ketakukan sampai ingin menangis.
Maklum, baru kali ini Kanela merasa telanjang di depan laki-laki. Kecuali saat Argan melihatnya hanya menggunakan underware saat itu. Itu sebuah ketidak sengajaan, sedangkan sekarang sebuah rencana menyerahkan diri. Nela takut Argan berfikir macam-macam, lebih parahnya malah dianggap seperti wanita murahan.
Nela juga takut Argan tidak senang dengan bentuk tubuhnya yang bisa dikatakan gendut. Nela sadar diri tentang itu. Sebaik apapun dia merawat tubuhnya, tetap saja tidak akan menarik dimata Argan. Melihat wajah sendu lelaki itu, membuat Kanela meyakini jika Argan tidak senang akan tubuhnya.
"Coba jelaskan apa yang membuat kamu tidak tenang?"
Kanela diam, merasa bingung sendiri.
"Apa penjelasan saya masih kurang meyakinkan kamu? Apa kamu masih tidak percaya saya mencintai kamu?" Argan pandang lamat-lamat wajah istrinya dari samping, tanganya dengan lembut mengusap pipi cuby Nela.
Nela berdehem pelan, tidak mencoba menepis tangan Argan seperti sebelumnya. Pendekatan seperti ini memang harus cepat dilakukan, bagimanapun Argan adalah suaminya. Seseorang yang berhak atas tubuhnya, hatinya, hingga semua yang melekat padanya. "Aku bingung, aku nggak percaya, aku takut."
"Liat saya," Suruh Argan, dia menarik wajah istrinya agar menoleh padanya, "Apa kamu melihat kebohongan di mata saya?"
Kanela mengamati wajah Argan sebentar, lalu kepala Nela menggeleng pelan. Argan mengatakan dengan nada kesungguhan, wajahnya juga terlihat tenang tanpa raut mengejek. Lelaki itu seperti sudah ribuan tahun memendam perasaan, bahkan ada nada kelegaan dalam hembusan nafasnya.
"Saya mencintai kamu Kanela, entah kamu sadar atau tidak. Tapi saya memang menyukai kamu sejak lama."
"Tapi Mas suka marah-marah, bahkan sering suruh aku pergi. Nggak mau deket-deket,"
"Saya tidak marah, saya hanya bingung harus bagaimana,"
Nela cemberut tanda tidak terima. Mana ada mengusir tanda tidak tahu harus menujukan sikap seperti apa? Jadi laki-laki kok minim tindakan.
"Kamu adalah perempuan pertama yang membuat jantung saya bergetar," Argan menarik tangan Kanela, dan meletakan tepat di atas dadanya, "Terasa?"
"Iya." Nela menggauk pelan. Bahkan jika didengar dengan seksama, detak jantung Argan dapat menyerbu kupingnya kencang. Tidak jauh berbeda seperti miliknya.
"Itulah kenapa saya bingung, saya takut kamu ilfil jika saya mengatakan sebenarnya,"
"Kok gitu?" tanya Kanela yang masih tidak mengerti.
"Di kamus laki-laki, tidak ada istrilahnya dikejar, yang ada mengejar. Tapi mereka juga tidak menunjukkan secara gamblang, takut perempuan langsung kabur. Tidak juga menolak, hanya cuek tipis-tipis, tapi tetap perhatian. Itu semua dilakukan hanya untuk kamuflase, perlindungan diri agar kita sebagai lelaki tidak begitu dianggap mengombral janji. Coba kamu ingat-ingat, apa saya pernah menolak apapun menyangkut kamu?"
"Nggak."
"Saya selalu menuruti kamu, saya lelah pun tetap saya turuti apapun mau kamu. Terkadang saya memang kesal, tapi bukan karena permintaan kamu yang terkadang nggk masuk akal, tapi waktu dalam kamu meminta itu semua. Bahkan makanan yang kamu buat dan kamu berikan kepada saya, tidak pernah saya tolak, walaupun sering kali saya harus meeting sekalian makan makanan dari kamu."
"Mas makan semuanya?" Nela menatap Argan menuntut jawaban. Dulu dia memang kerap kali membawakan Argan bekal makan siang, dan pasti dengan penuh paksaan meminta lelaki itu untuk menerima. Tapi, untuk urusan diapakan bekal itu selanjutnya, Nela tidak tahu. Karena sama sekali tidak pernah melihat Argan memakan bekal darinya. Bahkan, kotak bekal juga tidak lelaki itu kembalikan.
Jadi, Kanela berfikir Argan pasti membuang hasil masakannya.
Argan menyentil kening Nela pelan. "Memang kamu berharap saya apakan?"
"Aw..," Jerit Kanela lalu mengusap keningnya yang sedikit perih, kejam sekali Argan, "Aku pikir dibuang, soalnya kotaknya nggak pernah dikembalikan "
"Terlalu berharga jika masakan calon istri di buang begitu saja. Walaupun sebenarnya banyak yang mengejek saya, tapi saya tidak peduli. Masakan kamu enak. Saya suka setiap kamu memberikan bekal. Ayah bahkan suruh saya cepat-cepat lamar kamu."
Nela bersemu, "Yang bener?"
Argan mengagguk mantap, "Kamu tidak sadar, kan?"
"Iya, " Selama ini, Nela memang menganggap Argan tidak menyukainya, bahkan berfikir jika lelaki itu sebenarnya sudah memiliki pujaan hatinya sendiri. Tapi, jika ditelusuri benar-benar, kelakuan Argan memang tersirat jika membalas perasaannya.
"Sekarang sudah lega?" Argan merapatkan tubuhnya pada Nela, melingkarkan tangannya pada tubuh berisi istrinya itu. Hidungnya mengendus leher istrinya yang begitu wangi.
Tubuh Nela sudah lebih rileks, tidak tegang penuh ketakutan seperti tadi. Setuhan Argan juga sangat pelan, membuat Nela yang merasakanya pun menjadi berdesir.
Kanela mengangguk, merasa sudah puas dan lega. Tapi kini rasa itu berubah meremang, dengan nafas memburu dan tubuh menegang saat Argan dengan berani mengigit cupingnya.
"Mass," panggil Nela. Suaranya mencicit.
"Maaf jika perlakuan saya salah, saya hanya tidak mau kamu mengaggap saya lelaki berengsek," ujar Argan yang kini sudah berpindah mengecupi leher istrinya. Dia merasa lega telah mengungkapkan apa yang dia rasa selama ini. Bahkan dengan percaya diri bisa mematahkan presepsi-presepsi negatif yang Nela layangkan..
"Apa mas merasa sakit hati kaya aku. Sakit karna ternyata yang terjadi selama ini cuma salah paham?"
"Sakit sekali, " Desah Argan dengan tangan yang sudah turun mengegusap pelan milik istrinya. "Kamu tidak percaya saya walaupun sudah berulang kali saya jelaskan,"
Nela gigit bibirnya pelan, merasa kecewa pada dirinya sendiri karena terlalu membesar-besarkan masalah. Argan pasti tersiksa, "Maaf, Mass. Ahhh," ujarnya dengan diiringi desahan.
"Tidak apa-apa. Yang terpenting sekarang kamu sudah menjadi istri saya," Ditatapnya wajah Kanela dengan penuh cinta, lalu dia lumat habis bibir merekah istrinya yang sedikit terbuka. Awalanya Argan tidak berharap Kanela akan membalas, tapi merasa ada pergerakan kaku, membuat Argan semakin semangat. "Ahh, Sayang," desahnya tertahan.
Argan tarik kepala Kanela untuk kian merapat padanya, sedangkan tangannya yang lain mengelus pelan milik istrinya.
"Becek sayang. Basah, berlendir," Goda Argan degan tangan yang masih setia megusap-ngusap milik Nela. Meski kaki istrinya merapat, tapi dia masih bisa merasakan betapa licin milik istrinya itu dari balik g-string yang Nela kenakan.
"Maaaasss," Nela kini berubah mengerang
Sepertinya apa yang Argan kehendaki akan terjadi malam ini

KAMU SEDANG MEMBACA
Kanela(End)
Short StoryKanela sudah menyukai Argan lebih dari 7 tahun, tapi selama itu pula Argan mengabaikannya. Awalnya Kanela tidak masalah, tapi setelah melihat ada wanita lain di kamar lelaki itu, Nela memilih membuang rasa cintanya. 21+