14.

29.1K 982 19
                                    

Hai!!

Sebebernya ini lanjutan part yg kemarin, tapi nggak papa lag baru di up sekarang.







Di lanti bawah, tepatnya tangga menuju lantai atas. Dua orang berbeda umur sedang merasa gundah. Jika yang muda merasa kuatir. Sedangkan yang lebih tua malah cengar-cengir.

"Heh! Mau ke mana?" Bik Rumi mencegah Kinanti yang sudah berniat naik ke kamar majikanya. "Tidur, sudah malam."

"Mbak Nela, Bik." Kinanti panik. Ia memandang bingung terhadap teman kerjanya itu. Padahal sudah terdengar jelas di telinga jika atasan mereka sedang berteriak, tapi seolah tidak ada terjadi apa-apa Bik Rumi malah mengajaknya tidur.

"Sudah ndak apa-apa."

"Kasihan, Bik. Nanti Mbak Nela perlu bantuanku. Bibik denger kan, suaranya kenceng banget."

Bik Rumi terlihat gemas. Ia bingung sendiri menjelaskan. Majikan mereka berteriak di tengah malam kan bukan karna kesakitan, tapi malah keenakan. Eh...

Maklum. Kinanti kan masih belasan tahun, belum memasuki usia wajib tau hal-hal berbau dewasa. Apalagi ia lahir dan besar di desa. Pengetahuan masih sangat minim. Sekolah saja Kinanti hanya sampai SMP. SMA jauh, apalagi tidak ada biaya untuk meneruskan. Beasiswa memang bisa di dapatkan, tapi tidak ada kendaraan. Sama saja. Lebih baik bekerja membantu perekonomian keluarga.

Bik Rumi menarik tangan gadis belia itu menuju belakang. Bisa bahaya jika mereka sampai berlama-lama di sana. Untung saja tugas mereka sudah selesai menyiapkan bahan makanan untuk besok pagi.

"Bik, kok di kunci." Kinanti memandang nanar pintu penghubung rumah belakang dan rumah depan tempat majikanya tinggal. "Gimana kalau Mbak Nela di siksa Bapak. Kasihan, Bik. Nanti aku ngomong apa sama Juragan?" gemetar Kinanti. Ia bisa di cekik orang tua Nela jika sampai anak perempuan yang harus ia awasi mendapat kekerasan dalam rumah tangga.

"Uwes. Kamu ini ndak usah pusing. Mending tidur."

"Terus gimana sama Mbak Nela, Bik?"

"Bocah di omongin kok angel to!" Bik Rumi masih terlihat gemas. Di tariknya tangan Kinanti menuju kamar gadis itu. Menyuruhnya masuk dan tidak banyak tanya. "Kamu sekarang tidur, ndak usah mikirin Non Nela sama Tuan."

"Nant—"

"Wes. Manut wae. Non Nela itu sek keenaan. Ndak usah miker di siksa. Emang kamu tadi denger Non Nela teriak minta tolong?"

Kinanti menggeleng. Atasanya itu memang tidak berseru meminta bantuan. Hanya teriakan seperti rasa sakit, atau kenikmatan? Tapi selain itu ia mendengar suami majikanya juga berteriak. Sekilas seperti. Enak sanyang, enak. Punya kamu tembem aku suka. Apalagi ini. Dan masih banyak lagi.

"Nggak, to. Sekarang mending kamu tidur. Besok kita harus bangun pagi, beres beres."

Kinanti mengangguk pasrah, tidak punya pilihan lain. Toh pintu penghubung juga sudah di kunci, dan ia sendiri tidak memiliki kuncinya selain Bik Rumi. Tidak mungkin juga Bik Rumi dengan suka rela memberikan kuncinya.

......

Paginya, Argan sudah siap dengan dua piring berisikan english breakfast. Di letakan hasil masakanya itu di atas meja makan, bertepatan dengan istrinya yang sudah bersih dan wangi. Gadis...ehm, wanita itu menghampirinya dengan hanya berbalut kemeja kerjanya serta kaki polos tanpa alas.

Sesuai perkiraan, Nela amat tambah terlihat cantik dan seksi.

"Kenapa?"

"Kamu menggoda." bisik Argan. Ia kecup bibir istrinya kilat, tidak lupa tanganya bergerak meremas dada istrinya.

"Pada kemana?" tanya Nela tidak menanggapi gombalan basi suaminya. Toh ia memang seperti apa yang lelaki itu katakan. Yang membuatnya seperti itu kan Argan sendiri. Hanya sepotong kemeja putih milik Argan yang melekat pada tubuhnya. Tanpa penyangga buah dada, hingga celan dalam yang sauminya larang untuk dikenakan.

Tumben sekali rumah sepi, biasanya ramai para pekerja yang sibuk hilir mudik membersihkan barang-barang. Atau Kinanti yang cerewet selalu bertanya ini itu. Bik Rumi yang biasnya sibuk menyiapkan makanan atau sekedar membuat cemilanpun tidak terlihat. Hanya Ada Argan yang menata makanan untuk sarapan mereka.

"Issh!" kesal Nela ketika Argan tak menyaut. Lelaki itu malah sibuk mengendusi lehernya. "Sarapan dulu, kek. Laper."

Semalam sudah di gempur. Pagi tadi apalagi. Bahkan saat mandi juga mereka kembali melakukan di bilik kaca shower. Lalu apa sekarang akan ada ronde yang entah keberapa tanpa sarapan?

Argan terkekeh, lalu di curinya satu kecupan lagi di bibir Nela yang cemberut. "Silahkan makan, Sayang." suruhnya. Ia tepuk pahanya menyuruh Nela untuk duduk di atasnya.

"Nggak mau. Aku berat." Nela cukup tau diri akan berat tubuhnya. Ia takut kaki suaminya patah jika memangkunya nanti.

"Sini."

"Berat."

"Nggak, sayang. Sini." Argan masih tidak ingin mengalah

Nela menghela nafas pelan. Suaminya itu bebal sekali. "Kalau berat ngomong, ya."

"Tadi saja saya kuat angkat kamu waktu posisi berdiri."

Nela memerah malu. Mengingat adegan panas yang mereka lakukan sebelum mandi tadi.

Mereka berdua menikmati sarapan dengan Argan yang menyuapi istrinya. Ia dengan telaten memasukan potongan demi potongan kedalam mulut istrinya. Sesekali ia kecup pundak istrinya penuh sayang. Masih tidak menyaka Nela bisa menjadi istrinya sekarang. Aplagi membuat wanita itu mencintainya kembali, ditambah Argan bisa mendapatkan haknya semalam. Hal yang sangat mustahil. Bahkan Argan sendiri tidak pernah bermimpi Nela akan menyerahkan keperawanannya.

Sedangkan Nela sedikit tidak bernafsu mkan, ia merasa gelisah takut suaminya kesakitan menampung beratnya yang lebih dari 60 kilo.

"Udah kenyang?"

"Mas nggak makan?"

"Kamu dulu."

"Aku udah kenyang."

Argan mengangguk, lalu ia urungkan menyuap istrinya kembali. Di habiskan seluruh sisa makanan yang terisa dengan istrinya yang masih di pangkuanya.

Sebenarnya Nela sudah bergoyang-goyang minta di lepaskan, ia tak mau menggangu Argan sarapan. Tapi sepertinya lelaki itu masih betah membelitnya, tanganya bahkan dengan setia merengkuh pinggang lebarnya.

"Minum. "pinta Argan pada istrinya.

Dengan sigap Nela menyodorkan gelas minum pada suaminya, tapi lelaki itu malah melihatnya dengan alis mata terangkat.

"Kenapa? Minum kan?"

"Kosong."

"Mangkanya lepas." dengan kesal Nela letakan kembali gelas ke atas meja dengan keras. Tidak mengerti apa yang Diinginkan suaminya. Jelas-jelas air di gelas masih tersisa. Walapun sedikit, tapi cukup membasahi tenggorokan.

Argan menghela nafas pelan. Istrinya itu tidak peka!


Sorry for tpo

Luvv💜💜

Kanela(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang