Chapter 7.

905 154 44
                                    

Apo pov.

"Terimakasih ya Po"

Ucap pria di depanku, seorang pria yang diam-diam aku kagumi bahkan aku cintai, seorang pria dewasa yang berhasil menghancurkan pertahanan hatiku hanya dalam waktu dua bulan lebih, namun aku lebih memilih diam tentang perasaanku, status sosialnya yang sangat tinggi dan hampir tidak tersetuh adalah salah satu alasanku untuk tetap memendam perasaanku.

Aku sadar sepenuhnya tentang siapa diriku dan bagaimana status sosial ku, aku hanyalah manusia jelata yang bahkan sangat tidak pantas jika harus berdiri berdampingan dengannya.

Aku cukup berterimakasih dengan sikapnya yang selama ini baik kepadaku, semua yang dia lakukan saat bersamaku adalah suatu momen yang tidak pernah akan ku lupakan seumur hidup, meskipun pertemuan pertamaku dengannya bisa di katakan kurang baik, namun siapa sangka ternyata pria yang selalu membuatku kesal setengah mati justru menjadi seseorang yang paling aku dambakan sekarang ini.

"Dan terimakasih juga untuk semua waktu yang kamu berikan selama ini."

Aku merasa sedikit bingung dengan apa yang Mas Mile katakan.

"Maksudnya gimana ya Mas, kok tiba-tiba banget ngomong begitu.?"

Mas Mile terlihat gusar namun tetap berusaha tenang dan menatap ke arahku.

"Saya besok harus pulang Po."

Aku cukup terkejut, bukankah masih ada waktu dua minggu untuk liburan meskipun proyek sudah selesai tapi entah kenapa aku tidak mau kalau Mas Mile harus pulang begitu saja.

"Loh, bukannya masih ada waktu dua minggu lagi ya Mas.?"

"Iya Po, tapi besok saya harus tetap pulang."

Aku tidak tau apa yang sedang terjadi, yang aku lihat Mas Mile sangatlah bimbang dan gusar.

"Memangnya ada urusan mendadak ya Mas.?"

Begitu lancang nya mulutku yang secara tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang justru semakin menegaskan kalau aku keberatan untuk di tinggal.

"Saya harus tetap pulang Po, istri saya sakit."

Deg!

Jantungku seakan berhenti berdetak, aku berharap apa yang aku dengar ini salah.

"Hah! Maksudnya gimana ya Mas, istri siapa tadi yang Mas bilang.?"

"Istri saya Po, kamu nggak salah dengar kok maafkan saya selama ini nggak cerita sama kamu."

Mas Mile hanya bisa menunduk dan bersandar pada sandaran balkon, sedangkan aku jangan tanyakan lagi bagaimana kondisi hatiku, aku hanya bisa terdiam mencerna semua kenyataan yang baru saja kudengar, salahkah jika aku terlalu berharap.

"Kenapa kamu nggak menceritakan hal sepenting ini sama aku Mas, terus tentang sikap kamu ke aku selama ini maksudnya apa, kenapa kamu baru ngomong tentang hal ini sekarang di saat aku udah terlanjur nyaman sama kamu Mas.?"

"Maafkan saya Po, saya nggak bermaksud buat merahasiakan hal ini sama kamu, saya terlalu menikmati hari-hari indah sama kamu sampai saya melupakan hal sepenting ini."

Aku hanya bisa terdiam menahan semua gejolak yang ada di hatiku rasanya campur aduk sampai dadaku sesak, ini bukan sepenuhnya salah Mas Mile justru ini adalah kesalahanku seharusnya aku tau Mas Mile itu bukan tipe orang yang gampang untuk bercerita, lalu kenapa aku dengan bodohnya menaruh harapan padanya tanpa menanyakan hal paling penting dalam sebuah hubungan.

Aku mencoba mengatur nafasku untuk menenangkan detak jantungku dan rasa sakit yang terus menghantam dadaku.

"Huuft,, iya Mas nggak papa kok ini bukan sepenuhnya salah kamu, harusnya aku tau kamu itu bukan orang yang gampang untuk bercerita, dan aku juga minta maaf sama kamu Mas, karena aku terlalu berharap sama kamu."

Mas Mile menatapku dengan tatapan yang sulit untuk di artikan, mungkin perasaannya juga sedang berantakan kali ini, dan entah dapat keberanian dari mana aku pun reflek memeluknya, aku menangis di pundaknya menumpahkan semua emosiku, kurasakan Mas Mile juga merengkuh pinggangku tangan kokoh itu kini bergetar seperti sedang menahan emosi.

"Bohong kalau saya nggak suka sama kamu Po, bohong kalau saya nggak nyaman sama kamu Po, dan bohong kalau saya rela harus lepasin kamu Po, saya minta maaf Po, saya minta maaf."

Mas Mile berucap lirih sambil menyembunyikan wajahnya di tengkuk ku, nadanya yang bergetar justru membuat tangisku semakin menjadi-jadi, hatiku sangat teriris menerima semua kenyataan yang ku dengar, ini benar-benar pertama kalinya aku jatuh cinta dan ternyata cintaku harus kandas bahkan sebelum di mulai.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah puas menangis aku pun melepaskan pelukanku kemudian mengelap air mata dan ingusku dengan lengan bajuku.

"Makasih ya Mas udah di bolehin pinjam pundaknya, rasanya udah lama banget aku nggak nangis sampai kayak gini."

Mas Mile hanya mentapaku dengan sendu, ya terakhir aku menangis hebat itu pada saat ayahku di temukan tidak bernyawa di sebuah jurang setelah tiga hari menghilang, dan rasa sakit itu kini kembali lagi saat harus kehilangan orang yang paling aku cintai.

"Sekali lagi saya minta maaf ya Po, saya nggak bermaksud untuk menyakiti hati kamu, dan bohong kalau saya nggak sakit liat kamu nangis begini."

Mas Mile menggenggam tanganku sambil sebelah tangannya menangkup pipiku, namun aku segera melepaskan tangan Mas Mile karena rasanya aku ingin menangis lagi jika harus di perlakukan seperti ini.

"Emm,, aku pulang dulu ya Mas, kamu juga harus istirahat besok kan mau perjalanan jauh, selamat malam Mas."

Dan kemudian aku berlalu keluar dari penginapan sejuta kenangan ini, aku berjalan gontai rasanya semua tenagaku habis seakan aku baru saja di pukuli sampai babak belur.

Apo pov end.

Sesampainya di rumah, Apo segera menuju kamar mandi dan mencuci wajahnya dengan air dingin lalu dia keluar dan mengambil beberapa bahan, dia berniat membuat kue kering sekedar untuk melupakan rasa sedihnya.

Setelah selesai membuat kue Apo pun menata kue-kue kering hasil karyanya ke dalam toples kemudian dia menaruhnya di atas meja makan, namun di saat dia sibuk dengan kue-kue nya tiba-tiba bayangan Mile yang sedang menikmati sayur rebung dengan senyumnya yang bahagia muncul begitu saja di depan Apo dan seketika air matanya kembali mengalir dengan derasnya, Apo menangis sesenggukan sambil tertelungkup di meja makan.

"Hiks,,kenapa harus sesakit ini mencintaimu Mas"

Apo terisak lirih sambil meremas dadanya yang terasa sangat sesak dan seakan terus di hujami oleh beribu-ribu jarum tak kasat mata.

Lelah menangis Apo pun tertidur di atas meja makan di temani kesunyian dan kabut malam yang semakin tebal.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC.. 🙏🏻💕

Haloooo gengggsss saya kembali bawa chap baru, hiks jujurly aku yang buat cerita tapi aku juga yang mewek sambil ngetik. 😭😭😭

Udahlah pokoknya happy reading, oh iya sabtu kemaren itu tepat 7 hari meninggalnya Big, alfatihah semoga dia di tempatkan di surga terindah.

See you next chap.. 🥰🥰

Pai.. Pai.. 👋👋👋

Ketjub basah dari autor.

Mmuuaaaccchhh.. 😘😘💋💋


Pemuda Di Balik Kabut. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang