"Ini masih pagi, Bar. Jangan bikin Bapak pusing. Kamu Ketua Osis, seharusnya kamu bisa mengatasi hal ini." Ujar Setyo, si Kepala sekolah.
"Masalahnya, Bapak yang selalu melarang saya untuk menghukum mereka! Saya tahu apa yang bapak takutkan, saya paham itu. Tapi saya sebagai ketua osis juga punya hak, Pak. Bapak nyuruh saya tapi selalu bilang jangan terlalu keras dan jangan terlalu berlebihan, justru karna itu mereka menyepelekan keadilan, pak!"
Rossa terperanjat mendengar bentakan kasar Bara. Ia mencengkram lengan Bara, memperingatinya untuk jaga sikap. Pak Setyopun memberang mendengarnya. Tidak biasanya Bara yang penurut itu menjadi kasar seperti ini.
"Berani kamu berteriak di depan saya?! Udah mulai gak sopan kamu ya! Jangan sombong mentang-mentang udah jadi ketua osis! Saya bisa dengan mudah turunkan kamu dari jabatanmu itu!"
"Silahkan! Tapi inget, Pak. Saya juga bisa menyebarkan keseluruh dunia bagaimana sekolah ini memperlakukan orang-orang seperti Rossa yang tidak pernah di beri keadilan. Gimana? Bapak pilih menghukum mereka, atau saya sendiri yang menghukumnya?"
Setyo diam cukup lama, rahangnya mengeras. Ia tidak menduga Bara akan seberani ini. Ia terjebak oleh keputusannya sendiri karena telah memilih Bara. "Baik, biar saya yang urus semuanya. Sebutkan saja siapa mereka."
Bara tersenyum miring. Ia pun meminta Rossa untuk menurutinya. Awalnya Rossa ragu, tapi melihat raut kecewa Bara jika ia menolaknya tentu menyakiti hatinya juga.
Pada akhirnya Rossa menyebutkan semua nama cewek-cewek pembully itu, dan berakhir mereka semua di skors selama satu minggu. Juga di tambah hukuman permintaan dari Bara, membantu mengantar pesanan di kantin.
Tentu saja hal itu menjadi bahan olokan dan hiburan untuk para penghuni sekolah, terutama yang mempunyai dendam pribadi dengan para pembully itu. Mereka tak habis-habisnya mengerjai mereka dengan memesan berkali-kali sampai mereka kwalahan.
"Pesenan gue mana sih, Gi? Lelet banget Lo!" Sahut salah satu cewek yang duduk di pojok kantin dengan sorot mencemooh.
Anggi menggeram kesal. Ia membanting nampan kosong yang di bawanya dengan keras. "Bodoamat! Lo pikir gue babu? Ambil sendiri sana!"
Di sisi lain, Linda pun mengalami hal yang sama akibat hukuman itu. "Pesen sekali lagi gue gampar lo!"
"Gimana sih? Gue aduin lo biar di tambah hukumannya, mau?"
Linda berdecih, lalu melempar nampan kepada seseorang yang berani mengancamnya tadi. "Sana ngadu! Biar sekalian gue bikin muka lo bonyok kalo gue di hukum lagi!"
Alhasil, kantin menjadi semakin ricuh karena pertengkaran itu. Semua orang berteriak protes dan menyerbu Anggi sekaligus Linda tanpa takut seperti sebelumnya.
Melihat itu, Bara pun tertawa puas. Namun tidak dengan Rossa yang menunduk takut tak berani membalas tatapan penuh ancaman dari cewek-cewek itu. Sungguh, perasaannya tidak enak. Ia merasa sebentar lagi hal lebih buruk akan terjadi padanya.
"Jangan takut. Aku gak akan biarin mereka nyentuh kamu lagi."
***
Apa yang Rossa takutkan akhirnya terjadi. Hal yang lebih buruk terjadi padanya saat ini. Dan disinilah Rossa sekarang, toilet sekolah. Lengkap, para pembully itu semua kini berkumpul mengelilinginya. Entah apalagi yang akan mereka lakukan kali ini, Rossa benar-benar pasrah.
"Udah berani ya sekarang si cupu, ngadu-ngadu. Gara-gara lo gue di skors! Gue di kerjain bangsat! Lo liat apa yang bakalan gue lakuin sekarang! Pegangin guys!"
Rossa memejamkan matanya saat dua cewek memegangi lengannya, dengan Linda yang mencengkram pipinya kasar. Dapat ia rasakan sesuatu memoles bibirnya dengan tak beraturan, ia membuka matanya dan terkejut melihat liptint merah yang mengacak-acak bibirnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/312811437-288-k889084.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Call Me Rossa
Teen FictionDulu di bully sekarang jadi pembully. Dulu di rendahkan sekarang di segani. Dulu di hina sekarang di kagumi. Roda kehidupan memang terus berputar, yang dulunya baik pasti bisa menjadi jahat. Rossaline Amara. Cewek culun yang selalu di panggil cupu...