Satu pagi lagi.
Ia terbangun mendadak. Nafasnya tersengal-sengal, keringat membasahi seluruh tubuhnya. Ia tidak tahu kenapa, tapi akhir-akhir ini mimpi buruk selalu datang. Nadya Indyra mengusap wajahnya yang penuh peluh dan air mata. Ia terisak pelan atas mimpinya yang semakin memburuk. Apa itu? Diperkosa? Kapan? Bahkan umurnya baru 24 tahun.
Tubuhnya gemetar kencang, merapatkan dirinya pada dinding putih di sisi kanan ranjang, Nadya memeluk tubuhnya sendiri. Isak tangisnya mengalahkan rintik hujan dini hari tersebut. Dia ingat terakhir bangun adalah pukul 2 dini hari, namun tidak sampai dua jam, ia terbangun lagi. Ia menarik nafas dan perlahan menenangkan diri. Mengusap wajahnya lagi, Nadya menyusun mimpinya seminggu terakhir.
Mari coba ingat-ingat awalnya...
— Hari pertama di tanggal 1 bulan Juni, ia bermimpi berlari dalam hutan lebat antah berantah. Dia jatuh karena tersandung akar pohon di tanah. Nadya ingat tubuhnya penuh luka itu menangis karena mendapat luka baru. Dirinya terbangun karena rasa nyeri dan berakhir menangis juga tanpa alasan.
— Hari kedua, berikutnya Nadya bermimpi ia berada di ruangan kosong. Penuh debu dan kotoran yang membuatnya harus menahan nafas. Ia berada di lemari kecil, mencoba mengintip sesuatu di luar sana. Tapi disana ia mendengar derap langkah berat. Tubuhnya bergetar ketakutan, ia hampir menjerit ketika pintu kecil itu terbuka. Hari itu diakhiri dengan goyangan dari sang ibu yang membangunnya tepat pukul 4 pagi.
— Hari ketiga, ia merasa kosong. Tak ada mimpi, tapi ia terbangun dengan isak tangis.
— Hari keempat juga begitu.
— Hari kelima.. Nadya bermimpi soal dirinya di waktu kecil. Ia bermimpi mengenai orang tua kandungnya. Memikirkan itu, Nadya terbangun pukul 3 pagi—padahal ia baru tidur sejam yang lalu— Hanya diam dan memikirkan kenapa orang tuanya pergi dan tak kembali.
— Hari keenam, kemarin, Nadya bermimpi lagi. Ia dipukul, didorong, dijambak dan segala jenis penyiksaan fisik. Tubuhnya dicambuk, Nadya bahkan merasakan bagaimana cambuk itu terasa nyata sekali. Nadya refleks berteriak dan membangunkan seisi rumah. Tubuhnya bergetar payah, ia runtuh dari kasur dan berada di balkon secara tidak sadar. Ayah angkatnya membawa ia masuk, tapi Nadya mendorongnya dan melarikan diri ke ruangan lain; bersembunyi disana.
— Dan hari ini. Nadya bermimpi di dalam eskalator. Dalam mimpinya ia sedang berdiri, melihat-lihat ruangan kecil yang membawanya ke atas gedung, namun ketika ia keluar dari besi beton itu disekap dan dibawa pergi. Nadya ingat detailnya, pakaiannya dilepas paksa dan ia terikat pada tali kencang. Nadya gemetar mengingat mimpinya yang terakhir ini.Memutuskan untuk berhenti memikirkan apa maksud dari mimpi sialan itu, Nadya turun dari kasur merasakan dinginnya lantai pagi itu. Ia tidak ingin memahaminya, dan beranjak ke luar kamar menuju ruang tengah. Jam dinding berdetak pelan menunjukkan waktu 5 pagi. Ia membuka pintu paling luar dan melihat hujan yang turun sangat deras. Nadya menyukai hujan. Sangat.
Hujan membawanya pada apa yang ia lupakan.
Membelalak, Nadya berlari ke halaman dan membiarkan dirinya terbasuh air dari langit itu. Menengadah berharap ia mendapatkan secercah ingatan kenapa ia terus bermimpi buruk. Dan sialnya, hujan kali itu membawa Nadya pada masa lalunya di umur itu. Dimana ia adalah korban penculikan, penyiksaan, dan penyeludupan anak di bawah umur.
*****
"Halo, Indy, senang bertemu denganmu lagi."
"Siapa?"
"Aku, Oliya Trisna. Ingat?"
"Engga, aku ga ingat.. kenapa?"
"Kamu kemana aja? Aku nyari kamu sehabis ujian nasional 2018 lalu, tapi katanya kamu pulang. 'Ndy, aku—"
"..."
*****
Nadya yang tidak tahan akan ingatannya itu, berlari ke arah jalanan kosong pagi itu. Ia kesakitan atas kepalanya yang dihujani kenangan selama 3 tahun yang ia anggap hilang. Sepuluh menit berlalu, ia menabrakkan diri ke mobil yang melaju di tengah hujan, dan meninggal di tempat. Nadya Indyra menyesal sudah mengingat kenangannya dan berharap ingatan itu hilang lagi.
Tuhan mengabulkannya dan membawa seluruh ingatan Nadya berserta jiwanya.
YOU ARE READING
Illusion
Short StoryTangan itu bergerak lamat, menuliskan bait-bait kata yang tersusun menjadi kalimat. Ia hanya menginginkan ketenangan. Pikirannya kacau, jadi dia memutuskan untuk menulis semua isi kepalanya. Di dalamnya terdapat bermacam-macam cerita. Penuh deskrip...