Suara Diri

4 2 0
                                    

      Suara tetes hujan beradu di atas atap rumah perempuan yang pemiliknya sedang berkutat dengan laptop dan materi yang harus ia selesaikan esok pagi. Jam berdentang pukul satu dini hari, namun sang empu belum beranjak. Kopi empat gelas sudah habis, cemilan hanya tinggal bungkusnya saja, televisi dalam keadaan mati, hanya ia biarkan ponselnya menyenandungkan musik tenang. Bunyi hujan terus mengguyur atapnya. Perempuan yang berusia dua puluh dua tahun tengah berupaya menyelesaikan tugas kuliahnya yang harus dikumpulkan pagi nanti.

      Tok tok tok!

      Suara ketuk pintu berulang terdengar. Perempuan itu tersentak pelan, ia baru sadar bahwa jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Melirik pintu rumah yang tak jauh dari tempatnya duduk, berpikir siapa yang datang pada waktu ini.

      "Jam segini.. siapa ya?"

      Matanya beralih ke layar lebar laptop-nya mencoba melihat aplikasi obrolan —barangkali ada pesan seseorang yang belum ia baca— namun kosong.

      "Masa iya setan?" Gumamnya pelan. "Kak Gara? Ilo? Mana mungkin sih.." Jawabnya asal.

      Dengan sifat pemberani, ia letakkan laptop-nya pada sofa sebelah yang kosong —yang lain penuh dengan silabus perkuliahannya— dan berjalan ke arah pintu dengan ponsel tergenggam. Musiknya sudah dimatikan, ia membuka ruang obrolan grup dengan tujuan bernama 'Ayudiyaz'. Perempuan itu hendak menelepon keluarganya jika memang orang jahat di depan pintunya.

      Kepalanya dibawa ke jendela dekat pintu. Ada sesosok berwarna hitam tinggi. Sorot lampunya tidak memberikan gambaran pasti, kurang lebih postur laki-laki. Ponselnya tergenggam erat, ibu jarinya siap menekan tombol telepon, dengan ragu ia bertanya dari dalam: "siapa disana?"

      Tok tok tok!

      Suara ketukan terdengar kembali, kini lebih nyaring. Mendadak ponselnya bergetar membuat sang empu beralih melihat layar pintar miliknya, terpampang nama Kasugawa yang mengirim pesan: ini saya tolong buka pintunya, ay. Senyuman kecil terbentuk di bibirnya, terbesit hal jahil di kepalanya.

      Tangannya meraih kenop pintu rumahnya, memutar kuncinya dengan tangan lainnya dan membukanya sedikit hingga menampilkan celah untuk mengintip sosok tersebut. "Halo, dengan siapa dimana?"

      ".... Buka pintunya, saya kedinginan ini—" Sahut sang tamu. Dan bunyi daun pintu terbuka lebar, laki-laki tersebut menatap pemilik rumah yang tersenyum tipis.

      "Heh! Basah— ayo masuk." Ditarik tangan sang lelaki dan mendorongnya pelan.

      Kasugawa membiarkan dirinya ditarik dan masuk ke dalam rumah sang perempuan lebih dalam. Matanya menjelajahi ruang tamu sekaligus dapur dan ruang santai tersebut, ia berhenti berkeliling setelah melihat tumpukan buku dan tebaran kertas di ruang tamu.

      "Jam segini masih kuliah?" Tanyanya pada perempuan yang sudah berada di depannya. Anggukan samar ia terima, "Iya, besok deadline tugas. Eh- ralat, nanti jam delapan pagi."

      Sang empu rumah beranjak menuju kamarnya mengambil beberapa potong pakaian milik Kasugawa. Laki-laki, ah, ralat— pria itu terbiasa datang ke rumahnya di beberapa waktu seperti ini. Terkadang malah sengaja menitipkan pakaiannya, jadi itulah mengapa sekarang pakaian pria yang lebih muda darinya itu mendapatkan pakaian ganti.

      "Nah, ganti sana." Tangannya terjulur memberikan baju kering untuk pria tersebut. "Kamar mandi masih sama kalau kamu takut nyasar." Sambungnya asal.

      Dengusan singkat terdengar dari pria tersebut. Ia pun beranjak menuju kamar mandi yang tak jauh dari dapur, tepatnya di depan kamar perempuan yang bernama Lilyana. Matanya terpaku cukup lama pada papan nama tersebut. Nama yang membuat pria berusia dua puluh tahun terus merasa tidak yakin. Matanya segera beralih dari papan nama pemilik rumah yang tergantung di pintu kamarnya. Di langkahkan kakinya ke kamar mandi untuk segera berganti pakaian setelah mendengar sendok beradu dengan gelas. Itu artinya perempuan yang ia-tidak-tahu-apa-hubungannya dengan dirinya sedang membuatkan sesuatu. Senandung kecil terdengar dari mulut mungil yang sering ia cicipi akhir-akhir ini membuatnya menarik senyum simpul yang jarang terbentuk di wajahnya.

Illusion Where stories live. Discover now