"Aaa ini tokonya? Ih keren banget, Kal, ini cabang ke berapa? Saya melewatkan banyak hal ya..."
Kala menggaruk tengkuknya sambil tersenyum lugas. Dia menatap bangunan di depannya yang merupakan kafe cabang kelima miliknya.
"Ini kelima, Ann. Gimana menurutmu? Aku pakai konsep kamu itu, loh."
"Ihhhh bagusssss, saya kira ga jadi dipakai apalagi kita udahan gini ahaha." Ann tertawa pelan.
Wanita 25 tahun itu maju dan melihat-lihat sisi luar dari bangunan tersebut. Kala mengikutinya dari belakang.
"Yah, sayang kalau engga dipakai. Tadinya untuk cabang ketiga atau keempat, tapi saya lupa terus dan banyak masukan dari keluarga untuk memakai tema lain."
Ann menoleh, matanya menatap langsung pada mata laki-laki tersebut. "Jadi desainku dipakai sewaktu kamu kehabisan ide ya. Jahat sekali~"
"Bukan begitu, Ann-"
"Astaga, saya bercanda, Kala-!" Ann tertawa lepas.
"Bawa saya berkeliling, aku juga mau kopi buatanmu. Kangen sama kopi latte khas milik Kala. Sudah berapa lama ya?"
Kala menyodorkan tangan kanannya dan Ann meraih tangan tersebut. Kala menggenggamnya pelan, tersenyum tipis karena ia disambut kembali oleh Ann.
Ann hanya diam, senyumannya masih terpampang. Dia menunggu, melihat Kala yang seolah sedang berpikir panjang. Mereka melangkah bersama.
"Yah, hampir tiga tahun dari terakhir kali kita bertemu."
"Lama juga ya, omong-omong saya sudah wisuda. Sayang sekali waktu itu kamu ga datang. Saya kerepotan menjawab pertanyaan mereka yang menanyakan 'kamu dimana, mana kala?' Pusing." Ann memijat keningnya perlahan sewaktu mengingat momen wisudanya itu.
Yah, mereka telah berpisah hampir tiga tahun. Kalau diingat-ingat permasalahan mereka banyak.
"LOH?? Ini buku ku?! Kenapa dipajang disini?" Tanya Ann sewaktu melihat etalase buku yang diletakkan Kala.
"Mengenangmu?" Jawab Kala asal. "Sebentar, ayo ke dapur, katanya mau latte."
Ann mengangguk senang, "huum, kangen sama kopi buatan Kala~. Kira-kira rasanya berubah atau tidak, ya?" Tanyanya sendiri. Senyumnya tak luput dari wajah manisnya.
Di dapur, Kala melepaskan pegangan mereka. Rasanya serupa saat Kala mengiyakan permintaan Ann tiga tahun lalu. Ia merasa kosong.
Keheningan menyelimuti dapur tersebut. Ann melihat-lihat barang-barang yang ada disana belum tersusun rapih, kardus-kardus juga masih tertutup, belum banyak barang yang dikeluarkan.
"Hei, saya senang bertemu kamu lagi. Makasih sudah mengundang saya di-grand opening-mu kali ini."
Kala tersentak dari lamunannya. Dia menatap Ann, "Yah, sulit mendapatkan jejakmu, Ann. Kamu benar-benar menghilang."
"Apa saya pernah berkata lain jika saya sudah memutuskan sesuatu? Saya hanya mengikuti kata hati waktu itu. Maaf ya."
Kala menggeleng, tubuhnya bergerak ke sisi mesin penggiling kopi. Menuangkan bubuk kopi yang sudah disediakan. "Bukan salahmu,"
Selagi mencari gelas penyaring dan mengisi air panas, Kala bergerak mengambil gula, "itu salahku yang menerima permintaanmu dan tidak bertanya lagi. Saya memang pengecut ya."
Ann menatap punggung Kala. Ia menggigit bibir bawahnya.
"Tidak. Salahku yang memutuskannya secara sepihak dan menghilang begitu saja." Jari-jarinya terjalin acak. Kebiasaan Ann ketika dirinya kebingungan.
YOU ARE READING
Illusion
Short StoryTangan itu bergerak lamat, menuliskan bait-bait kata yang tersusun menjadi kalimat. Ia hanya menginginkan ketenangan. Pikirannya kacau, jadi dia memutuskan untuk menulis semua isi kepalanya. Di dalamnya terdapat bermacam-macam cerita. Penuh deskrip...