****
"Jadi ...." Beni menatap satu persatu pegawai restorannya yang duduk di depan sana dengan raut menyesal.
Pagi ini secara dadakan Beni mengumpulkan mereka semua dalam satu meja, pun pegawai yang tidak memiliki jadwal kerja. Beni akan mengumumkan sesuatu, ada hal yang harus ia jelaskan pada mereka semua.
Meski hanya memiliki sepuluh karyawan, tapi Beni rasanya perlu bertanggung jawab atas masa depan mereka. "Mungkin apa yang gue omongin ini bakalan bikin kalian kaget." Semua wajah seketika menegang. "Gue mau minta maaf dulu nih sama kalian."
"Ada apa ya, Mas? Kok jadi deg-degan gini." Bunga-sang kasir andalannya bersuara, membuat Beni menghela.
"Kayaknya gue udah gak bisa ngelanjutin bisnis ini lagi."
"Ya?" Kesepuluh orang itu sontak menganga dengan seruan kaget. Bahkan ada yang tidak berkedip saking terkejutnya.
"Jadi ... gimana, Mas?"
"Gue udah gak bisa gaji kalian." Bukan ini yang Beni inginkan, tapi mau bagaimana lagi.
Sales Bebe Resto semakin hari semakin menurun, pelanggan yang datang silih berganti berpergian. Ia sama sekali tidak ada pemasukan, bahkan Beni sudah menggunakan uang pribadinya untuk membayar seluruh gaji pegawai. Uangnya sudah habis, tidak ada yang tersisa. Meminta Papa pun akan percuma, apalagi meminjam uang pada ketiga temannya.
Jadi ....
"Mulai besok Bebe Resto resmi gue tutup," pungkasnya yang membuat seluruh orang menatap kaget.
"Serius, Mas?" tanya Budi, Chef Bebe Resto yang sudah tiga tahun bekerja bersamanya.
"Ya ... gue serius."
"Terus kita gimana?" Kali ini Cika yang bertanya, ia merupakan anak rantau yang harus membiayai adik-adiknya di kampung, kalau Bebe Resto ditutup, bagaimana ia menghidupi keluarganya?
"Oke-oke ... lo semua tenang dulu." Mungkin hanya Beni satu-satunya orang yang masih bersikap santai meski bisnisnya sedang dalam kebangkrutan.
Sebenarnya, Bebe Resto dibangun bukan karena keinginannya memulai bisnis sendiri. Beni hanya bermain-main sekaligus ingin terbebas dari perintah Papa yang membuatnya dimusuhi oleh sang kakak.
Januar Hadinata terus memintanya bergabung dengan perusahaan lalu menggantikan posisi beliau di kursi kepemimpinan tertinggi. Tentu ia tidak secara langsung menyetujui, Beni ingin mejaga perasaan Melani. Lalu tercetuslah satu ide untuk membangun restoran sendiri.
Papa memberinya modal, yang pastinya tidak cuma-cuma. Ada beberapa persyaratan yang harus Beni tanggung, salah satunya bersedia memimpin perusahaan kalau Bebe Resto tidak berjalan dengan baik atau bahasa lainnya bangkrut.
Entah mengapa kesialan seolah tidak bosan menghampirinya. Terlahir sebagai anak laki satu-satunya saja bagi Beni adalah kesialan, lantas haruskah satu-satunya hal yang membuatnya senang terampas begitu saja?
Padahal niat Beni baik, jika ia bisa memulai bisnis sendiri, ia tidak perlu menggantikan posisi Papa di perusahaan, bisa saja kedudukan itu diberikan pada Melani, tapi Januar Hadinata memang luar biasa, beliau tidak bisa dibantah.
Kalau boleh jujur, kebangkrutan restonya ini pasti ada campur tangan sang ayah. Padahal dulu Bebe Resto sangat ramai apalagi menjelang weekend. Tapi lihat sekarang, ia bahkan harus gulung tikar sebelum empat tahun membuka usaha.
"Gue gak akan ngebiarin kalian luntang lantung tanpa pekerjaan." Beni mendesah pendek namun tak lepas memberikan wajah santai. "Gue udah minta Bokap buat kasih kalian pekerjaan di perusahaan dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
FLAWSOME
HumorHidup tidak akan berubah hanya karena kita menginginkannya *** Katanya, setiap manusia di dunia memiliki tujuh kembaran yang berbeda darah atau setidaknya orang yang benar-benar mirip, dan Beni percaya itu. Ia percaya kalau di luar sana akan ada ora...