FLAWSOME 3

2.2K 544 249
                                    

****

Beni seketika meringis sakit saat bekas gigitan yang tercetak jelas di pergelangan tangannya itu tidak sengaja tersenggol oleh dirinya sendiri. Ia lantas mencebik, lalu mengumpat kasar. "Dasar kutu kupret." Ia perhatikan bekas gigitan itu dengan bibir mencibir. "Udah kayak drakula nih bocah."

Tadi siang Beni baru saja mendapatkan sebuah hadiah berupa gigitan dari bocah tengil yang pernah mengatainya penculik. Beni diserang hanya karena ia memaksa Aila untuk masuk ke dalam mobil.

Seperti biasa, Andri lagi-lagi memintanya untuk menjemput Aila, anak kecil yang menyukai cokelat itu tentu saja menolak, Aila tidak ingin Beni yang menjemput, tapi saat ia keluar sekolah, wajah Om Beni lagi yang anak itu dapati.

Aila lalu berontak saat Beni memaksanya untuk masuk ke dalam mobil, dan saat itu lah bocah tengil yang sialnya sangat mirip dengan dirinya itu menghadang Beni dengan sebuah gigitan, alhasil gigitan itu berbekas di tangannya sampai saat ini.

"Keknya dia titisan vampire," gerutu Beni seraya keluar dari mobilnya yang terparkir di lantai basement sebuah kelab malam.

Beni tidak akan pernah lupa nama anak laki-laki itu.

Bevan.

Di pertemuan pertama ia dituduh sebagai penculik, lalu di pertemuan kedua mereka, ia digigit hingga berbekas.

Sungguh, apa Beni memang sesial itu? Padahal tampangnya sudah setampan boyband Korea

"Woyyy, Om Penculik." Dimas melambaikan tangannya dengan girang saat Beni terlihat menghampiri meja mereka.

Andri sudah menceritakan tentang kejadian yang Beni alami di sekolah Aila hari ini. Lelaki itu digigit oleh salah seorang murid laki-laki yang merupakan teman sekelas Aila. Bukan hanya digigit, Beni bahkan dituduh sebagai penculik oleh anak laki-laki tersebut. Tentu saja hal itu membuat Sean dan Dimas tak tahan untuk tidak meledek Beni.

"Teriak Om penculik lagi gue buat Dara jadi janda ya, Dim," ancam Beni begitu ia tiba di meja itu, dimana sudah banyak minuman dan camilan yang tersaji di atasnya.

Dimas lantas mencibir. "Pantes lo dikatain penculik, lo ngancem gue aja kek gangster."

"Gangster apaan?! Muka udah kayak anggota boyband gini lo bilang gangster!" sungutnya kesal. "Gue tuh cocoknya dipanggil Oppa."

"Opa temennya Oma?" ledek Dimas.

Andri lantas melerai dengan gelak tawa. "Udah-udah, ribut aja lo berdua setiap ketemu. Jarang-jarang nih kita kayak gini."

"Abisnya gue sebel," dengus Beni.

Sebenarnya, ada hal yang lebih menyebalkan dari pada mendengar ledekan Dimas, yaitu saat mengetahui kalau restorannya benar-benar bangkrut, apalagi dengan satu fakta kalau ia harus bersedia memulai hidup di perusahaan Papa.

Ck! Beni ingin menghilang saja rasanya.

"Gimana Bebe Resto?" Sean membuka suara setelah sejak tadi hanya membiarkan Dimas yang meledek Beni. "Jadi bangkrut?" tanyanya dengan satu batang rokok yang terselip di jari tangan.

Beni yang hendak menuang vodka ke dalam gelas seketika berdecak, setiap mendengar nama restorannya disebut membuat hati Beni sakit-duh!

"Ya jadilah," sewotnya. "Gak ada yang bisa menghalangi Bokap gue buat mewujudkan kemauannya."

"Wahh, selamat kalo gitu." Andri ikut menyahut seraya bertepuk tangan.

Lihatkan, lelaki paling lurus di antara mereka saja bisa meledeknya seperti itu. Memang benar, tidak ada satu pun di antara mereka yang waras, semuanya memang gila, bahkan Beni rasanya ingin berlindung di dalam rumah sakit jiwa agar Januar Hadinata tidak memaksanya untuk memimpin perusahaan.

FLAWSOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang