FLAWSOME 7

2.2K 502 160
                                    

TEKAN BINTANG DULU NYOKK DAN JANGAN LUPA KOMEN

****

Berlian tidak berhenti menggerutu sejak tadi. Bukan karena pekerjaannya-oh jelas bukan itu, ia bahkan belum melaksanakan tugasnya hari ini dengan baik. Berlian menggerutu pada sosok di depan sana yang sejak tadi tidak berhenti menatap ke arahnya dengan bibir tersungging tinggi.

Apa-apaan ini!

Ya ampun!!! Mana ada sih Asisten Pribadi yang menempati satu ruangan yang sama dengan Bos mereka, bahkan untuk posisi meja pun saling berhadap-hadapan, Berlian risih sekali. Sumpah, Berlian malas sekali melihat wajah itu. Meski ketampanan Beni tidak luntur sejak mereka muda sampai saat ini, tapi Berlian tidak suka ditatap dengan mata itu.

Ingat, Bevan ada karena mata itu terus menatapnya seperti ini!

Meletakan note pad ke atas meja dengan sedikit hentakan, Berlian mengalihkan pandangannya ke depan, tepat pada sosok menyebalkan itu. "Ada yang salah, Pak?" tanyanya setengah kesal, ia datang ke perusahaan ini untuk bekerja, bukan untuk ditatap tidak henti seperti tahanan yang akan kabur. "Atau ada yang Bapak butuhkan?"

"Gak ada," jawab Beni singkat, masih dengan mata yang menatap Berlian dengan sorot tajam.

Ia masih merasa kesal pada wanita itu, Beni kesal karena lima tahun yang lalu Berlian pergi begitu saja tanpa berkata apa pun padanya-oh, tentu saja, wanita itu kabur bersama uangnya. Bahkan, setelah pertemuan mereka hari ini, wanita itu masih saja bersikap seolah tidak ada apa pun di antara mereka.

Kan sialan!

Oke, jangan diingatkan.

"Bapak mau kopi?"

Ck! Lihat kan, bisa-bisanya Berlian memanggilnya dengan sebutan Bapak meski dulu mereka saling mendesah menyebutkan nama masing-masing. Apa wanita itu ingin melupakan kenangan mereka dulu?

"Pak?"

Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, Beni melipat tangannya di depan dada seraya menganggukan kepala. "Hem," balasnya jutek-sejutek wanita itu saat muda dulu.

"Kopi susu, Pak?" tanya Berlian lagi yang Beni balas dengan bibir mencibir.

"Iya, pake susu-" susu lo kalo ada, tambahnya dalam hati.

Mungkin dulu Beni akan dengan santai mengatakan itu pada Berlian, tapi kini ia harus menjaga harga dirinya sebagai seorang pimpinan, pun ia masih belum mau bercanda dengan wanita itu. Beni masih kesal, masih marah karena wanita itu-ahh kenapa diingatkan lagi sih? Ia kan jadi semakin kesal.

"Baik, Pak." Berlian mengangguk, buru-buru beranjak dari kursi menuju pintu.

Ia menarik benda itu hingga terbuka setengah, lalu melangkah keluar dan menutup pintunya dengan cepat. Tiba di luar, Berlian seketika mendesah, ia memegangi dadanya yang berdetak cepat. Berada satu ruangan bersama Beni nyaris membuatnya kehilangan napas. "Astaga ...," helanya lega.

Silvi yang menyadari wanita itu baru saja keluar dari ruangan Bos menatapnya dengan kernyitan di dahi, diamatinya Berlian yang terlihat seperti habis dikejar setan. "Kamu kenapa, Li? Kok pucet gitu?"

Berlian sontak menoleh, lalu mengedipkan matanya dan membuat raut setenang mungkin. "O-oh, itu ... Bapak minta dibuatin kopi, Mbak," ujarnya terbata.

"Ahh ...." Silvi mengangguk, memberi gestur mengusir yang ia indikasikan untuk Berlian cepat-cepat membuatkan Bos mereka kopi, karena meski belum ada sebulan menjadi bawahannya, Silvi tahu bos mereka gemar sekali mengomel "Buruan, sebelum marah-marah," bisik wanita itu.

FLAWSOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang