"Terlihat tampak tenang, namun tak tau jika mulai ada kecurigaan yang terjadi,"
💅💅💅
Casia, perempuan itu sedang menganduk tehnya dengan pelan sambil terbengong di meja dapur.
"Apa!?" mendengar suara Ardiaz suaminya, Casia ikut terkejut dan terperanjat. Perempuan itu langsung bergegas menuju ruang tamu untuk menemui suaminya.
"Kenapa sayang? Ada apa?" tanya Casia panik.
Ardiaz belum menjawab pertanyaan Casia, laki-laki tersebut masih fokus menerima telpon dari seseorang. "Baik, saya akan segera kesana. Terima kasih karena sudah merawat anak saya," telpon dimatikan.
Mendengar ucapan suaminya mengenai Raja, Casia kembali panik. "Ardiaz, ada apa dengan Raja? Apa dia udah ketemu? Siapa yang nelpon kamu tadi?"
Ardiaz bangun dari posisi duduknya lalu berjalan kehadapan istrinya. Berdiri di hadapan Casia dan mengusap pelan bahu Casia. "Raja sudah ditemukan, yang menelpon tadi adalah Pak Agung," ungkap Ardiaz
"Pak RT? Lalu?"
"Iya, Pak RT. Lalu, Raja ditemukan di pinggir jalan dekat perbatasan sawah dengan keadaan tidak sadarkan diri dan memar di beberapa bagian tubuh. Kini keadaannya koma di rumah sakit terdekat."
Brug!
"Casia!?" teriak Ardiaz, Casia terkulai lemas saat mengetahui keadaan putranya. Hilang selama seminggu tanpa pemberitahuan dari siapa pun dan di temukan dengan keadaan memar di beberapa bagian tubuh, siapa yang tidak terkejut mendengar anaknya dengan keadaan tersebut.
"Kenapa? Kenapa harus Raja? Seburuk itukah kekurangan Raja hingga dia diperlakukan seperti itu? Apa salah Raja?" kata Casia dengan derai air mata yang membasahi pipi putihnya.
"Casia, sudahlah. Kita tidak bisa mengetahui apa yang terjadi pada anak kita. Lebih baik kita segera ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan Raja," usul Ardiaz. Laki-laki itu masih mengusap pelan punggung istrinya.
Mendengar ucapan Ardiaz, Casia mengusap pelan air matanya dan berdiri dari posisinya. Dia tidak boleh menangis seperti ini, dia tau jika Raja, anaknya adalah seorang anak yang kuat.
"Ayo Ardiaz, kita temui Raja. Dia adalah anak yang kuat, dia tidak akan lemah hanya dengan diperlakukan seperti itu. Iya 'kan?" Ardiaz melihat ke arah Casia, terpancar senyum paksa yang wanita itu tunjukkan.
"Iya, dia adalah anak yang kuat. Anak yang kita lahirkan dengan sepenuh hati. Dia tidak akan kalah dari siapa pun, rintangan akan selalu dia lewati, dia akan membalas orang yang menindasnya dengan segala kekurangan yang dia miliki," Casia memeluk Ardiaz dan kembali menangis.
Tanpa tunggu lama, setelah mengatakan hal tersebut dan menenangkan kembali Casia, Ardiaz melaju ke rumah sakit dengan mobil miliknya ditemani sang istri.
Sampai di rumah sakit, Ardiaz dan Casia segera menuju ruangan rawat inap Raja. Mang Asep, Mang Ebi dan Pak Agung yang melihat Casia dan Ardiaz datang dari arah tangga darurat segera bangkit.
Ardiaz segera menghampiri Pak Agung. "Maaf pak, sudah merepotkan."
"Ah, tidak masalah. Lebih baik bapak berterima kasih kepada Mang Asep dan Mang Ebi yang sudah menemukan anak bapak." Casia segera menghampiri kedua laki-laki paruh baya tersebut.
"Mang Ebi, Mang Asep nuhun nya. Kalau bukan kalian yang nemuin Raja, saya nggak tau harus gimana," ujar Casia menyalimi Mang Ebi dan Mang Asep.
"Ahhh, gak usah begitu atuh Bu Casia. Itu sudah tugas kita untuk membantu sesama, lebih baik ibu dan bapak segera liat keadaan anak kalian," usul Mang Ebi. Casia mengangguk, Ardiaz dan Casia pun memasuki ruang rawat inap Raja.
Sebelum benar-benar memasuki kamar rawat inap. "Casia, kamu duluan aja. Aku mau ngabarin temen-temen Raja," ungkap Ardiaz.
Casia menganggukan kepalanya, Ardiaz pun menjauh beberapa meter untuk menelfon Altezza.
"Halo," sapa Ardiaz.
"Halo, iya ada apa Om?"
"Kamu masih nyari keberadaan Raja?"
"Masih Om."
"Sudah, hentikan saja. Sekarang kamu ke rumah sakit yang om kirim alamatnya. Kalau kamu sama temen-temen kamu yang lain ajak mereka juga," pinta Ardiaz.
"Loh, kok?"
"Sudah, datang saja. Om tunggu di luar ruangan."
"Oke Om." Telpon dimatikan. Altezza, laki-laki yang sedang asik mencari keberadaan Raja, sahabatnya hanya bisa mengernyitkan alisnya saat Ardiaz, papa dari Raja menelpon dan mengatakan hal tersebut.
Altezza pun memanggil semua teman yang dia ajak mencari keberadaan Raja untuk datang. "Zalfa, Ava, Arisha!"
Ketiga perempuan tersebut menoleh kearah sumber suara. Mereka pun menghampiri Altezza. "Kenapa Za?" tanya Zalfa.
"Kita disuruh berhenti sama Om Ardiaz untuk nyari Raja, tapi, dia juga nyuruh kita dateng ke rumah sakit yang udah dia kirim alamatnya." Altezza memberitahu ketiga perempuan dihadapannya.
Mereka mengernyitkan alis saat mendengar pemaparan dari Altezza. Berhenti? Siapa Ardiaz? Papanya?
"Emangnya si Ardiaz-Ardiaz tu siapa?" tanya Arisha.
"Om Ardiaz itu papanya Raja," jawab Altezza.
"Ohhh, bagus bener ya namanya hahaha," kata Ava sembari tertawa kecil. Setelah perbincangan itu, mereka langsung meluncur menuju rumah sakit yang diberitahu oleh Ardiaz.
Beberapa menit berlalu, mereka sudah sampai di rumah sakit. Dilihatnya bangunan tersebut, tak ada yang spesial, hanya sebuah bangunan sederhana dengan dua lantai di atasnya. "Ini kita yakin tempatnya disini Za?" tanya Zalfa.
"Dari apa yang dikirim Om Ardiaz sih ... ini rumah sakitnya, yaudah sih kita masuk dulu." Mereka memasuki rumah sakit dan menuju ruang rawat inap Raja.
Sampai di tangga darurat, Altezza sudah dapat melihat Ardiaz yang duduk sambil menundukkan kepalanya. Altezza pun memanggilnya. "Om."
Ardiaz sontak tersadar, dilihatnya ada beberapa remaja di hadapannya. Tiga orang wanita dan ... tunggu!
"Kamu ... Zalfa, anak dari Agam kan?" tunjuk Ardiaz pada seorang perempuan disamping Altezza.
"Saya? Iya Om." Tunjuk Zalfa pada dirinya sendiri.
"Ternyata kamu sudah sebesar ini ya. Ya sudah, ayo, saya tunjukkan sesuatu," ujar Ardiaz.
Laki-laki paruh baya tersebut bangkit dari posisi duduknya dan berjalan menuju ruang rawat inap. "Ngapain kita kesana?" bisik Ava dia telinga Zalfa.
"Udah, ikutin aja. Entah kenapa, gue ngerasa ada hal yang bikin kita sedih," jawab Zalfa dengan bisikan juga.
Setelah membuka pintu ruangan, terlihat, seorang wanita paruh baya yang tertidur sambil menggenggam tangan seorang remaja laki-laki. "Itu ... siapa Om?" tanya Zalfa.
"Lihat sendiri." Mereka pun berjalanan mendahului Ardiaz dan betapa terkejutnya ....
Di tempat tidur tersebut, Raja terbaring dengan wajah yang damai. Dengan berbagai alat yang menempel pada tubuh Raja, membuat mereka terkejut.
"Ra-raja." Altezza menutup mulutnya tak percaya. Ada apa dengan sahabatnya? Kenapa dia harus mengalami hal seperti ini?
"Ava, Arisha, i-itu R-raja?" tanya Zalfa. Ava dan Arisha menganggukan kepalanya.
"Dia kenapa om? Kapan Raja di temukan?" tanya Altezza yang sudah ada di samping Raja.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Brawijaya | TERBIT
Teen FictionIni bukan takdir yang dia inginkan, ini bukan hal yang menyenangkan. Selalu mendapatkan pembullyan setiap saat hanya karena sebuah kekurangan yang dirinya miliki. Kegelapan selalu menyertai bak sebuah bayangan. Suara gunjingan selalu terdengar ditel...