"Kalau masalah nyakitin hati orang, semua orang juga bisa,"
💅💅💅
"Yang betah temenan sama Zalfa ya, Nak. Tolong jaga dia, dia anaknya hiper aktif hahaha." Agam menepuk bahu Altezza dan Raja perlahan.
"Papa apaan sih," ketus Zalfa mendengar ucapan papanya. Memangnya dia seperti itu, sampai papanya harus mengatakan hal itu kepada kedua temannya.
"Bukan apa-apa Zalfaaa, kamu selama ini selalu sama Ava dan Arisha, papa juga perlu kamu di jaga oleh laki-laki, yang pasti, laki-laki yang menurut papa suatu hari nanti pasti akan selalu ada untuk kamu," jawab Agam sembari sedikit melirik Raja.
Abila yang mendengarnya, hanya menggelengkan kepalanya. Suaminya memang sangat random, kadang sangat malas melakukan hal, terkadang jadi ahli ceramah seperti saat ini, terkadang jadi orang yang sangat pemarah.
Tetapi, di balik tingkah suaminya, ada Zalfa, anak mereka yang selalu membuat papanya tertawa lepas tanpa memikirkan apa pun.
"Sudah-sudah, jangan di goda terus Zalfanya. Tante sama om mau istirahat dulu ya, kalian main aja dulu. Zalfa, kalau mereka mau makan bisa kamu panasin aja itu suruh si bibi untuk makanannya, kalau mau nyemil itu di kulkas sama lemari atas ada jajan sama es cream. Kalau mau jajan di luar go food in aja oke? Kalau gitu kita ke kamar dulu ya, bye ... inget pesen mama ya Zal, ayo Pa." Abila menarik lengan suaminya dan mengajaknya ke kamar untuk beristirahat.
"Iya, Maaa," jawab Zalfa dengan malas. Mereka pun menikmati waktu bermain mereka dengan berbagai hal hingga waktu jam pulang tiba.
"Eh, udah agak malem nih. Gue sama Raja pulang duluan ya? Soalnya Raja nggak bisa pulang terlalu malem, gak dikasi mamanya gara-gara kesehatan Raja kurang kalo di malam hari," ucap Altezza pamit, berdiri dari posisi duduknya dan membantu Raja untuk berdiri menyamai posisinya.
"Iya, gue nggak bisa dapet angin malem. Jadi, gue pulang duluan," susul Raja membenarkan ucapan dari Altezza, sahabatnya.
Zalfa, perempuan yang sedang membenahi beberapa barang-barang berhenti sejenak mendengar ucapan kedua laki-laki di sampingnya.
Zalfa menghampiri kedua laki-laki, perempuan itu menepuk pelan kedua bahu mereka. "Ya udah, kalian pulang aja. Besok, pas ke kantin kita makan bareng berlima, oke?" Raja segera mengangguk.
"No Problem, cari aja gue sama Altezza ke kelas," jawab Raja santai.
"Gampang."
"Kalau gitu, kita pulang ya. Ava, Arisha, gue sama Raja pulang duluan ya!" Ava dan Arisha yang mendengar seruan Altezza seketika menoleh.
"Iya! Tiati lo berdua," jawab Arisha.
"Yoo! Jangan lupa pulang lewat jalan raya." Siapa lagi yang mengatakan hal itu selain Ava. Perempuan itu selalu saja mendapat bahan candaan.
"Nggak sekalian pulang lewat langit, turun gunung lewati lembah, dan mendarat mengarungi planet dan laut? Ada-ada aje lo." Semua tertawa mendengar celotehan Zalfa.
Raja dan Altezza pun pulang. Zalfa kembali melanjutkan pekerjaannya untuk merapikan ruang tamu. Jam sudah menunjukkan pukul 07.00 malam, dari arah tangga lantai dua, suara hentakan kaki terdengar.
Tak! Tak! Tak!
"Loh he, loh he, kok sepi?" ujar seorang laki-laki paruh baya yang datang dari arah tangga.
"Kalau rame namanya kuburan Om," celetuk Ava menjawab ucapan dari Agam, Papa Zalfa.
"Nah, kalau sepi namanya pasar. Sepi pembeli maksudnya hahah," susul Arisha.
"Bisa aje lu, Tukinem sama Tukiyem," jawab Agam sembari terkekeh pelan.
"Mama mana Pa?" tanya Zalfa ke arah Zalfa.
"Mama kamu? Tuh," tunjuk Agam ke arah tangga di belakangnya.
"Kenapa nyariin mama heum?" tanya Abila, perempuan paruh baya itu perlahan menuruni satu per satu anak tangga.
"Mama ... Zalfa laper. Masakin," rengek Zalfa ke arah Mamanya.
"Abila channnn! Sayangku, bidadariku, malaikatku, ayangku, muach! Love you ayangkuuuu." Agam berjalan ke arah Abila dan memeluk perempuan itu.
"Dih, gila lagi bapak lo Zal," ucap Ava bergidik ngeri melihat kelakuan Agam yang mulai manja pada Abila.
"Heleh, bilang aja gak mau kalah sama aku. Pasti ada maunya nih, nanti malem," jawab Zalfa, sambil menunjuk Agam, papanya.
"Ehehe." Agam menunjukkan deretan gigi putihnya.
Mereka yang ada disana hanya bisa menggelengkan kepalanya. Beginilah kelakuan tiga orang keluarga kecil ini, selalu ada yang mereka buat bercanda.
***
"Rajaaa."Tok! Tok!
"Kenapa, Ma?" tanya Raja dari dalam kamar.
"Teza udah di luar nungguin." Beritahu Casia pada anaknya.
"Iya, suruh tungguin lagi lima menit. Aku lagi make sepatu!" pinta Raja pada mamanya.
"Ja, gue udah di depan kamar lo." Raja memutar bola matanya malas. Padahal sudah Raja beritahu mamanya agar memberitahu Altezza untuk menunggunya saja di ruang tamu.
"Masuk aja Za," panggil Raja.
Altezza memasuki kamar Raja yang tidak terkunci. Terlihat, Raja duduk di lantai kamar sembari memasang sepatunya.
"Rajaaaa, yuhu! Cepatlah sikit, dah jam ni." Altezza jongkok di hadapan Raja yang sudah selesai memasang sepatu pada kakinya.
"Huft ... mager banget gue sekolahhhh. Bisa ga sekolah ga sih? Mending gue home schooling aja," keluh Raja di hadapan Altezza.
Tanpa ba bi bu lagi, Altezza berdiri, mengambil tas Raja dan meraih tangan Raja membuat lelaki itu berdiri menyamai Altezza.
"Paan sih!" ketus Raja.
"Sekolah! Nggak ada, libur libur club. Baru aja lo sembuh abis kena musibah, sekarang minta libur lagi. Kalo ada yang macem-macem, nanti gue slepet palanye."
"Heleh, kemaren gue kena bully kemana lo? Sok-sokan mau slepet orang," cibir Raja.
"Y-ya, gu-gue 'kan gak tau kalo lo bakal kena bully sama tu orang. Kalo depan mata kepala gue sendiri, mana ada kata ragu buat slepet orang." Altezza dengan bangga mengatakan hal tersebut.
"ALTEZZA! RAJA! AYO SEKOLAH, UDAH MAU JAM SETENGAH DELAPAN NIH! KALIAN GAK SEKOLAH?" teriak Casia dari arah ruang makan.
Altezza membulatkan matanya mendengar ucapan Casia, sedangkan Raja hanya bisa terdiam dengan ekspresi datarnya.
"Anjir! Ayok Ja, kita berangkat."
"Woah! Pelan-pelan anjing," kejut Raja saat tangannya di tarik oleh Altezza.
Mereka berdua memasuki mobil, Altezza mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. "TEZA! LO MAU MATI JANGAN NGAJAK-NGAJAK GUE BANGSAT! GUE DAH BUTA JANGAN NAMBAHIN BEBAN DOSA GUE LAGI GEGARA MATI NGGAK JELAS BANGKE!?" teriak Raja di sela perjalanan mereka.
"Tenang Ja, nanti dosanya 50:50! Gue mah adil orangnya," jawab Altezza membuat Raja semakin kesal.
Selang beberapa menit, mereka sudah sampai di sekolah lima menit sebelum gerbang di tutup. Altezza menghela napas lega saat sudah sampai di sekolah, sedangkan Raja ... Eee, lelaki itu ...
Bagaimana ya mendeskripsikan kondisinya? Di bilang marah, iya, di bilang kesal, iya. Di bilang lega juga iya, ekspresi wajahnya tak dapat dideskripsikan.
"Huh ... hah ... Mending gue terlambat sama supir di banding sama lo Za. Trauma gue bangke," ucap Raja sembari mengelus dadanya yang ngos-ngosan.
TBC
Halo para pembaca Raja Brawijaya! Diinformasikan bahwa, chapter cerita ini hanya sampai disini. Karena, untuk selanjutkan akan difokuskan ke novel yang akan segera terbit. Terima kasih, love you guys ❤️✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Brawijaya | TERBIT
Fiksi RemajaIni bukan takdir yang dia inginkan, ini bukan hal yang menyenangkan. Selalu mendapatkan pembullyan setiap saat hanya karena sebuah kekurangan yang dirinya miliki. Kegelapan selalu menyertai bak sebuah bayangan. Suara gunjingan selalu terdengar ditel...