Empat hari sebelum pernikahan Gina
di Yogyakarta
Raina tidak pernah menyukai rasa senang yang berlebihan, karena setiap perasaannya sedang meluap-luap selalu berujung sesuatu hal yang kurang baik. Raina tidak pernah mengerti kenapa semua hal-hal genting dalam hidupnya selalu terjadi secara mendadak. Seperti penyakit Mama yang diketahui di detik-detik terakhirnya, seperti kepergian Mama, dan seperti saat dimana Papa jatuh lima tahun lalu. Dan sama seperti pagi ini, hal yang tidak pernah terbersit sedikitpun dalam pikiran Raina.Raina duduk dikursi penumpang, dengan Rei yang menyetir dibelakang kemudi. Pikirannya kosong, ia hanya menatap kearah luar jendela yang penuh dengan titik-titik hujan. Laki-laki disampingnya juga diam sejak pertemuan mereka di bandara. Sebenarnya ini pertemuan pertama mereka sejak terakhir kali mengantarkan Rei berangkat ke Jogja. Raina kira ia akan bertemu kembali dengan Rei saat ia menjemput laki-laki itu pulang ke Jakarta. Sayangnya semuanya berubah tepat setelah subuh tadi, Tante Demi meneleponnya.
"Raina, yang ikhlas ya yang tenang. Ayah sudah enggak sakit lagi."
Telepon singkat yang membuat sekujur tubuh Raina gemetar, subuh tadi Raina merasa udara disekelilingnya menipis. Raina sesak napas, namun ia tetap bergegas mengambil tasnya lalu membeli tiket ke Jogja dengan penerbangan yang paling memungkinkan. Selama perjalanan dari apartemen sampai bandara pun, perempuan itu terus menatap jendela. Tangannya gemetar saat berusaha menelepon Rei, namun sepertinya Tuhan mengerti kalau Raina tidak sanggup mencari kontak Rei sampai akhirnya Rei sendiri yang menelepon Raina.
Tante Demi juga memberitahu Rei tentang kepergian Ayah.
Beberapa hari sebelumnya, Tante Demi mengabari kalau Ayah masuk Rumah Sakit karena Ayah mengeluh dadanya nyeri. Semua masih menunggu hasil pemeriksaan, sehingga Tante Demi meminta Raina agar tidak usah pulang ke Jogja terlebih dahulu. Rei juga menenangkan Raina dengan mengatakan kalau ia akan sesekali menjaga Ayah Raina saat laki-laki itu sempat.
Namun subuh ini, Ayah serangan jantung dan tidak tertolong.
Mobil berhenti di depan Rumah Duka, Ayah masih ada di ruang jenazah dan baru akan dimandikan sesaat Raina tiba. Rei merangkul Raina, menuntun perempuan itu menemui Ayahnya.
Semua pelukan keluarga menyambut Raina, semuanya bergantian memberikan kekuatan kepada Raina yang sudah tidak sanggup untuk berkata-kata. Seorang petugas menghampiri, mengatakan kalau sudah saatnya jenazah dibersihkan dan ditempatkan didalam peti. Dengan langkah berat Raina memasuki kamar jenazah yang sangat dingin, menghampiri Ayahnya yang sedang tertidur pulas.
Tangisnya pecah, memeluk Ayahnya yang terasa sangat dingin.
"Ayah maaf Raina enggak pulang nemenin Ayah.."
"Ayah maaf Raina enggak ketemu Ayah untuk terakhir kalinya.."
"Ayah maaf..."
Lirihan Raina ditelinga Ayahnya, hanya bisa didengar oleh Rei yang terus berada disisi perempuan itu. Laki-laki itu juga meneteskan air matanya, memegang kedua bahu Raina berusaha memberikan kekuatan pada perempuan itu. Untuk kedua kalinya Rei melihat Raina hancur.
***
Ruang duka Ayah dipenuhi oleh para pelayat. Keluarga Ayah dan Mama, teman-teman Ayah, dan rekan kerja Ayah semuanya hadir. Banyak sekali yang menyayangi Ayah, hal itu cukup membuat Raina sedikit lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEET YOU [COMPLETED]
General Fiction[Cursory's Sequel] Ini tentang Raina Kalana Geraldine, tentang cinta pertama dan lukanya. Tentang caranya untuk menghadapi luka itu, tentangnya yang ingin menyembuhkan luka itu. Tentang dilema antara kerinduannya terhadap Kota Jakarta atau kerinduan...