You Decide

772 55 0
                                    

RAINA

"You are the best thing that has ever happened to me, Kalana. I'm so sorry for being such a bastard. "

Perkataan Rei menjadi penutup malam kami. Aku kembali ke apartemen masih dengan perasaan campur aduk, masih dengan banyaknya kata "seandainya" yang terus bergema dipikiranku.

Pagi ini aku terbangun dengan rasa pusing di kepala. Aku berguling ke sisi lain tempat tidurku, menatap kaca lemari yang memantulkan refleksi diriku. Tiba-tiba pikiranku melayang ke kemarin sore dengan bayangan Gilang yang menyatakan perasaannya. Semalam pikiranku hanya terisi dengan aku, Rei, dan masa lalu kami sehingga aku lupa tentang Gilang.

Ah, aku harus bagaimana kalau bertemu Gilang.

Kami sudah berbincang panjang lebar dengan menjelaskan segala situasi yang terjadi dan Gilang yang mengatakan kalau ia baik-baik saja karena tujuannya hanya untuk melepaskan perasaannya sendiri. Sama sepertiku yang meminta Rei untuk menjelaskan semuanya.

Memberi penjelasan dan menerima penjelasan selalu menjadi cara paling tepat untuk meringankan perasaan.

Aku kembali menatap langit-langit kamarku, menarik napas panjang lalu beranjak dari tempat tidur untuk bersiap ke kantor.

***

Aku sampai di kantor tepat pukul 08.30, yang artinya aku sudah terlambat. Setelah melakukan tapping pada tape gate gedung kantorku aku buru-buru menekan tombol lift untuk menahan agar pintu lift tidak tertutup.

Ting!

"Santai Raina, masih setengah sembilan."

Suara familiar tertangkap oleh indra pendengar ku. Gilang berdiri didalam lift sambil menahan pintu dengan tangannya. Aku hanya tertawa pelan sambil mengatur nafasku yang menjadi tidak beraturan karena berlari.

"Bu Rita galak soalnya, report kemarin belum gue email."

"Pantes.."

Hening. Setelahnya tidak ada percakapan lagi dan perjalanan ke lantai 18 terasa sangat lama hari ini. Aku merasa salah tingkah, biasanya aku dan Gilang tidak pernah secanggung ini. Pandanganku fokus pada ujung sepatu ku, tidak berani menatap sekeliling yang dimana hanya ada aku berdua dengan Gilang setelah satu orang penumpang lift turun di lantai 8.

"Raina, tentang kemarin. Gue harap kita tetap bisa temenan kayak biasa ya. Gue enggak mau tiba-tiba kita jadi ngejauh dan enggak temenan lagi. I'm totally fine, jadi lo jangan jadi enggak enak ya sama gue?"

Aku mengangkat kepalaku, menatap Gilang yang ternyata sedang menatap lurus kearah pintu lift.

"Lagian bukan masalah saingan gue itu masa lalu lo. Tapi ada tembok tinggi yang enggak akan bisa dan enggak mau gue lewati. Takut kualat." Lanjut Gilang sambil menoleh kearahku dengan senyum jenaka nya, yang membuatku mau tidak mau juga ikut tersenyum.

"Gilang, makasih ya."

***

REI

Terik matahari terasa menyengat kulit, namun untungnya tertolong oleh pohon beringin yang menjadi tempat gue untuk berteduh siang ini. Gue menghisap rokok yang baru saja gue nyalakan, lalu menghembuskan asapnya secara perlahan. Disebelah gue ada Mas Bayu, salah satu rekan kerja gue.

MEET YOU [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang