BAB 7

1.5K 107 42
                                    

"UDAHLAH, Fi!" Nilam menghela nafas berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"UDAHLAH, Fi!" Nilam menghela nafas berat. "Nggak penting juga kita berdebat sekarang. Hubungan kita udah selesai."

Nilam tidak mengerti kenapa Lutfi tiba-tiba mengungkit hubungan mereka yang telah usai. Pembahasan itu jelas bukan hal yang baik. Terlebih, tidak baik bagi hatinya sendiri. Nilam sendiri tidak yakin apa yang sedang hatinya rasakan sekarang.

Ada rasa senang sekaligus perasaan enggan di saat bersamaan. Akan tetapi, hal terpenting dari itu semua adalah adanya Arga. Bagaimana bisa Nilam memikirkan perasaannya saat dirinya sedang terjerat dalam ikatan kusut yang sulit di urai bersama Arga?

"Aku serius waktu aku bilang aku masih sayang sama kamu," jelas Lutfi. "Aku nggak berharap lebih, tapi setidaknya jangan sama Arga. Aku siap bantu kamu untuk lepas dari Arga. Hubungan kalian nggak sehat."

Nilam sangat tahu itu dan pernyataan Lutfi jika ia siap membantu jelas terasa seperti angin segar. Namun, menerimanya juga terasa seperti badai yang siap menerjang. Melibatkan Lutfi akan semakin memperumit masalah.

"Paling parah mungkin aku dapet bogeman aja," ucap Lutfi setengah bercanda seolah tahu apa yang tengah Nilam khawatirkan.

Nilam melirik ke arah Lutfi yang mulai kembali menjalankan mobilnya. Senyum tipis masih menghias wajahnya usai perkataan mengerikan yang ia anggap seperti lelucon. Meski itu hanya sebuah bogeman, bagaimana bisa Nilam membiarkan Lutfi menerima hal yang bukan menjadi urusannya?

"Jangan overthinking!" Lutfi berkata tanpa mengalihkan atensi dari jalanan di depan. "Yang kamu takutkan belum tentu terjadi."

Lagi, pria itu membaca bagaimana keruhnya pikiran Nilam dengan berbagai kemungkinan terburuk. Namun nyatanya, segala yang ia takutkan bukan sebuah kemustahilan. Semua kemungkinan bisa saja jadi nyata.

Denting ponsel mengalihkan kemelut dalam otaknya. Nama Arga muncul di lockscreen sebagai pengirim pesan.

Arga : Jangan lupa kabari kalau sudah sampai rumah!

Nilam : Iya, Mas!

Nilam menutup kembali layar ponselnya. Ia menyandarkan kepala di headrest. Luka di dahi yang masih tertutup kasa putih terasa berdenyut meski telah beberapa hari berlalu. Kepalanya mendadak terasa berat. Nilam benci situasinya. Ia tidak suka dengan kebohongan tapi ia justru telah berkali-kali berbohong pada Arga hanya dalam beberapa hari. Lantas, mau bagaimana lagi?

Kebohongan-kebohongan itu seperti selang bocor pada tabung oksigen milik penyelam. Ia tidak mungkin tetap berada di dalam air. Ia harus memaksa diri menempuh jalur panjang menuju ke permukaan meski beresiko kehabisan oksigen di tengah jalan.

Kepala Nilam menoleh pada Lutfi yang masih fokus menyetir. Kedua tangannya yang berada di atas paha saling menggenggam erat. Ucapan Arga soal pernikahan menyeruak dalam benak seolah bayangan hitam yang menghantui kehidupannya. Jika ia tidak segera bertindak, maka tak hanya bayangan, tapi dirinya justru akan terkunci dalam ruangan gelap pekat tanpa cahaya.

Reach Out (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang