05 | Emangnya Salah?

87 5 0
                                    

Nayna masih membeku di depan Devran, benarkah apa yang dikatakan oleh Devran? Devran menyukai dirinya? Nayna bertanya-tanya dalam hati, kenapa harus dia, kan masih banyak perempuan di luar sana yang lebih baik dari dia.

"Bappaa-paakk-pak, suka sama saya?," tanya Nayna gugup.

"Iya, emangnya kenapa?"

"Kan diluar sana masih banyak perempuan yang lebih baik dari saya Pak."

"Salah kalau saya jatuh cinta sama sekertaris saya? Bukannya jatuh cinta kepada siapa aja itu nggak melanggar hak asasi manusia?"

"Eumm, iya sih Pak. Cuma ....."

"Kamu takut jadi bahan omongan di kantor?"

"Buk-bukan-gitu, tapi anu Pak ..."

"Kalau kamu takut jadi bahan omongan di kantor, saya yang akan tanggung jawab dan saya akan bilang ke seluruh karyawan kantor bahwa kamu adalah calon istri saya."

Nayna tidak berkutik sama sekali, Nayna bingung harus mengatakan apa di hadapan Devran. Gadis itu menegak kopinya sampai benar-benar habis, Nayna menghela napasnya sejenak, ia mencoba untuk berpikir positif. Diam seribu bahasa Nayna mencoba menetralkan pikirannya. Hening.

"Pak Devran, saya belum bisa menjawab sekarang ataupun belum bisa membalas perasaan ke Bapak, maaf sekali lagi."

"It's okay, nggak usah terburu-buru," ucap Devran.

"Gimana kalau kita mengenal kepribadian kita dulu masing-masing?, ya walaupun kita udah kenal, tapi kita juga butuh kenal lebih dekat lagi kan Pak?"

"Okay, deal, untuk saat ini kita melewati masa mengenali diri masing-masing dulu ya," ucap Devran tersenyum.

Nayna mengangguk pelan, untung saja Devran mau mengerti keadaan Nayna sekarang, bagi Nayna ini sangat tiba-tiba, tetapi Devran sudah tidak kuat memendam perasannya ke Nayna, terlebih Devran tahu bagaimana watak gadis ini. Entah keyakinan dari mana yang membuatnya yakin bahwa Nayna bisa menjadi ibu sambung yang baik untuk anaknya-Hazel.

"Kalau begitu saya ke kamar dulu ya Pak," ucap Nayna.

"Silakan."

Nayna meninggalkan Devran sendirian di coffe corner, gadis itu akhirnya merebahkan badannya ke kasur, hari ini begitu melelahkan. Dia menatap langit-langit kamar hotel, rasanya masih tidak percaya bahwa dia ditembak oleh seorang bos besar seperti Devran Almahendra. Nayna berperang dengan pikirannya, dirinya dan egonya. Nayna belum menyadari bahwa apakah di dalam dirinya ada perasaan cinta untuk Devran atau tidak. Entahlah. Yang jelas saat ini belum bisa berpikir jernih saat ini, emosi dan pikirannya berkecamuk dan menari-nari indah dalam angannya. Belum lagi soal Aldebaran yang datang kembali dan meminta Nayna untuk mendengarkan penjelasannya dan meminta Nayna untuk kembali bersama. Harapan ia saat ini, semoga besok pagi tidak canggung ketika bertemu dengan Devran Almahendra.

Di kamar Devran, ia meresa lega sudah mengungkapkan perasaannya kepada Nayna. Keyakinan hati Devran untuk memilih Nayna sebagai istri dan ibu sambung untuk sang anak sudah bulat. Dia yakin seribu persen bahwa jika Nayna menjadi ibu sambung Hazel, anak itu pasti akan senang sekali, apalagi Nayna mirip sama mendiang istrinya.

***

Pagi menjelang, sedari pukul lima pagi, Nayna sudah terjaga, Nayna kini sedang menikmati sarapan di dalam kamarnya, Nayna memesan kue dari bakery hotel dan secangkir kopi di pagi hari, sambil menikmati sarapan Nayna menonton televisi, acara yang dia tonton adalah gossip artis tanah air. Teringat akan bosnya itu, Nayna memutuskan untuk membangunkan Devran, siapa tahu duda tampan itu masih tidur. Nayna mengetuk pintu kamarnya, namun tidak ada jawaban, ia mengetuk sekali lagi namun tidak ada jawaban, telpon dan chat pun tidak di balas olehnya. Dan untungnya, ada petugas hotel lewat di depannya, ia pun bertanya kemana perginya Devran.

Mas Duda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang