Bagian 22; Rumah Sakit pt.2

1.3K 165 18
                                    

TW//CW; HARSHWORD.
__________

Malam terus berganti, hari terus berlalu, waktu terus berjalan, tak terasa sudah dua minggu terakhir ini Renjun belum berniat menyandang kesadarannya. Haechan melihat itu merasakan sakit yang mendalam, setidaknya dia ingin netra kekasihnya ini terbuka walau sekali saja.

Dalam diam Haechan menyesap kopi yang dia beli di minimarket terdekat, sambil melihat setiap inci tubuh Renjun. Haechan termenung dalam keheningan.

Tangannya turun meletakan kopi yang dia minum barusan diatas nakas, kemudian bergerak naik menggenggam tangan sang kekasih yang sedikit dingin. Kepalanya ia miringkan dan direbahkan diatas dada bidang Renjun.

Mata Haechan tak berhenti melirik netra Renjun, tanpa sadar dirinya bergumam.

"Kapan lo bangun? Gue kangen.." Lanjutnya dengan menatap tangan Renjun yang tak kunjung membalas genggamannya.

Tapi, sesaat kemudian bak seribu keberuntungan, Renjun membuka matanya.

"Aarrggghh." Renjun meringis perih ketika kesadaran menyandang tubuhnya.

"R-renjun? Lo akhirnya bangun? Mau gue panggilin suster gak? Atau dokter? Atau temen-temen lo?" Tanya Haechan sedikit panik ketika mendengar Renjun meringis.

Akan tetapi Renjun hanya diam, namun beberapa waktu setelahnya ketika Haechan ingin beranjak keluar memanggil para petugas medis, pergerakannya dicegat oleh Renjun.

Renjun memegang erat lengan Haechan, kemudian dia menggeleng kecil dan mulai memberanikan diri untuk membuka suara.

"Jangan.. gue cuman butuh lo."

Tak berpikir lama Haechan menurutinya, dia kembali mengambil tempat duduk disamping ranjang Renjun. Kemudian dia bertanya diiringi dengan beberapa celotehan kecil.

"Lo baik-baik aja?"

"Ada yang sakit? Dimana? Biar gue bantu obatin."

"Elo sih! Pake ajak gue ke cafe, jadi ginikan!"

"Lo tau gak sih, gue itu khawatir sama lo."

"Kata dokter kalau lo gak sadar selama tiga minggu kedepan, alat bantu pernapasan lo bakal dicabut. Hufftt~ tapi untungnya lo udah sadar sekarang, gue lega."

Renjun sedikit memiringkan kepalanya, "Lega?"

Haechan mengangguk pelan, "Iya. Gue lega, gue gak jadi kehilangan lo."

"Hahaha, so? Lo udah maafin gue?"

Namun mirisnya Haechan menggeleng, "Nope."

"Ah okay, gue ngerti. Take your time, Haechan."

Senyuman kecil Haechan berikan padanya, "I will. And now, lo juga harus ambil waktu istirahat lo."

"Thanks, bear."
Akhir kalimat Renjun, lalu mulai membenarkan sedikit posisinya untuk tidur.

Haechan membantu sang kekasih dengan menarik selimut, yang tadinya sedikit turun ke bawah karena pergerakan Renjun.

"I'm confused, I can't make a decision, but one thing you should know. I love you." Bisik Haechan pada Renjun, sebelum sang empu memejamkan mata.

***

Dua hari berlalu, Renjun dan Haechan melalui harinya dengan begitu cepat. Kini kondisi kesehatan Renjun mulai membaik, berkat Haechan tentunya. Keduanya sudah bisa bercanda tawa sekarang, tak ada yang perlu dikhawatirkan karena Renjun sudah melalui masa kritisnya.

[✓] Beloved BearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang