"Lee!"
Vanora berbalik begitu mendengar nama nya di panggil, ia hendak meninju siapapun itu yang berani menggunakan nama belakang nya. Namun ia urungkan ketika melihat pria berperawakan tinggi menggunakan Setelan hitam nya menatap nya tajam.
Vanora menelan ludah nya kasar lalu berdeham sejenak.
"Papa."
Pria itu berdiri tepat di hadapan gadis itu, menatap nya penuh ancaman. "Pergi ke kantor, guru mu memanggil mu."
Vanora melirik ke arah temen nya, mereka semua memandangi nya dengan tatapan takut namun senang melihat diri nya tunduk di hadapan Ayah nya. Vanora menarik nafas kemudian mengikut Ayah nya dari belakang, berjalan menuju ruang guru, maksudnya, ruang Rapat para guru.
Ketika masuk, yang ia lihat adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala sekolah, Psikiater sekolah dan beberapa guru. Ia terlihat seperti tahanan yang di tangkap karena mencoba kabur dari penjara.
Ayah nya melemparkan kertas ke atas meja tepat di hadapan anak nya. "Lihat, berapa banyak nilai yang kosong di sana."
"Tuan Lee," Kepala Sekolah mencoba menenangkan pria itu. "Nora pasti punya alasan, lagipula kemarin dia sedang sibuk Turnamen Basket—"
"Aku tak peduli dengan Turnament apapun!" Tuan Lee membentak, "Itu tak berguna sama sekali!"
Degh.
Vanora menatap Ayah nya dengan nanar, memprotes bahwa ucapan itu sama sekali tidak benar.
Tuan Lee kembali menatap nya, melihat ketidaksukaan sang putri, dia kembali menegaskan pandangan nya. "Kau bukan apa-apa di bandingkan dengan Kakak mu."
Vanora mengeraskan rahang nya. Mata nya sudah memerah menahan amarah. Ucapan sang Ayah benar-benar menusuk hati nya.
Tuan Lee menaikkan dagu nya sedikit lalu berjalan mundur dan meraih kertas yang ia lemparkan sebelum nya. Ia membaca ulang daftar-daftar nilai milik anak nya dan terlihat menghela nafas berkali-kali.
"Bagaimana dengan tugas Egypt—"
Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan pria dengan rambut keriting acak-acakan nya memakai kemeja kotak-kotak di lapisi Jaket abu-abu nya menenteng tas selempang nya. Ia terkejut melihat semua orang menatap nya hingga mata nya menoleh ke arah gadis itu.
"Tuan Grant, perkenalkan Tuan Christian Lee. Dia Ayah dari Miss Lee," Kepala sekolah itu memecah keheningan, "Dan salah satu penyumbang terbesar sekolah kita."
Steven diam sejenak lalu mengangguk mengerti. Melihat sang Ayah yang begitu dingin, tak heran anak nya mempunyai tatapan yang membekukan.
Tuan Lee kembali menatap anak nya, "Kau punya lima tugas yang belum kau selesaikan pada pelajaran Egypt."
Steven memandangi pria itu lalu putri nya secara bergantian lalu tersentak kecil, seakan mengingat sesuatu. "Oh!" Steven menunjukkan satu jari nya meminta waktu mereka sebentar kemudian membuka tas nya secara terburu-buru. Pria itu mengeluarkan empat tugas makalah dan meletakkan nya ke atas meja.
Steven kembali mundur sambil menatap gadis yang juga menatap nya heran. "Miss Lee sudah menyelesaikan empat tugas nya." Ucap Steven sambil tersenyum canggung dan kembali menatap Vanora yang terus menatap nya meminta penjelasan.
Keadaan menjadi hening, semua saling tatap kecuali Tuan Lee yang hanya memandangi pria itu dari atas sampai bawah. Ia hampir tak percaya putri nya mau mengerjakan empat tugas sekaligus dalam satu hari? Tak heran semalam dia tak terlihat seharian.
"Well," Tuan Lee berdeham sebentar, "Apa yang satu lagi?"
"Tugas membentuk Replika patung dewa dari tanah liat." Balas Steven dengan sopan dan senyuman lembut.