Pagi itu terasa berbeda. Saat matanya mulai mengerjap menyesuaikan cahaya yang menembus lewat celah gorden, denyut nyeri di kepala dengan sensasi kering dan panas di lorong tenggorokan mulai ia rasakan.
Menggosok kelopak mata perlahan sebelum manik karamelnya menyapa dunia yang begitu kejam mempermainkan, aroma sejuk dan menenangkan sudah lebih dulu menyeruak menggelitik hidung. Wanginya begitu menenangkan hingga nyeri yang seperti beban berat menjepit kepala sedikit mereda.
Masih dalam posisi telungkup dengan selimut yang hampir menutupi seluruh badan. Emily Theodor--gadis yang masih asyik bergelung dalam kain tebal di atas kasur empuk--mulai bergerak setelah puas menyesuaikan diri. Semalam ia bermimpi tidur dipeluk oleh salah satu aktor favoritnya, Chris Hemswortth. Lantas karena begitu girang, ia terus mencium dan menempel sembari menyelusupkan wajah di dada bidang milik sang aktor kebanggaan. Rasanya Emily tak ingin terbangun dari tidurnya jika mimpi itu datang lagi.
"Sudah bangun?"
Ah, suaranya begitu seksi sampai membuat Emily terus terbayang meski pun sudah tak lagi bermimpi. Ia tersenyum, mencoba menghilangkan sekelumit masalah hidup yang begitu menyebalkan.
Mengganti posisi menjadi telentang, Emily menatap langit-langit kamar dengan mata yang terbuka lebar. Manik karamelnya disuguhkan gipsun putih berukiran rumit dengan cat warna abu pekat yang sangat berbeda dengan langit-langit di dalam kamarnya. Juga pengharum ruangan yang tercium begitu terasa mewah hingga membuatnya seolah ada di kamar seseorang yang ... astaga! Tunggu dulu, kamar siapa ini?!
Bagai dikejutkan oleh suara petir yang datang setelah cahaya kilat menyapa. Emily refleks terduduk sebelum melihat sekeliling dengan raut wajah yang terkejut luar biasa. Mulutnya ternganga saat kamar luas dengan furnitur mewah di setiap sudut ruangan ada dipandangannya. Kemudian, saat matanya masih mengedar menelisik setiap sisi dengan tatapan tak percaya, sosok pria yang tadi bersuara duduk santai di atas sofa sambil memainkan ponsel dalam genggaman.
"Siapa kau?! Kenapa ada di sini?!" jerit Emily dan saat selimut yang membungkus tubuhnya merosot, ia makin menjerit hebat karena mendapati tubuhnya dalam keadaan setengah telanjang.
"Oh, God!"
Pria berambut pirang itu meringis saat mendengar jerit yang begitu menggema dalam kamar. Lantas, tak lama suara teriakan itu berganti dengan isak tangis yang makin lama makin memekakkan.
"Di mana ini?! Apa yang kaulakukan, huh?!"
Menutupi tubuhnya dengan selimut sementara tangan lainnya sibuk menutup wajah yang banjir air mata, Emily mencoba menyusun puzzle memori tentang apa yang terjadi sebelum ia berakhir dengan keadaan setengah telanjang dalam kamar seorang lelaki. Ia sempat memeriksa tubuh bagian bawahnya yang masih lengkap memakai celana bahan berwarna hitam. Meski begitu, tetap saja kepanikan dan rasa takut luar biasa mulai menjalar hingga rasa mual datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maxim & Emily ✔️
General FictionNote :🔞 CHAPTER LENGKAP! Terbangun di pagi hari bersama pria tak dikenal dengan keadaan setengah telanjang. Wanita mana yang tak terkejut saat mengalaminya? Sialnya, Emily mengalami semuanya. Pergi ke sebuah bar berniat untuk melepas mas...