BAB 22

1K 170 73
                                    

Tandai tipo jika menemukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tandai tipo jika menemukannya.
Makasih☺

*
*
*

Max masih ingat saat Shempy--nama kepala panti--mendatanginya malam hari. Ia sedang tidur bersama Rachel yang terlelap dengan dot di mulut. Awalnya, Max pikir Shempy hanya ingin mengecek anak asuhnya di jam tidur seperti biasa. Namun, Max merasa wanita itu mengusap kepalanya lembut sebelum berisik di telinga agar anak-anak lain yang tidur di atas ranjang susun berbaris, tak terbangun.

"Max, bisa ikut denganku sebentar?" Wanita langsing itu tersenyum tipis.

"Kita mau ke mana Mrs. Shem?" Max kecil keluar dari kamar asramanya setelah memastikan Rachel aman dengan bantal yang mengelilingi, serta selimut hangat berwarna ungu muda.

"Aku menyesal mengganggu waktu tidurmu, Max." Shempy masuk ke ruangannya sambil merangkul pundak kecil Max.

"Tak apa, Mrs. Shem." Max duduk di kursi tamu sementara wanita yang duduk di seberangnya, tersenyum skeptis.

Shempy berdeham samar. "Max, kau yakin tak mau kembali ke rumahmu?"

Max menggeleng cepat. Tatapannya mulai tak beraturan. Jika diberi pilihan untuk pulang atau menjadi anak gelandangan, Max tak akan ragu untuk memilih subyek kedua. Tak masalah jika ia hidup dengan mencopet dan tak apa jika tak tinggal bersama adiknya. Selagi ia tahu harus pergi ke mana saat ingin bertemu Rachel.

Shempy tersenyum miris. Sejak menemukan Max dan Rachel di halaman gereja, ia tak pernah melihat bocah laki-laki itu menangis. Namun, ketakutan dan rasa panik selalu ia tangkap saat membahas hal ini.

"Mrs. Shem, apa kau sudah tak mau mengurus kami? Aku tak apa jika harus pergi, tetapi biarkan Rachel tetap di sini. Aku ...." Lengan panjang baju tidur digunakan Max mengusap sebelah matanya yang mulai panas. Ia tak mau menangis, tetapi perasaan takut jika adiknya harus kelaparan bersamanya membuat ia tak bisa menahan hal itu. "Aku belum pandai mengganti popoknya, juga ... aku masih sering membuatnya sakit saat digendong. Aku--"

"Max, ada sepasang suami istri yang ingin mengadopsi Rachel." Shempy berjalan mengitari meja, berhenti tepat di depan bocah laki-laki itu. "Rachel masih sangat kecil, dia butuh sosok ibu yang menyayanginya. Aku tak bisa berperan sebagai ibu karena masih banyak anak yang harus aku jaga, termasuk dirimu." Mengusap kepala Max yang tertunduk, Shempy berlutut di hadapan bocah yang menyembunyikan tangis di lengan bajunya. "Aku tahu kau sangat mencintai adikmu, Max."

"Boleh aku ikut dengannya? Bilang pada mereka aku bisa membantu pekerjaan rumah. Aku bisa membersihkan halaman, jika mereka membutuhkan pelayan, aku bisa--"

"Kau masih sangat kecil, Sayang. Kau harus sekolah."

Max menggeleng cepat. Ia tak butuh sekolah, pintar, atau apa pun. Ia hanya ingin bersama Rachel. Satu-satunya keluarga yang ia miliki saat itu.

Maxim & Emily ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang