BAB 29

929 161 68
                                    

Ekhem, dikomen dong guys

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ekhem, dikomen dong guys.
Tandai kalo ada tipo☺

*
*
*

Albern memutar malas bola matanya. Kegiatan memilah gelas dengan berbagai macam bentuk dan ukuran harus terganggu dengan pemandangan suram di depannya. Berdecak kasar, pria berkulit eksotis itu membuka botol wine. Salah satu gelas yang sudah terisi ia dorong ke arah Max yang sejak setengah jam lalu menunduk di atas meja bar. Mirip seperti pecundang yang tak sengaja melihat kekasihnya selingkuh di gang sempit dan memilih pergi untuk menyendiri.

Di antara mereka bertiga, Albern orang yang tak mau repot-repot menempatkan diri sebagai penghibur. Berbeda dengan Axel yang biasanya lebih peduli dan memberi nasihat lewat mulutnya yang pedas.

Sialnya, pria itu sekarang sedang berjemur di pantai dengan pemandangan laut biru bersama model cantik dan Albern tak bisa mengabaikan Max yang terlihat kacau sejak beberapa hari lalu.

"Pergilah ke ruang gym. Pukul samsakmu sampai menjadi sosis bakar!" Albern menyesap wine setelah duduk berhadapan dengan pemilik bar.

Menyisir rambut pirangnya kasar, Max menyambar gelasnya dan menenggak dengan tak santai. "Sial!"

"Kau yang sialan!" ejek Albern. "Selain ceroboh aku tak bisa melihat kekurangan  Emily. Ia gadis ceria penuh energi yang paling penting lugu dan jujur. Oh, Tuhan! Aku masih ingat bagaimana wajah Emily yang memerah karena tangis setelah bicara denganmu malam itu. Aku merasa sial karena harus menjadi penonton drama kalian!" sambungnya tanpa mengurangi cibiran sinis sedikit pun.

"Dia punya ambisi yang sama, Al. Eme, mudah berubah pikiran, dia plin-plan, mudah terpengaruh, dan--"

"Wow! Aku hanya tahu Emily gadis manis yang ceroboh dan kau bahkan tahu semua tentangnya." Albern beranjak saat ada wanita penghibur yang memesan minuman. "Temui dia atau kubur wajahmu di atas bantal dan pergi tidur!" Lalu berjalan menuju rak yang menyimpan botol-botol minuman setelah melontarkan kalimat biadabnya.

Max mendesah kasar sebelum pergi ke lantai tiga. Berbaring di atas kasur dengan beberapa kali menarik kasar rambut sendiri. Setelah mendengarkan pertengkaran hebat antara hati dan pikirannya yang tak sinkron, akhirnya Max memilih menemui Emily daripada tidur dalam keadaan tak lelap dan gelisah lagi.

***

Sekarang di sinilah Max berada. Setelah menggedor-gedor pintu apartemen Emily seperti orang gila, ia akhirnya bisa bernapas lega.

Diselimuti rasa bersalah dan frustrasi, Max mendorong Emily masuk dan menciumnya dengan gerak menuntut tak sabar. Kemudian bicara di sela-sela pagutan itu dan tersenyum senang saat Emily masih menyambutnya dengan baik.

Entah bagaimana caranya, sekarang mereka sudah sampai di sofa dengan Emily yang duduk dipangkuan menghadap Max. Keduanya seperti seekor ikan yang ditarik dari dalam air. Gemuruh napas memburu menjadi satu-satunya suara di dalam keheningan ruangan ketika mereka berusaha memompa oksigen masuk ke paru-paru yang mulai terasa sesak.

Maxim & Emily ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang