BAB 15

1.3K 186 54
                                    

Tandai tipo jahanam yang selalu terlewat olehku ygy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tandai tipo jahanam yang selalu terlewat olehku ygy.🙂

Silakan bertegur sapa dengan MaEm☺

*
*
*

Hal-hal yang paling mengganggu Emily setelah putus dari Steve adalah kata-kata menyakitkan wanita tinggi yang gaun satinnya ia tumpahkan soda.

Putus?

Emily masih ragu. Sejak malam acara fashion strip dua hari lalu, Steve tak mencoba menghubunginya dan tak ada tanda-tanda kalau pria itu berniat menjelaskan sesuatu.

Itu benar-benar menyebalkan!

Sulur-sulur cahaya yang menembus celah gorden, membuat Emily melenguh di atas tempat tidurnya. "Jam berapa ini?" gumamnya mencari ponsel yang semalam ia gunakan untuk memutar lagu-lagu bertema patah hati, seperti; Hurt dari Johnny Cash, Fire and Rain milik James Taylor, dan Wake Me Up When September Ends punya Green Day.

Padahal ini masih bulan Juli, jika dibangunkan bulan September maka aku mungkin ada di peti mati. Emily bermonolog setelah melihat daftar lagu yang semalam ia putar.

Wanita itu sudah tak menangis tersedu sedan seperti saat kejadian. Namun, Emily lebih sering melamun seperti sekarang ini.

Setelah membersihkan diri dan membuat minuman hangat, Emily duduk di kursi balkon sambil menatap matahari pagi di musim panas. Sangat silau. "Apa aku sejelek itu?" gumam Emily merana. Ia masih ingat bagaimana wanita bernama Stella itu mengatakan kalau ia bodoh, pendek, dan jelek.

Untuk kata bodoh Emily sudah sering mendengarnya. Adofo, Darrel, dan Evelyn terkadang memang melontarkan kata-kata tak berperikemanusiaan itu di depan wajahnya. Jadi, hatinya tak terlalu sakit saat mendengarnya meskipun tetap saja ada rasa tak menyenangkan.

Emily menyambar ponselnya. Melihat pantulan wajah pada layar gelap persegi itu. "Apa wajah seperti ini jelek?" tanyanya pada diri sendiri sebelum membuang napas pelan memprihatinkan.

"Momi selalu mengatakan aku cantik walaupun tak tinggi," monolog Emily masih dengan menatap wajah pada layar ponsel. Namun, kali ini ia melihat lewat kamera depan pada ponsel yang sudah diberi efek love di atas kepala.

Emily tersenyum melihat rona merah di pipinya saat memakai efek tersebut. "Ini menggemaskan." Lalu makin tersenyum seolah tak pernah merasakan sedih perkara wajah jelek yang ia khawatirkan.

Namun, Emily tetaplah Emily. Meski pandai menghibur diri ia kembali pada rasa sakit hati saat wanita yang bersama Steve menjabarkan kekurangannya.

"Aku harus bagaimana? Momi tak pernah melarangku menjadi bodoh, jadi aku melakukan sesuai kemauanku. Untuk tubuh, aku juga tak berniat menjadi pendek!" Emily mulai menggerutu kesal. "Dan tak pernah ada yang mengatakan kalau aku jelek sebelumnya," tuturnya sedih.

Maxim & Emily ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang