*
*
*Restoran western yang berada tepat di sisi kiri gedung perusahaan, menjadi tempat favorit Emily dan teman-temannya saat jam makan siang datang. Hari ini, Emily yang masih memikirkan siapa pemilik nomor telepon sweetheart dalam ponsel Max, sedang mengaduk-aduk seporsi makaroni schotel yang hanya sedikit ia cicipi.
Emily benci saat otaknya terlalu memikirkan hal-hal yang membuat hatinya gelisah. Ia sudah mencoba mengalihkannya dengan khayalan kucing bersayap, istana mermaid di puncak gunung Everest, atau bulan dengan tanduk unicorn. Namun, semuanya tak mampu menghilangkan rasa curiga dan perasaan resahnya.
Perubahan sikap Emily sejak pagi pun tak luput dari perhatian dua pria yang salah satunya begitu serius menatapnya.
"Makananmu tak enak, Eme?" Adofo menyelasaikan makan siangnya, ia melirik Darrel yang terus memperhatikan Emily tanpa bicara apa pun.
Emily mendesah lirih. "Ini enak, hanya saja aku sedang tak begitu lapar hari ini."
"Kau sedang memikirkan sesuatu, Eme?" Darrel menyambar minumannya sebelum menumpu dagu dengan sebelah tangan dan memberi atensi penuh pada wanita berambut sebahu itu.
"Banyak sekali yang aku pikirkan dan sekarang otakku rasanya lelah." Menarik napas dalam, Emily memejamkan mata dengan tangan yang memijit pelan pelipisnya. Sejak sore itu, Max tak mengirim pesan apa pun dan sudah terhitung dua hari otaknya dipaksa memikirkan hal-hal memusingkan tentang Max yang tak kunjung memberi kabar dan tentang seseorang yang diberi nama sweetheart.
"Oh, ya!" Emily mulai bicara dengan nada seperti biasa. "Kau tahu, Ado? Aku sudah mendapatkan Marrhie kembali."
"Siapa Marrhie?" Adofo mengernyit bingung meskipun rasanya sudah biasa mendengar Emily bicara dengan penuh kejutan.
"Mobilku!" sahut Emily riang.
"Oh, ya?!" Adofo berbinar saat mendengarnya. "Bukankah saat itu kau menamainya Maghie?"
Emily terdiam, lalu meringis mendengarnya. "Benarkah?" Kemudian memasang wajah tak peduli. "Sudahlah! Yang penting mobilku kembali. Steve memberikannya padaku saat meminta maaf, dia menyesal membohongiku."
"Dan kau pasti langsung percaya," timbrung Darrel setelah menghabiskan minumannya.
"Aku rasa dia benar-benar menyesal," lirih Emily.
"Lalu, apa kau akan menjual mobil itu padaku, Eme? Bukankah kau akan pergi ke Paris?"
Emily kembali murung. Ia sangat ingin pergi karena hal itu yang dinantikan sejak lama, tetapi ia tak bisa meninggalkan Max yang jelas-jelas menginginkannya tetap tinggal. Keadaan itu membuatnya merasa dilema. "Aku ingin mempertimbangkannya lagi. Kyle bilang renovasi di sana mengalami kendala, kupikir--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Maxim & Emily ✔️
General FictionNote :🔞 CHAPTER LENGKAP! Terbangun di pagi hari bersama pria tak dikenal dengan keadaan setengah telanjang. Wanita mana yang tak terkejut saat mengalaminya? Sialnya, Emily mengalami semuanya. Pergi ke sebuah bar berniat untuk melepas mas...