2. Peduli

591 125 4
                                    

"Ini terlalu banyak." Lila menatap kotak makan di pangkuannya, lalu menoleh ke arah Aldev dengan pandangan heran. Ia kembali dibuat terkejut karena ternyata lelaki itu pun sedang memandangi dirinya dengan tatapan yang sanggup membuat wanita mana pun meleleh, membuatnya salah tingkah saja.

"Menurutku tidak terlalu banyak." Aldev menjawab enteng tanpa memalingkan pandangan dari wajah Lila. Sebetulnya hanya tampilan wajahnya saja yang terlihat tenang karena siapa mengira bila saat itu jantungnya berdebar tak keruan. "Itu porsi yang sesuai untukmu dan bayimu."

Lila bergeming, tak bisa berkata-kata. Perhatian Aldev membuat hatinya yang selama ini terasa kering kerontang dan haus kasih sayang merasa hangat.  Sudah lama dirinya tidak menerima kepedulian semacam itu. Sejak suaminya tahu ia hamil hingga detik itu.

Selama lima bulan belakangan, rumah tangganya serasa neraka. Tidak ada obrolan romantis juga canda tawa antara ia dan suami. Meski masih berada dalam satu atap, interaksi mereka selayaknya orang asing yang tidak saling mengenal. Bahkan, suaminya selalu bersikap bahwa dirinya adalah sesuatu yang menjijikkan.

Tak jarang pula suaminya dengan sengaja meludah atau menampilkan ekspresi muak setiap kali berpapasan dengannya di dalam rumah.

Dulu, Lila masih terus berupaya untuk memperbaiki hubungan itu. Ia tetap bersikap perhatian dan mempersiapkan segala kebutuhan suaminya; sarapan dan keperluan untuk bekerja. Namun, karena sudah terlalu sering diabaikan dan tak dianggap, Lila akhirnya menyerah.

Ia hanya akan bicara ketika suaminya bertanya atau melakukan sesuatu hanya ketika diminta. Sejujurnya, fisik dan batinnya lelah. Namun, ia tetap bertahan demi ibunya. Ia tidak ingin melukai hati perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya itu.  Ibunya pasti sedih dan kecewa jika putri semata wayangnya harus mengalami kegagalan di usia pernikahan yang baru seumur jagung.

Sejak awal, ketika memperkenalkan Bagas padanya, ibunya itu sungguh berharap bahwa pernikahannya dan Bagas bisa bertahan hingga maut memisahkan. Baik ibunya juga ibu mertuanya sama-sama menaruh harapan besar bahwa jalinan pernikahan itu bisa membawa keluarga mereka ke dalam kebahagiaan yang sempurna. Dan dirinya tidak mau merusak harapan itu. Sepertinya, Bagas pun sepertinya memiliki pemikiran yang sama, tidak ingin mengecewakan ibunya.

Terkadang, ketika salah satu dari ibu mereka berkunjung, mereka berpura-pura menjadi pasangan yang harmonis.  Lalu, setelahnya mereka kembali bersikap seperti dua orang yang tak saling mengenal.

Untuk kebutuhan sehari-hari, Lila mengandalkan uang tabungan yang ia kumpulkan semasa masih bekerja dulu. Suaminya sendiri tidak pernah mau lagi menyentuh makanan yang ia siapkan.
Jadi, Lila pun tahu diri dengan tidak meminta uang belanja kepada suaminya itu.

Akan tetapi, kian hari uang simpanannya kian menipis. Ia harus berhemat hingga terkadang dalam satu hari, ia hanya makan satu kali saja. Itu pun dengan menu seadanya. Tak jarang pula ia hanya makan sepotong pisang dalam satu hari. Ia juga tidak pernah lagi memeriksakan kandungannya ke dokter karena keterbatasan biaya.

Lila pun mulai berpikir untuk mencari penghasilan. Ia membutuhkan pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah dan mudah untuk dikerjakan. Karena dengan kondisi hamil, dirinya pasti tidak akan leluasa bila harus mengerjakan pekerjaan yang terlalu berat.

Ia pun membuat kue-kue yang ia titipkan ke warung dan toko di sekitar rumah. Ia beralasan bahwa itu hanya selingan untuk mengisi waktu luang agar tidak bosan di rumah. Itu ia lakukan demi menghindari gunjingan para tetangga. Akan tetapi, apa yang ia lakukan itu rupanya tetap salah di mata suaminya.

Malam tadi, suaminya pulang kerja dalam kondisi murka. Dia baru tahu dari salah seorang tetangga bahwa selama ini dirinya membuat kue dan menitipkannya ke warung-warung. Suaminya merasa malu dan terhina. Apalagi tetangganya sempat menasehati suaminya itu agar tidak mengizinkan dirinya bekerja terlalu berat.

Sandaran HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang