4. Tamu

755 126 7
                                    

Aldev berdiri di ambang pintu kamar periksa. Matanya terpaku pada sosok Lila yang masih berada di tempat tidur. Selang infus terpasang di tangannya. Mata wanita itu terpejam. Mungkin dia kembali tertidur, pikirnya.

Langkahnya pelan tapi mantap ketika menghampiri ranjang di tengah ruangan itu. Ia berhenti tepat di samping kepala Lila, lalu mengamati wajah itu dengan lebih seksama. Kelegaan luar biasa ia rasakan saat melihat wajah Lila kembali berwarna, membuatnya terlihat semakin cantik dan menarik.

Aldev membuang napas berat. Kesadaran akan pesona Lila membuat debar jantungnya menggila. Meski begitu, ia pun tetap berusaha menjaga akal sehat dengan terus berkata bahwa Lila adalah wanita bersuami hingga ia pun harus menahan diri.

Lalu, tatapannya turun ke perut Lila. Ada tarikan menyakitkan dalam dada melihat besarnya perut wanita itu tak sebanding dengan tubuhnya yang kurus. Terlalu kurus membuat tulang di beberapa bagian tubuhnya terlibat menonjol.

Aldev mendesah tajam sambil melontarkan umpatan pelan pada suami Lila. Ia tak habis pikir, di zaman serba modern seperti saat itu masih saja ada laki-laki dungu, kampungan, dan banci. Ohh ya, banci adalah kata yang selalu ayahnya gunakan ketika anak-anak lelakinya tidak bersikap sebagaimana mestinya laki-laki bersikap. Seperti suami Lila!

Bila sedikit saja pria dungu itu mau memeras otaknya untuk berpikir, dia seharunya tahu bahwa saat ini sudah ada cara yang canggih untuk menentukan apakah bayi yang dikandung Lila itu benar anaknya atau bukan. Dia seharusnya menunggu hingga bayi itu lahir, lalu melakukan tes DNA!

"Dasar idiot, banci!" Amarah Aldev mendidih melihat memar di tulang kering Lila. Umpatan itu memancing mata Lila terbuka. Mata sayu itu kembali menghujamkan pisau tak kasat mata ke dalam dadanya.

"Saya minta maaf sudah merepotkan." Lila sempat mendengar ucapan Aldev dan ia berpikir bahwa umpatan itu ditujukan untuknya.

"Sekali lagi aku ingatkan, jangan bersikap terlalu formal padaku, Lila. Dan makian itu bukan untukmu."

"Maaf."

"Kau terlihat lebih baik." Aldev memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana demi menahan godaan kuat untuk menyentuh kulit halus wajah Lila dan membelainya. Ohh, itu sangat konyol! Bagaimana bisa dorongan itu datang tanpa tahu malu, padahal dirinya baru bertemu Lila beberapa jam yang lalu.

Apakah itu berarti dirinya seorang mata keranjang yang mesum?

Tidak! batinnya membantah. Jika memang otaknya mesum, tentu sudah sejak lama dirinya merayu wanita. Bahkan, jika mau, dirinya tinggal tunjuk jari, maka para wanita itu dengan senang hati menyerahkan diri padanya, tetapi faktanya selama ini dirinya tidak pernah memiliki dorongan semacam itu. Padahal, ia dikelilingi banyak wanita yang jauh lebih menggairahkan dibanding Lila.

"Ya. Rasanya lebih segar dan bersemangat.

Jawaban Lila sukses menghancurkan lamunan Aldev.

"Itu bagus." Aldev mengangguk kaku. "Kata Ayah, kau kekurangan banyak nutrisi. Jadi, Ayah memberikan vitamin itu." Aldev menunjuk cairan pink yang sedang dimasukkan ke dalam tubuh Lila.

Lila terdiam dengan pandangan lurus ke langit-langit kamar. Rasa bersalah meremas dadanya dengan kuat. Ia tahu bahwa ucapan Aldev benar. Sejak lama dirinya sudah menyadari bahwa asupan gizi untuk bayinya sangat kurang, tetapi apa yang bisa ia lakukan?

"Jangan sedih. Yang penting mulai sekarang kau bisa menjaga asupan nutrisimu dengan baik." Aldev.memaksa sebuah senyum untuk Lila. "Saudara kembarku tak akan membiarkanmu kelaparan jika kau jadi bekerja padanya."

"Terima kasih." Hanya itu yang mampu Lila ucapkan. Ia takut bila sekali lagi mengeluarkan suara, tangisnya pecah.

"Ayah bilang, kalau kau bisa menjaga kondisi tubuhmu dengan baik, kau bisa bekerja sebagai pendamping istri saudara kembarku. Hanya pastikan kau tahu kapan waktu makan dan istirahat."

Sandaran HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang