Junior refleks merendahkan badannya saat Terra hendak menjangkau bahunya untuk mengukur panjangnya sebelum Terra memintanya. Dia seperti bisa membaca apa yang ada dalam benak Terra.
Terra tersenyum melihat kesigapan Junior. "Thanks, Jun. You have a broad shoulder," ucap Terra basa-basi memuji Junior.
"It will be funny if I don't, considering my height and weight. But thanks anyway," Junior kembali bisa memandangi Terra yang sekarang sudah di sampingnya, hendak mengukur panjang lengannya. Dia melihatnya tertawa pelan.
"Stop looking at me. Jidat saya bisa bolong kamu liatin terus."
Junior tersenyum melihat rona merah di wajah Terra. Sejak awal Junior datang tadi, dia memang tak henti beberapa kali memandangi Terra, secara terang-terangan, yang membuat Terra beberapa kali salah tingkah.
"Santai aja kali, Terr. Nggak usah terlalu formal saya-kamu-an. Lo gue aja," Junior sedikit protes. Dia merasa seperti sedang berada di rapat pemegang saham yang selalu diadakan papanya tiap tahun saat mendengar Terra menyebut saya-kamu. "Kok lo bisa kenal Pieter?" Junior membuka obrolan.
"Gue adik tingkatnya Pieter pas sekolah mode," Terra menuruti usul Junior, mengganti saya-kamu nya dengan lo-gue.
Mulut Junior membulat merespon jawaban Terra. "Lo udah lama stay di Bali?" Tanyanya kembali.
"Gue nggak stay di Bali, kok. Gue masih bolak-balik Jakarta-Bali. Minggu depan juga gue balik Jakarta lagi. Kalo lo?"
"Gue minggu depan juga balik Jakarta. Lo udah lama jadi designer?" Junior masih melanjutkan pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk di kepalanya untuk Terra.
"Ini interview kerja atau interogasi?" Tanya Terra terkekeh. "Gue designer serabutan aja. Kalo ada temen yang minta bantuan ya gue bantu. Kebetulan gue udah lama nggak ketemu Pieter. Terus sebulanan lalu pas ketemu lagi, Pieter cerita dia dapet invitation KusumArt Gala, terus gue dirongrong buat bantuin dia. Menjawab pertanyaan lo nggak?"
"Enggak. Jadi lo designer atau bukan?"
"Becoming fashion designer is my dream since elementary school. Tapi gue lagi nggak kerja sebagai designer. I work at a resort not far from here."
"Why you gave up on your dream?"
"Who said I give up?" tanya Terra menertawakan pertanyaan Junior. "Gue menyisihkan mimpi gue dulu sementara waktu. Dan sekarang gue menyetujui tawaran Pieter untuk jadi asisten dia. Terus gue ada rencana buat lanjut sekolah mode lagi. Kebetulan bos gue juga udah acc," Terra geli sendiri karena menyebut kakeknya dengan sebutan boss. Tapi memang diatas kertas boss Terra adalah kakeknya sendiri.
"Wow, cool. Rencananya mau di mana? Paris? Milan?"
"Haven't decided yet. Either Paris or London."
"Kapan?" Junior tidak henti memberikan pertanyaan kepada Terra. Yang diberi pertanyaan hanya tersenyum sambil masih sibuk dengan mengukur seluruh bagian tubuh Junior.
"As soon as possible. Pengennya sih tahun ini. Tapi entah," jawab Terra sambil mengangkat tangan panjang Junior, memintanya untuk merentangkan. "Gimana? Sudah puas dengan jawaban-jawaban saya, Pak Junior? Now it's my turn to ask."
Junior tertawa. "Sure. Go ahead," imbuhnya.
"Lo udah lama kenal sama Pieter? How come?" pertanyaan yang Terra simpan sejak pertama mereka bertemu akhirnya akan mendapatkan jawaban.
"Lumayan lama sih, udah 4 atau 5 tahunan lah kayaknya gue kenal Pieter. He was my first client. I designed this studio," jawab Junior.
"Serius? Lo dulu arsitek?"
"Sekarang pun masih, Terr. Model is just my side job. Me and two of my college friends set up an architectural cosulting firm. NEOArch Team kalo lo pernah denger. Kantornya di Sudirman. Kalo lo butuh jasa arsitek boleh main ke kantor," jawab Junior sekaligus promosi. "Gue lupa nggak bawa kartu nama lagi," imbuhnya seraya merogoh saku celananya.
"I'm still in my disbelief. Jadi, model cuma side job? Gue nggak salah denger kan ini?" Terra tertawa. "Terus kenapa bisa jadi model deh?" tanya Terra masih penasaran.
"Ya gara-gara Pieter juga. Gue dipaksa jadi modelnya. Terus habis itu banyak yang ngehubungin gue, bukan mau konsul soal desain interior and stuffs tapi malah nawarin buat jadi model. Yaudah gue iseng-iseng aja nerima job. Eh malah keterusan sampe sekarang. Gimana? Masih penasaran? Kalo masih penasaran, nanti malem gue jemput lo buat dinner."
Tawa Terra pecah. Dia sampai-sampai harus menutupi wajahnya yang memerah. "Harus banget ya ujung-ujungnya modus?" Tanya Terra sambil menyeka air di ujung matanya.
Junior tersenyum melihat Terra yang terkekeh karena usahanya. Masih tetep cantik dia ini, nggak berubah sama sekali. Batin hatinya.
"Ya enggak juga. I'm just curious about you. You remind me of someone in the past."
"Perlu gue puterin Glimpse of Us nya Joji nggak nih buat backsound?" Terra tertawa lagi.
"Nggak lah. Bukan mantan gue kok. Someone I know aja."
Bibir Terra membulat merespon Junior.
"Jadi lo sibuk nggak malem ini?" Junior masih berusaha mendapat jawaban dari Terra.
"Sorry to dissapoint you, tapi gue udah ada janji malem ini," jawab Terra sambil masih sibuk mengukur beberapa bagian tubuh Junior.
"Sama cowok yang jemput lo waktu di bandara?"
"Iya. Kok lo tau?"
"Boyfriend?"
"In literal meaning, yes. Boy space friend. He's a boy and he's a friend," jawab Terra sambil tersenyum. Dia suka melihat Junior mulai keki dengan jawaban-jawabannya.
"Aduuuh, bukan itu yang gue maksud," rengek Junior yang mulai dongkol.
"Kalo maksud lo pacar, no. He's just friend. Mmm, more like brother?"
"So you friendzoned him?"
"Enggak lah. Kok bisa lo ngomong gitu? Ngaco."
"Muka dia ngarep banget soalnya. Tapi lo nya kayak lempeng aja," jawab Junior jujur.
"Nah. Enggak lah. I've known him since we were kids," jawab Terra tegas. Dia ingin mengakhiri pertanyaan-pertanyaan Junior. "Udah. Selesai."
"Eh, belom, Terr. Masih banyak pertanyaan gue."
Terra menutup buku catatan yang tadi Pieter berikan kepadanya setelah menyelipkan pensil di antara kedua bibirnya sambil merapikan meteran yang tadi dia pakai dengan cekatan. Di sela-selanya, dia sempatkan menatap lelaki di hadapannya yang masih berdiri mematung tanpa berganti posisi, masih lekat memandanginya.
"Ngukur badan lo yang udah selesai."
Kini Junior yang salah tingkah karena Terra tiba-tiba memandangnya tepat di iris matanya. "Masih ada yang mau ditanyain?" tanya Terra sambil tersenyum melihat lelaki di hadapannya yang tiba-tiba memalingkan wajah, seperti menghindari tatapan matanya, sambil menyibak rambutnya yang dia biarkan agak panjang.
"Pieter pergi ke mana deh? Lama banget. Ini kita harus nunggu dia dulu? Kalo lama mending kita ngopi dulu di depan," ajak Junior.
"Harusnya bentar lagi Pieter dateng sih. Tadi dia bilang mau ke gudang, lihat bahan," Terra berbalik badan menjauhi Junior, menuju meja kerja Pieter untuk menyimpan buku catatan yang tadi dia gunakan untuk mencatat ukuran badan Junior.
"I think I need coffee too. Yuk," Terra menyetujui ajakan Junior. Dia masih berdiri terdiam di samping meja kerja Pieter, sengaja menunggu Junior untuk menghampirinya. Tentu dengan wajah terhias senyum terindah pagi itu bagi Junior.
Tanpa Junior sadari, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas melihat perempuan yang sudah lama ingin dia temui itu tersenyum padanya. "Let's go."
KAMU SEDANG MEMBACA
Truveil; Menemukanmu | Johnny Suh
Fanfiction"Lo beneran nggak inget gue?" Ini kali kedua Junior menanyakan hal yang sama pada Terra. Namun dari mata perempuan di hadapannya, Junior yakin perempuan itu tidak mengingatnya. Junior kecewa lagi. Terra tersenyum getir, memory-nya menyerah mengingat...