"Nggak usah dianter sampe dalem, Mik. Kamu katanya ada janji sebentar lagi," ujar Terra sambil melirik jam di tangan kirinya.
"Emang nggak mau nganter kamu kok. Geer banget," canda Mika sambil menurunkan satu koper berukuran cukup besar berwarna putih milik Terra di bagasi mobilnya. Candaan yang mendapat balasan pukulan pelan di punggung Mika.
"Tuh, Pak Made udah nyamperin," tunjuk Mika dengan gerakan kepalanya yang membuat Terra menoleh ke arah yang Mika tunjuk.
Pak Made berlari pelan menghampiri setelah turun dari tiga anak tangga pendopo tempat resepsionis The Arundaya, resort milik Wijaya Kusuma, eyang Terra, yang sekarang Terra kelola bersama dengan tantenya. Pak Made adalah salah satu orang kepercayaan Eyang Wijaya.
"Saya tunggu daritadi loh, Mbak Terra," sapa Pak Made dengan logat Balinya yang khas.
"Maaf ya, Pak. Saya tadi ketemu temen dulu," jawab Terra sambil menjabat tangan Pak Made, yang lalu diikuti oleh Mika.
"Mas Mika juga udah lama banget nggak ke sini. Sibuk, Mas?" tanya Pak Made.
"Iya nih, Pak," jawab Mika sambil membiarkan Pak Made membawa koper milik Terra. "Pak, saya mau langsung pamit nih. Udah ada janji lagi. Nitip jagain Terra, ya," pamit Mika sembari menutup bagasi mobilnya.
"Wah memang sibuk ya, Mas Mika. Sering-sering mampir na'e, Mas," pinta Pak Made dengan logat Balinya yang khas sembari menepuk pelan pundak Mika.
"Siap, Pak. Next time saya janji deh ke sini nemenin Pak Made push rank," canda Mika sambil menjabat kembali tangan pria berusia akhir 30 tahunan itu. "Terr, aku pergi dulu, ya. Kalo besok kamu butuh supir, kabarin Pak Made aja. Aku sibuk besok," canda Mika sambil memeluk hangat tubuh mungil Terra.
"Sialan, kamu! Udah, sana pergi. Hati-hati di jalan, Mik. Jangan kangen aku," balas Terra.
Terra dan Pak Made lalu berjalan ke arah pendopo yang berfungsi sebagai lobby di resort mewah itu sesaat setelah mobil putih milik Mika meninggalkan parkiran.
"Mbok Gek Dita di mana, Pak?" Terra menanyakan keberadaan Front Office Manager yang sudah Terra anggap seperti kakaknya sendiri.
"Gek Dita tadi lagi nyiapin kamar Mbak Terra. Jadi mungkin sekarang masih di bungalow, Mbak."
Setelah menyapa beberapa staff resepsionis dan housekeeping yang Terra temui di pendopo tadi, Terra diantar Pak Made menuju ke area bungalow yang terletak agak ke dalam resort itu.
Resort milik kakek Terra ini memang cukup besar. Selain bangunan utama 5 lantai yang memiliki puluhan kamar, resort itu juga memiliki beberapa bungalow sebagai suite room yang menyuguhkan pemandangan private beach yang dapat diakses semua tamu di dalam area resort itu.
Seperti nama yang diberikan Eyang untuk resort itu, Arundaya, yang berarti terbitnya matahari, dari tiap bungalow-nya, para tamu tiap pagi disuguhi pemandangan sunrise yang sangat indah.
Terra menghambur ke pelukan Dita, perempuan berusia 31 tahun yang sedang menunggu Terra di depan bungalow yang terletak paling ujung, tempat biasa Terra menginap.
"Sehat, Gek?" tanya Dita yang masih di pelukan Terra.
"Sehat dong, Mbok. Mbok Gek sehat kan? Udah sebulan aja ya aku nggak ke sini?" jawab Terra sembari melepas pelukannya. Pak Made tersenyum melihat kedekatan kedua perempuan itu.
"Gek, tapi di bungalow sebelah lagi ada yang nginep. Regular guest, saya minta buat ke bungalow yang depan tetep sing nyak."
"Tumben, Mbok. Padahal lagi nggak liburan. Yaudah nggak papa, Mbok."
"Di Bali udah beberapa hari ini kalo sore gini sering hujan loh, Mbak. Mbak Terra nggak apa-apa?" tanya Pak Made sedikit khawatir. Raut wajah yang sama juga tergambar jelas di muka Dita.
"Nggak papa, Pak, Mbok," Terra menggeleng pelan sambil tersenyum untuk meyakinkan kedua orang itu.
-----
Langit sudah gelap saat Terra keluar bungalow untuk menghirup sedikit udara segar setelah lelah membereskan barang bawaannya. Terra sempat memerhatikan bungalow sebelah yang kata Mbok Gek Dita tadi sedang ada penghuninya untuk beberapa hari ke depan.
Oh, udah ada orangnya. Batin Terra saat melihat lampu di dalam bungalow sudah menyala. Sayup-sayup juga dia dengar suara dua orang tertawa dari dalam bungalow sebelahnya itu.
-----
Keesokan paginya, seperti biasa Terra memutuskan untuk jogging mengitari sekeliling The Arundaya dan diakhiri dengan berjalan menyusuri sepanjang private beach milik resort itu, sambil menikmati matahari pagi yang sebentar lagi akan menampakkan sinarnya di ufuk timur.
The Arundaya pagi ini cenderung sepi karena memang hari ini bukan weekend atau holiday season. Hanya ada beberapa tamu asing yang menikmati private beach pagi itu.
Terra sempat bercakap dengan tamu dari London yang sedang menikmati honeymoon mereka. Saking asyiknya dia sampai lupa bahwa pagi itu dia harus bersiap agak pagi untuk meeting bersama para manager di resort itu.
Terra kembali ke bungalow-nya dengan agak tergesa-gesa. Saat hendak sampai di bungalow-nya, dia melihat seorang lelaki yang menempati bungalow sebelahnya. Mereka sempat bertukar sapa sebelum Terra masuk.
He must be around my age. Batin Terra, memberikan penilaian sekilas melihat penampilan lelaki tadi.
-----
"Jun, bungalow sebelah ada yang nempatin. Mana cakep lagi," Deo memecah keheningan pagi itu.
Junior masih bergelut dengan kantuknya di bawah selimut. Dia menguap pelan sebelum merespon ucapan Deo.
"Lo yakin itu manusia? Bungalow sebelah kan selalu nggak ada orang tiap kita nginep sini," tanya Junior sambil menyingkap selimutnya.
"Kuntilanak emang ada yang pake legging sama crop top? Mata gue juga masih bisa bedain mana setan mana manusia, nyet!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Truveil; Menemukanmu | Johnny Suh
Fiksi Penggemar"Lo beneran nggak inget gue?" Ini kali kedua Junior menanyakan hal yang sama pada Terra. Namun dari mata perempuan di hadapannya, Junior yakin perempuan itu tidak mengingatnya. Junior kecewa lagi. Terra tersenyum getir, memory-nya menyerah mengingat...