1 - Jumpa Pertama

22 2 0
                                    

Junior tidak peduli lagi saat kacamata hitam yang tadinya dia pegang jatuh terhempas entah ke mana, akibat dari segerombolan perempuan dan beberapa reporter dengn kamera yang mereka kalungkan di leher saling berdesakan dan menyenggolnya ketika ingin mengambil foto dirinya saat dia baru saja keluar dari terminal kedatangan Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Dengan langkah lebarnya, Junior berusaha menyusul Deo, sahabat sekaligus managernya, yang sekarang sedang setengah berlari menuju parkiran mobil.

Dia tidak menyadari di belakangnya, kerumunan orang tadi terbelah dua karena seorang perempuan yang berusaha mengejarnya. Junior terperangah saat tiba-tiba ada sebuah tangan mungil meraih pergelangan tangannya untuk menahan langkahnya.

Junior mengintip dari balik bucket hat berwarna abu-abu yang dia pakai siang itu, ingin mencari tahu tangan siapa yang berani menahannya dalam situasi seperti ini.

Junior menatap perempuan pemilik tangan mungil tadi. Adalah seorang perempuan cantik berambut hitam panjang, dengan oversized tee berwarna biru muda yang lengannya digulung sebatas siku dan denim shorts berwarna putih yang memamerkan kaki rampingnya, lengkap dengan Converse hitam yang membungkus kaki perempuan itu.

"You dropped your sunglasses," suara jernih perempuan itu berhasil menghipnotis Junior yang masih tertegun memandanginya. Perempuan itu meletakkan kacamata yang seluruhnya berwarna hitam di telapak tangan Junior, lalu mengatupkannya agar kacamata hitam tadi aman dalam genggaman Junior, lalu berbalik pergi dengan meninggalkan senyuman tipis untuknya sebelum badannya membelakangi Junior.

Junior masih memperhatikan ke mana perempuan itu berjalan tanpa mempedulikan fans-fansnya dan para reporter memanggil-manggil namanya. Dia baru tersadar saat suara Deo memanggilnya, memberikan isyarat untuk segera masuk ke dalam mobil Alphard Hitam yang sudah menunggunya.

Dari dalam mobil, Junior masih sempat melihat perempuan tadi, sedang tertawa bersama seorang laki-laki di depan mobil sedan berwarna putih, yang lalu membukakan pintu mobilnya untuk perempuan itu.

Tawa yang walaupun tidak diperuntukkan kepadanya, namun melekat begitu erat di ingatannya. Ah, juga senyum tipis yang dia yakin tadi disematkan perempuan itu untuknya.

-----

Terra masih sempat menoleh kembali ke arah laki-laki tinggi yang tadi menjatuhkan kacamata tepat di depannya saat dia sibuk dengan sketsanya. Bukan dengan sengaja tentunya, karena sebelum itu Terra melihat laki-laki tadi dikerumuni begitu banyak orang. Mostly perempuan. Dan juga beberapa reporter dengan kamera tergantung di leher mereka, berusaha mengambil gambar laki-laki yang siang itu terlihat sangat mempesona setiap mata yang memandang walau hanya dengan kaos berwarna hitam dan sweatpants abu-abu dengan bucket hat berwarna senada dengan sweatpants nya.

Sebelumnya Terra harus bersusah payah membelah kerumunan tadi, berusaha menggapai tangan si pemilik kacamata hitam yang terjatuh tepat di hadapannya saat dia sedang asyik menyelesaikan sketsa design permintaan seorang senior di sekolah mode yang dulu dia ikuti.

Mata Terra tadi sempat bertukar pandang dengan milik lelaki tadi saat Terra mengembalikan kacamatanya. Sorot matanya tajam, namun terasa teduh bagi Terra. Sorot mata yang terlihat familiar bagi Terra, seperti pernah dia lihat sebelumnya.

Setelah Terra menjauhi kerumunan dan kembali ke tempat awalnya tadi, Terra masih sempat memperhatikan lelaki itu sampai sosoknya hilang dari pandangannya, memasuki Alphard hitam yang seperti memang sudah menunggunya.

Lamunan Terra dibuyarkan oleh suara bariton dari Mika, teman semasa kecilnya, yang siang itu menjemput dirinya yang baru saja datang dari Jakarta.

"Siapa, Terr?" Tanya Mika sambil ikut memperhatikan ke arah mata Terra memandang.

"Hah? Oh, gatau, Mik. Artis deh kayaknya. He dropped his sunglasses in front of me," jawab Terra masih sambil mencuri pandang ke arah mobil lelaki tadi yang sudah bergerak pelan melewati tempat dirinya dan Mika berdiri.

"Ooh, kirain kenalan kamu. Yuk ah, laper. Mak Beng, ya," Mika mengajak Terra ke salah satu restoran favorit mereka berdua.

"Kamu tau aja aku kangen makan di Mak Beng. Yuk," Terra tertawa karena baginya Mika seperti bisa membaca keinginannya.

Terra tentu tidak mengetahui ada sepasang mata di balik kaca mobil yang gelap sedang memperhatikannya tertawa.

Truveil; Menemukanmu | Johnny SuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang