Junior bergegas menghampiri wanita yang datang bersamanya dan meraih tangan wanita tadi agar menggandeng lengannya.
"Pelan-pelan aja jalannya, Ma," Junior mengingatkan wanita bernama Miryam Suhayr yang tidak lain adalah ibunya.
"Kamu yang kelamaan benerin rambut. Udah ganteng kok anak Mama."
"Mama juga cantik."
"Ada maunya nggak ini muji-muji Mama?" Selidik mamanya.
"Nggak boleh suudzon, Ma."
"Bukan suudzon. Emang biasanya kalo lagi ada maunya pasti muji-muji Mama gini ini," jawab wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dengan cape dress selutut berbahan batik truntum dengan kombinasi lace berwarna hitam yang beliau kenakan malam ini.
"Nggak ada maunya. Jarang-jarang aja lihat Mama pake dress batik gini. Ini emang harus banget, Ma, desscode nya batik gini?" tanya Junior sambil membenarkan kerah kemeja batik lengan panjang dengan motif batik kawung berwarna gelap yang mamanya belikan untuknya belum lama ini.
"Kalau pesta ulang tahun Pak Wijaya memang selalu batik dress code nya, Jun. Sini, Mama rapikan," jawab Mama Miryam yang dibarengi dengan keduanya yang menghentikan langkah. Mamanya mengkode Junior untuk merendahkan badan agar beliau bisa menjangkau kerah kemeja anak semata wayangnya itu. "Kan, ganteng. Kamu belum pernah deh kayaknya photoshoot pake batik gini."
"Pernah, sekali, Ma. Udah lama banget."
Mereka berdua lalu melanjutkan langkah kaki mereka menuju sebuah bangunan mirip ballroom di sebelah bangunan utama yang Junior perkirakan itu adalah rumah kediaman empunya acara, Bapak Wijaya Kusuma.
-----
Junior memilih berdiri di pojok ballroom sambil menikmati segelas champagne. Mamanya sudah hilang entah ke mana, membaur dengan tamu undangan yang hampir seluruhnya adalah kolega bisnisnya.
Dia edarkan pandangan ke sekeliling ruangan besar yang malam itu mungkin diisi hampir seratus orang keluarga serta kolega bisnis Bapak Widjaya Kusuma, berharap ada seseorang yang dia kenali, namun nihil.
Bapak Wijaya, atau Pak Wij, begitu papanya menyapa, malam itu usianya mencapai 75 tahun. Masih terlihat bugar di usainya yang sudah senja, walaupun harus dibantu dengan sebuah tongkat kayu untuk berjalan. Rambutnya tentu sudah penuh uban, kulitnya pun sudah tentu keriput. Namun senyum teduhnya dan semangat yang menyala masih terpendar dari binar matanya. Junior bisa merasakan kehangatan dari Pak Wijaya saat tadi dia dan mamanya menyapa untuk sekedar mengucapkan selamat atas bertambahnya usia.
Yang Junior ketahui dari majalah bisnis langganan papanya, Pak Wijaya adalah seorang pebisnis sekaligus filantropis cukup ternama di ibukota, pemilik Kusuma Bangsa Foundation yang bergerak di bidang pendidikan dan budaya. Bapak Wijaya dan mendiang istrinya awalnya mendirikan TK dan SD, yang lalu berkembang menjadi SMP dan SMA, bahkan juga sebuah kampus prestisius ternama di ibukota, Universitas Neo. Selain itu tentu masih ada Kusuma Holdings yang mempunyai beberapa anak perusahaan, mulai dari tambak udang hingga tambang batubara, supermarket chain yang tersebar di kota-kota besar di seluruh Indonesia, dan juga The Arundaya, resort yang menjadi tempat favoritnya untuk menginap di Bali, yang Pak Wij dirikan dibantu oleh papanya.
Dari mamanya juga, Junior tahu kalau Pak Wijaya mempunyai 3 anak. Namun hanya tersisa 2, karena satu anaknya sudah mendahuluinya pergi ke Surga setelah mengalami kecelakaan tunggal beberapa tahun lalu.
Di dalam diamnya, sosok Terra terlintas kembali di benak Junior. Dia ingat Terra bekerja di The Arundaya. Di hati kecilnya, ada sedikit harapan Terra juga menghadiri pesta malam itu.
Junior tersenyum tipis saat mengingat terakhir kali dia bertemu Terra di Bali. Waktu yang mereka berdua habiskan di bungalow Terra malam itu adalah terakhir kali pertemuan mereka, karena esoknya saat Junior hendak menghampiri Terra di bungalow untuk mengajaknya sarapan, dia hanya menjumpai cleaning service yang sedang membereskan kamar tempat Terra menginap.
Saat sudah bosan dengan hiruk pikuk di dalam ruangan tadi, Junior memutuskan untuk keluar melalui pintu samping ruangan yang menuntunnya ke sebuah kolam renang yang sekelilingnya sengaja ditaruh beberapa pasang meja dan kursi agar tamu undangan juga dapat menikmati pesta di area luar.
Junior terkejut saat seseorang menepuk bahunya. Berdiri di hadapannya seseorang yang tadi sempat mampir di benaknya, dengan dress cantik kombinasi organza berwarna navy di atasnya dan batik berwarna senada di bagian bawah.
"Junior?"
"Hai... Terr?" sapa Junior kikuk.
"Eyang nggak ngundang artis deh kayaknya," celetuk Terra yang juga keheranan dengan kehadiran Junior.
"Eyang?"
"Iya, Eyang Wijaya."
"Nama lengkap lo siapa deh?"
"Terra Prithanaya," jawab Terra agak ragu. Dia enggan menyebutkan nama belakangnya.
"And your last name is Kusuma?" Tanya Junior lagi, yang dijawab dengan anggukan pelan oleh lawan bicaranya. Junior tertegun sejenak karenanya.
"Lo dateng sendirian?" Tanya Terra berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Sama Mama gue. Seharusnya bokap yang dateng, tapi beliau lagi overseas jadi gue yang nemenin."
"May I ask your full name?" Tanya Terra.
"John Junior Suhayr."
"Ooh, Suhayr Group it is," Terra merespon jawaban Junior cukup singkat, seolah dia sudah mengerti kenapa bisa Junior datang ke acara pesta ulang tahun kakeknya. Karena memang bukan sembarang orang yang kakeknya undang. Hanya kolega bisnis yang sudah kakeknya kenal baik sejak lama dan sering terlibat proyek bersama dengan bisnis kakeknya yang akan diundang di acara malam itu.
"Tante Miryam di mana?" Tanya Terra yang membuat Junior keheranan. Terra bahkan tau nama mamanya. Seperti sudah sering bertemu.
"Lo kenal nyokap gue?"
"Ya kenal lah. Tante Miryam yang bantuin gue nyari apartemen," jawab Terra yakin.
Terra mengingat beberapa tahun lalu dia mendapat kontak Tante Miryam dari Pakde Handaru saat dia hendak mencari-cari apartemen. Tante Miryam yang merupakan direktur dari Suhayr Group, yang ternyata juga teman SMA Pakde Handaru, dengan senang hati turun tangan langsung untuk membantu Terra mencarikan apartemen yang cocok untuknya di antara banyak apartemen miliknya.
Tante Miryam dan Om Januar, orangtua Junior, adalah pengusaha properti cukup terkenal di ibukota, sudah membangun beberapa apartemen dan banyak perumahan di ibukota. Mereka juga memiliki sebuah perusahaan media periklanan cukup berpengaruh di Indonesia. Dan tentu saja mereka sudah sering sekali terlibat proyek bersama dengan Eyang Wijaya, salah satunya saat pembangunan The Arundaya. Tidak heran jika keluarga mereka menjadi salah satu undangan pada pesta malam itu.
Ada perasaan aneh yang Junior rasakan saat dia bertemu Terra. Selama ini dia beranggapan ungkapan butterflies in your stomach hanyalah sekedar ungkapan, karena belum sekalipun Junior pernah merasakan bagaimana rasanya. Namun malam ini, seperti ada jutaan kupu-kupu yang menari di perutnya saat manik coklat mudanya bertemu dengan manik hitam milik Terra.
I finally found you, Terra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truveil; Menemukanmu | Johnny Suh
Fanfiction"Lo beneran nggak inget gue?" Ini kali kedua Junior menanyakan hal yang sama pada Terra. Namun dari mata perempuan di hadapannya, Junior yakin perempuan itu tidak mengingatnya. Junior kecewa lagi. Terra tersenyum getir, memory-nya menyerah mengingat...