satu

219 59 100
                                    

"ibu, Senna mau tinggal sendiri."

Gerakan wanita paruh baya itu langsung terhenti, dia menoleh pada gadis cantik yang mengutarakan keinginannya. Menatap matanya langsung, dia tidak melihat tanda-tanda bercanda hanya wajah keseriusan yang terpancar.

"Umur mu baru saja empat belas tahun, itu masih menjadi tanggung jawab ibu sebagai wali." wanita paruh baya mencoba mengerti situasi yang sedang terjadi, memaklumi keinginan anak remaja. Walau itu mustahil.

Senna, namanya. Umurnya baru saja menginjak 14 tahun. Dari dulu dia sangat menginginkan tinggal sendiri dan keluar dari panti asuhan yang sudah membesarkannya.

"Lagi pula tidak jauh, Senna hanya ingin tinggal di rumah orang tua kandung Senna. Mengingat kenangan disana."

Gadis itu bersungut, bersiteguh akan keputusannya. Keputusannya sudah bulat, dia menatap wajah wanita paruh baya yang sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri dengan memohon. "Senna janji akan sering berkunjung, ibu juga bisa jenguk Senna kalau lagi senggang."

Jarak rumah orangtuanya dan panti asuhan tidak jauh, bahkan masih satu jalan. Hanya berjalan sedikit sudah terlihat. Namun, yang membuat Zana-selaku pengurus panti asuhan atau wali Senna risau, Senna tidak bisa tidur sendiri, jika ada hal yang tidak diinginkan terjadi bagaimana?

"Ibu Senna mohon, cuma itu kenangan tentang orang tua Senna. Senna hanya ingin menjaga dan mengingat mereka."

Jika sudah begitu keputusannya, baiklah Zana tidak berhak melarang. "Ibu kasih izin, tapi Harus sering-sering kesini biar ibu bisa pantau, jam delapan malam harus sudah masuk rumah, jam lima harus sudah bangun, tidak boleh telat mak--"

"--iya ibu Senna paham, Senna janji. Senna sayang ibu!" gadis itu memekik senang menghamburkan pelukan kepada orang yang telah merawatnya.

.

______________

Satu

Manusia sempurna

______________

.

Jika di dunia ini tidak ada definisi manusia sempurna, kalian salah. Senna- orang-orang memanggilnya begitu-dia lah definisi manusia sempurna dan semua orang telah mengakuinya.

Senna cantik? Oh tentu saja, dia pujaan para kaum Adam.

Senna pintar? Siapa lagi yang mendapatkan gelar wanita jenius jika bukan dirinya.

Senna populer? Sangat, siapa sih yang tidak mengenalnya? Apalagi di media sosial, dia telah diikuti oleh tujuh ratus ribu orang.

Senna tersenyum manis sembari membalaskan sapaan akrab yang diberikan kepadanya. Seperti inilah pemandangan yang dia dapat dipagi hari.

"Pagi semuanya!" sapanya begitu memasuki kelas, beberapa orang langsung membalasnya. Dahinya mengernyit heran tumben mereka sedikit yang membalas, biasanya langsung berbondong-bondong membalas.

"Udah enggak usah heran, hari ini ada PR matematika. Udah ngerjain?"

Senna menoleh mendapati orang yang bertanya kepadanya, gadis itu menenteng tas, baru datang. Senna mengangguk, "udah." jawabannya singkat.

Dia langsung menghampiri mejanya. Mendudukkan tubuhnya, gadis yang tadi bertanya ikut duduk disampingnya. "Yang lain belum datang?"

Gadis itu tersenyum, "kayak baru kenal mereka sehari aja, kalau belum bel mana mau sih mereka masuk kelas."

Senna tersenyum simpul, mengerti. "Terus lu enggak ikut mereka?"

"Lagi males cari masalah, pengen tidur aja."

Jawaban singkatnya tapi mampu membuat Senna terkejut. "Tumben," cibirnya. Dia bergidik ngeri menatap teman sebangkunya. Jangan-jangan dia kesambet setan pohon rambutan.

"Enggak usah mikir aneh-aneh, gua emang lagi males banget hari ini."


🍂🍂🍂

"Kalian lagi, kalian lagi!" pekikan menggelegar kesepenjuru kelas. "Enggak bosan-bosannya kalian ibu hukum," ujar sembari menggulung buku.

Senna paham akan gerakan itu, pasti akan ada kekerasan. dia berdiri menimbulkan bunyi nyaring akibat gesekan kursi dengan lantai. "Ibu!" panggilnya pelan.

Bu Nita-guru matematika menoleh mendapati Senna, wajah marahnya langsung terganti dengan tersenyum manis. "Iya Senna, ada apa?"

"Saya juga tidak mengerjakan PR matematika,"

Senyum Bu Nita memudar, dia menghela napas panjang. Murid kesayangannya membuat ulah, tidak mungkin dia menghukumnya berat dan lebih tidak mungkin lagi jika hanya Senna yang diberikan hukuman ringan. Ketahuan sekali, tidak adilnya.

"Sekarang kalian berlima, berdiri di tengah lapangan sampai pelajaran ibu selesai."

Mereka berlima menurut ucapan Bu Nita, keluar kelas. Namun tidak kelapangan, tetapi ke kantin itulah tujuan mereka dari awal. Dan Senna si manusia sempurna datang untuk melancarkan rencana.

"Gila ya, tadi gua udah pegel banget berdiri. Tuh guru galak banget anjir pantesan aja jomblo mulu, mana mau sama cewek galak." ujar salah satu temannya

Senna terkekeh kecil mendengar penuturan teman-temannya. Dia juga mengakui kalau guru matematikanya memang galak.

"Bolos yuk! tadi gua nemu tangga buat keluar lewat dinding belakang."

Si manusia sempurna langsung mengangguk, "Ayok! Gua lagi males banget belajar hari ini."

Padahal Senna tidak sesempurna yang orang bilang. Itu hanya kedoknya untuk bertahan hidup.

-tbc-

cerita hanya fiktif belaka,   ambil sisi positif buang jauh-jauh sisi negatif.

jangan lupa vote dan komen, aku sangat mengapresiasi sama pembaca yang tau cara menghargai.

Kritik dan saran diterima dengan lapang dada, pakai bahasa yang sopan ya.

Salam hangat, Queenchy ❤️

Trouble makers; Bad girlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang