Sebelas

20 0 0
                                    

"anak-anak perkenalkan, kalian kedatangan teman baru," ujar Bu Shinta, beberapa murid semuanya serentak diam saat melihat siapa teman baru mereka. "Silahkan perkenalkan nama kamu,"

"Gua Bianca Aurora, Panggil aja Bianca, pindahin dari kelas 8-H."

"Bianca dipindahkan karena suatu hal, semoga kalian bisa berteman baik." Bu Shinta mengedarkan pandangannya ke sepenjuru kelas, menyadari bahwa tidak ada kursi yang kosong. Dahinya mengernyit saat melihat murid kesayangannya tidak berada ditempatnya. "Sela, Senna tidak masuk hari ini?"

Sela menatap Bu Shinta, "Sakit Bu,"

Bu Shinta menghela napas panjang, "Baik kalau begitu, dikarenakan tidak ada kursi kosong jadi untuk sementara Bianca duduk dengan Sela."

Bianca mengangguk, dalam hati dirinya bersorak gembira. Tidak sia-sia dirinya membujuk Andra untuk memenuhi kemauannya untuk pindah kelas.

"Hai, kita ketemu lagi!" sapa Sela.

.

______________

Sebelas

Kerusuhan

______________
.

Sepanjang koridor slalu ramai, dengan murid-murid berlalu lalang. Seluruh atensi menuju kepada lima gadis yang mungkin saja baru keluar dari kelasnya.

"Gua laper..." ujar Alya, selama berjalan gadis itu bersender pada bahu Evelyn.

Salahkan Bu Nina-guru IPA, guru berkacamata kotak itu tidak henti-hentinya mengoceh tentang kedisiplinan. Membuat Alya muak sendiri mendengarnya. Apalagi ia membawa nama teman-temannya dalam sesi ocehan tadi, ia benar-benar tidak tahan.

"Andai aja dia bukan guru, udah gua colok tuh matanya." gerutu Alya lagi.

Seperti mendapatkan suntikan semangat, gadis itu menegakkan kepalanya, matanya berbinar-binar saat langkah mereka memasuki area kantin. Tanpa memperdulikan bahwa saat ini dirinya sedang menjadi pusat perhatian.

Setelah mencari meja kosong, Senna bangkit dari duduknya, "mau pesen apa?" tawarnya.

"Nasi goreng!" Alya yang paling semangat diantara mereka.

"Kalian mau apa?" merasa mereka semua tidak menjawab Senna bertanya kembali, apalagi saat ketiga temannya sibuk berkutik dengan ponsel mereka. "Evelyn?"

"Samaain aja," jawabnya.

"Bianca?"

Bianca sempat menurunkan ponselnya menatap Senna, ia sedikit bingung, "Samaain aja,"

"Lo Sel mau apa?"

Tidak seperti Bianca, Sela tidak perlu berpikir. "Samaain aja,"

Senna menghela napas panjang dia menatap bingung ke arah Alya, tatapan Senna seakan-akan bertanya. 'mereka kenapa?' pasalnya sepanjang perjalanan menuju kantin mereka terus saja sibuk dengan ponsel masing-masing.

Alya hanya mengedikan bahu acuh, dirinya juga tidak tahu.

Senna mengangguk paham lalu berjalan, meninggalkan mereka.

Sepeninggalnya Senna, serentak mereka bertiga menurunkan ponselnya. Sempat saling tatap-tatapan, sebelum mereka terkekeh kecil.

"Nanti malem, jangan sampai rencana gagal," kata Sela.

"Gila tadi gua hampir keringet dingin ditanya Senna begitu," saut Alya.

"Demi apa?!" pekik Evelyn.

Bukan hanya mengundang perhatian teman-temannya, tapi juga perhatian orang-orang. "Nathan mutusin Tasya!"

Sela terkekeh geli, "Udah gua bilang, Nathan enggak akan segampang itu ngelupain gua,"

"Iya deh mbak suhu," Evelyn berlagak layaknya orang mau sungkeman.

Byur!

Terdengar pekikan tertahan dari mereka, mereka-Evelyn, Bianca, Alya- segera bangkit dari duduknya saat melihat keadaan Sela basah, akibat siraman.

"Ya ampun Sel," itu Alya, gadis itu merogoh saku mengambil sapu tangan. Mengelap wajah Sela.

Sela sendiri geram, ia segera bangkit tanpa aba-aba gadis itu balik menyiram air. "Manusia enggak berguna kayak lo, enggak pantes nyiram gua!"

Tasya terkejut, tentu saja. Apalagi saat dirinya mendapatkan balasan tidak terduga dari adik kelasnya. "Lo jalang kecil, berani-beraninya bales perbuatan gua,"

"Kalau Sela jalang, lo sendiri apa? Pelacur?" saut Bianca.

Mata mereka membulat melihat Tasya langsung menerjang Sela, dengan brutalnya gadis itu menjambak rambut Sela. Sela juga tidak tinggal diam, dia membalasnya tidak kalah sakit.

Evelyn, Bianca, Alya tidak diam saja, mereka membantu Sela melepaskan jambakan Tasya. Dua teman Tasya dengan tidak tahu dirinya malah ikut-ikutan, alhasil mereka bertiga ikut kena jambak.

"Nathan milik gua! Sampai kapanpun dia akan slalu jadi milik gua!" tekan Tasya, setiap perkataannya terdengar seperti penekanan.

"Mimpi! Dari awal lo udah kalah, bangun jangan pernah berharap apapun." balas Sela.

Posisi mereka sangat tidak layak dilihat, terdengar sorakan dari sepenjuru kantin. Bahkan rok mereka beberapa kali tersibak.

"Apasih yang Lo kasih?! Sampai Nathan enggan buat ninggalin lo! dasar cewek murahan!" Tasya dengan tangannya masih menjambak rambut Sela, ia tidak memperdulikan sekitar.

"Tentu aja yang lo enggak punya," Sela menyeringai.

Keadaan kantin rusuh sangat berantakan, bahkan seragam mereka ada yang sampai sobek. Alya terlepas, dia bebas dari jambakan kakak kelasnya. Melihat wajah terkejut Senna, Alya langsung menyentaknya, "Sen bantuin pisahin!"

Senna mengangguk menarik Sela, begitu juga Alya menarik Tasya. Sekarang mereka semua tidak lagi jambak-jambakan.

"Tasya!" teriakan dari luar kantin menarik perhatian mereka. Laki-laki berperawakan tinggi, menghampiri mereka.

"Beb aku dikeroyok mereka," adu Tasya.

Nathan tidak memperdulikan Tasya, laki-laki itu langsung menyentak tangan Tasya, tatapannya beralih kepada Sela, tatapan khawatir terpancar melihat lebam pada wajah Sela.

Kini Nathan menatap tajam Tasya, "Lo apain Sela?!"

Tasya gelagapan, "enggak, aku enggak apa-apain."

Nathan mencengkram tangan Tasya hingga terdengar ringisan kecil darinya. "Beraninya lo tampar Sela,"

Sela tersenyum miring, gadis itu sudah menduga hal ini akan terjadi. Apalagi saat Nathan menarik tangannya keluar dari area kantin.

Sela menang.

-tbc-


Cerita hanya fiktif belaka,   ambil sisi positif buang jauh-jauh sisi negatif.

jangan lupa vote dan komen, aku sangat mengapresiasi sama pembaca yang tau cara menghargai.

Kritik dan saran diterima dengan lapang dada, pakai bahasa yang sopan ya.

Salam hangat, Queenchy ❤️

Trouble makers; Bad girlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang