tiga

76 55 56
                                    

Menatap ke arah jendela kamar, dia menatapnya dengan nanar. Anak-anak sebayanya tertawa bahagia di bawah guyuran hujan. Sedangkan dia, duduk di ranjang hangat menatap dengan iri.

Jujur di hati kecilnya dia ingin bergabung bersama mereka, bermain di bawah guyuran hujan sepertinya menyenangkan.

"Mamah, Alya mau main hujan."

"Tidak boleh!" tatapan tajam mengintimidasi. Dia menyadari bahwa anaknya ketakutan raut wajahnya melunak sedikit terdapat senyuman tipis. "main sama mamah aja yuk, sini mama kepangin."

Alya mencurutkan bibir, dia tidak ingin di kepang. Dia ingin bermain hujan bersama teman-temannya. "Alya enggak mau!"

Senyuman tipis itu menghilang sepenuhnya, dia menatap tajam kearah anak berumur tujuh tahun itu. "kalo mamah bilang enggak boleh ya enggak boleh!"

Alya meringis, cengkaraman mamahnya menyakitinya. Kuku tajam mengores kulit halus di bahu Alya. Gadis kecil itu memejamkan mata, dia ketakutan.

"Main sama mamah yuk, kita dandan. Anak mamah enggak boleh nakal."

Akhirnya Alya kecil mengangguk, mengiyakan. Mengikuti ajakan sang mamah dari padanya dia harus menerima pukulan yang sangat menyakitkan.

.

_____________

Tiga

Burung dalam sangkar

____________

.


Keadaan Alya besar tidak jauh berbeda dengan Alya kecil, mamahnya masih tidak mengizinkannya untuk bermain dengan teman sebaya. Untuk bersekolah saja Alya harus menunggu mamanya tertidur pulas sehabis meminum obat.

Dan saat itulah Alya bebas melakukan apapun.

Dia melepaskan kepangan yang sempat mamanya buat. Dia tidak suka dengan gaya ini, kuno sekali. Mengambil liptint dari saku seragam mengoleskannya pada bibir.

Baju seragam dia ikat kebelakang supaya lebih ketat dengan tubuhnya, roknya dia gulung hingga menampilkan pahanya. Sekali lagi dia bercermin membenarkan bentuk rambutnya.

Setelah semuanya selesai, dia keluar dari toilet wanita. Sedikit terkejut dengan rangkulan pada bahunya. Dia menoleh, Alya bernafas lega mendapati gadis seumuran dengannya yang melakukan hal itu.

"Ngagetin tau enggak Lo!"

Mendengar kekesalan Alya gadis itu tertawa kencang, "lagian kayaknya lu phobia banget sama cowok."

"Bukannya phobia, gua cuma jaga-jaga aja enggak semua cowok itu baik. Kalo gua enggak beruntung ya dapet yang berengsek." Alya bersungut sebal. Benar bukan perkataannya?

"Atau jangan-jangan lu suka cewek?"

Alya mendelik, dia memukul bahu temannya kencang. "Jangan ngaco! Gua masih normal ya,"

"Lagian si Bastian yang gantengnya minta ampun, malah di tolak." gadis itu mencibir.

Melewati koridor sekolah yang tampak sepi. Jam pelajaran sudah lewat dua puluh menit yang lalu, sedangkan dua orang yang sedang bahu membahu baru saja datang.

"Sekarang pelajaran Bu Nita, bolos yuk!"

"Jangan kita pake rencana B!" saut seseorang.

Kedua gadis itu menoleh bersamaan, "kalau ketauan malah tambah parah nantinya." saatnya lagi, kemudian tangannya ikut merangkul pundak Alya. Berjalan bersama melewati sepinya koridor.

"Widih si ketua baru dateng, gimana liburan di skorsing nya?"

🍂🍂🍂


Langkahnya berhenti ketika melihat Evelyn berdiri sendiri di depan kelas. Sedang di marahi habis-habisan oleh Bu Nita. Alya meringis jika dia yang berada di posisi Evelyn, pasti dia akan merasa sangat malu.

Alya menatap Senna, memberi kode. Beruntungnya ia berteman dengan gadis sepintar Senna, gadis itu bisa menangkap apa yang di kode olehnya.

"Kalian lagi, kalian lagi!" pekikan menggelegar kesepenjuru kelas membuat Alya terkesiap. "Enggak bosan-bosannya kalian ibu hukum," ujar sembari menggulung buku.

Alya tau Bu Nita menggulung buku untuk memukulnya serta teman-temannya. Dia menatap Senna lalu mengangguk. "Sekarang!"

Suara decitan kursi beradu dengan lantai mengubah pandangan, "ibu!" Senna memanggil, rencana dimulai.

"Iya Senna, ada apa?"

Ingin rasanya Alya berdecih tepat di hadapannya dan mengatakan dengan lantang, kalau Senna bagian dari kita. Anak kesayangan guru mah beda.

"Saya juga tidak mengerjakan PR matematika,"

Alya tersenyum, akhirnya dia bisa  merasakan duduk di kursi kantin. Dia sangat pegal berdiri mendengarkan petuah Bu Nita.

"Sekarang kalian berlima, berdiri di tengah lapangan sampai pelajaran ibu selesai!" titah Bu Nita.

Orang normal mah kalau di kasih hukuman sedih ya, karena Alya merasa tidak normal makanya dia senang. Dia keluar kelas dengan senang hati. Langkahnya langsung menuju ke kantin, dari awal memang niatnya ingin kesana.

"Gila ya, tadi gua udah pegel banget berdiri. Tuh guru galak banget anjir pantesan aja jomblo mulu, mana mau sama cewek galak." celetuk Evelyn. Dia yang paling mengebu-gebu di antara yang lain.

"Bolos yuk! tadi gua nemu tangga buat keluar lewat dinding belakang." ajak Alya, dari pada hanya ke kantin. Dia tidak mempunyai banyak waktu untuk mengekspor dunia luar. Jam keluarnya hanya sampai mamahnya tidur saja.

Si manusia sempurna langsung mengangguk, "Ayok! Gua lagi males banget belajar hari ini."

Dia terkekeh geli mendengar penuturan si manusia sempurna. Ini lah Alya, si Rapunzel dunia nyata.

-tbc-

Banyak yang nanya sama aku kenapa aku mengambil latar belakang anak SMP, jawaban aku ada dua. Pertama, karena anak SMP masa-masanya kita mengenal sesuatu tanpa tau akibat kebelakangnya jika tidak di dampingi orang tua. Kedua, series dari cerita ini banyak aku udah rencanain semuanya dari awal. Enjoy <3

cerita hanya fiktif belaka,   ambil sisi positif buang jauh-jauh sisi negatif.

jangan lupa vote dan komen, aku sangat mengapresiasi sama pembaca yang tau cara menghargai.

Kritik dan saran diterima dengan lapang dada, pakai bahasa yang sopan ya.

Salam hangat, Queenchy ❤️

Trouble makers; Bad girlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang