enam

41 18 29
                                    

Bukan hal baru lagi jika Sela dan Chika kerap kali bertengkar. Seluruh murid Hermosa Middle school juga sudah mengetahuinya. Bahkan guru-guru pun tahu dengan pertengkaran itu.

Chika yang selalu kebawa emosi dan Sela yang santai menghadapi situasi.

"Anjing ya Lo!"

"Bukannya itu elo?"

Pertengkaran itu bukan terjadi sekali atau dua kali. Mereka sering bertengkar ketika keduanya bertemu. Masih menjadi pertanyaan sampai sekarang, awal mulai permusuhan mereka.

Desas-desus yang beredar bahkan di yakini sampai sekarang, itu karena cowok.

"Lo yang nabrak gua duluan!" Chika memekik keras, dia menunjuk wajah Sela.

Sela tertawa, "Sengaja, seru ngeliat lu marah."

Chika kepanasan sendiri jadinya, dia melayangkan tangannya hendak menampar wajah Sela. Namun ada tangan yang jauh lebih besar menghalau dari belakang.

"Nathan..."

"Jangan kasar jadi cewek,"

Lagi dan lagi permainannya di menangkan oleh Sela, dia tersenyum bangga pada dirinya sendiri. Menatap laki-laki yang menolongnya dengan tatapan berbinar. Lalu menatap Chika meledek.

1:0.

.

___________

Enam

Benalu

___________

.

"Kalian lagi, kalian lagi! Enggak pernah kapok juga,"

Suasana pagi ini di dominasi oleh teriakan menggelar Bu Nita, Suara nyaringnya yang menjadi ciri khas dari guru itu. Siapapun yang mendengarnya pasti langsung bisa menebak itu suaranya.

"Capek saya ngasih hukuman ke kalian, enggak pernah jera juga." Nita menarik napas dalam-dalam. Bisa mati muda kalau kayak gini terus.

Bianca menggigit bibirnya bukan karena sedih atau menahan nangis, tapi gadis itu menahan tawa. Di saat seperti ini Evelyn malah membuat wajah lucu. Mana hidung Evelyn kembang kempis.

'kan nggak lucu, guru lagi meratapi nasib eh Bianca malah ketawa.

"Kalian berdua lari sepuluh kali, sambil saling jewer."

Mereka berdua, Evelyn dan Bianca mengangguk mengiyakan. Langsung berjalan kearah lapangan. Mulai menjalani hukumannya.

Suasana lapangan cukup ramai, kelas unggulan sedang melaksanakan pelajaran olahraga. Evelyn menjewer telinga Bianca. "Sakit enggak?"

"Lu pikir gua cewek lemah? Kayak gini doang mah enggak--AKH sakit anjir!"

"Tadi katanya bukan cewek lemah," Evelyn mencibir.

Bianca tidak menjawab cibiran Evelyn, dia berlari kecil di ikuti Evelyn sejajar dengannya. Langkah mereka harus seirama supaya tidak saling menjewer.

Pandangan Bianca teralihkan melihat pria yang sangat menarik perhatiannya.

"Akh sakit ege,"

"Eh maaf, maaf, tadi gua enggak fokus sumpah."

"Liat apa sih emang?"

"Enggak, enggak, enggak liat apa-apa sumpah. Lanjutin lagi yuk! Tinggal tiga putaran lagi 'kan."

Evelyn menatap curiga Bianca, mau ngelak bagaimanapun ia tau Bianca sedang berbohong. Sebenarnya apa yang telah dilihatnya hingga melamun?

🍂🍂🍂


"Sialan ya kamu!"

Sela berperanjak terkejut, mendengar teriakkan menggelegar saat dia masuk rumah. Dia menatap nyalang Vera, Sela tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Untuk apa dia takut.

"Tante tuh kenapa sih? Kalau gila jangan di sini!"

Jengah sendiri slalu saja setiap dirinya menginjakkan kaki pasti ada saja kelakuan Mak Lampir itu. Entah marah, entah nangis sendiri. Pernah Sela melihat keadaan Vera basah kuyup, jujur Sela tidak peduli sebenarnya hanya jengah saja. Dia tidak ingin tinggal bersama orang gila.

"Masih nanya, jelas-jelas kamu tau semuanya!"

"Gua lagi enggak mau berantem ya, enggak usah cari masalah dulu." ujarnya dia langsung menaiki tangga menuju kamar, baru saja melangkah tiga anak tangga. Tubuhnya langsung terhuyung kebelakang ketika rambutnya di jambak kuat.

"Anak sialan!"

"Akh! Tante yang sialan!"

Sela tidak diam saja dia juga membalas jambakan Vera, tidak kalah kuat. Sela rasa rambutnya akan segera rontok. "Tante tuh sebenernya kenapa sih?!"

"Kamu 'kan yang ambil uang saya!"

Oh ternyata karena itu, pantas saja Vera jadi tidak waras seketika. "Kalo iya, Tante mau apa?" Sela kembali menantang, jambakan mereka sudah terlepas. Rambutnya awut-awutan kayak singa bangun tidur.

"Dasar pencuri!"

Sela dongkol setengah mati, seharusnya yang ngomong begitu dirinya bukan benalu. "Seharusnya yang ngomong kayak gitu aku, itu uang papah bukan uang Tante!"

"Anak nggak tau diri!"

Sebelum tragedi jambak-jambakan kembali terjadi Sela buru-buru menaiki tangga, langkah terhenti di anak tangga terakhir dia menoleh menatap lekat Vera lalu mengacungkan jari tengah, "Benalu!"

-tbc-

Cerita hanya fiktif belaka,   ambil sisi positif buang jauh-jauh sisi negatif.

jangan lupa vote dan komen, aku sangat mengapresiasi sama pembaca yang tau cara menghargai.

Kritik dan saran diterima dengan lapang dada, pakai bahasa yang sopan ya.

Salam hangat, Queenchy ❤️

Trouble makers; Bad girlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang