Sepuluh

14 1 0
                                    

"kakak mau makan apa? Biar Bunda ambilin."

Evelyn mendongak menatap lekat Sila yang begitu perhatian kepada kakak kembarnya. Evelyn punya saudara kembar, namanya Edgarka.

"Bun, Ev mau ayam bakar."

Sila menatap putrinya lekat, sekilas ada rasa bersalah dari tatapannya, "kamu ambil sendiri ya, Bunda lagi sibuk ngurusin kakak kamu."

Evelyn mengangguk mengerti, menunduk lalu tersenyum kecut. Slalu seperti ini. Slalu Edgarka, Edgarka dan Edgarka. Tidak bisa sekali saja, Evelyn.

Pertanyaan Senna ada benarnya. Kenapa ia repot-repot pindah dari negara yang serba ia memiliki?

Di sana Evelyn memiliki segalanya, kasih sayang? Kakek-neneknya slalu memberikan kasih sayang kepadanya. Perhatian? Evelyn jatuh sedikitpun, neneknya langsung khawatir. Kekayaan? Tentu saja, siapa yang mewariskan harta sebesar ini kepada ayahnya, jika bukan kakeknya?

Kenapa ia repot-repot datang kesini? Dan memutuskan semua hubungannya di Canada.

Jawabannya hanya satu, kasih sayang orang tua. Evelyn butuh itu untuk sekarang.

.
_______________

Sepuluh

Antagonist
_______________

.

Setiap cerita pasti punya 'si baik' dan 'si jahat'. Si baik yang slalu di sanjung, di agung-agungkan, bahkan bisa di sembah sekalipun.

Sedangkan si jahat? Padahal itu bukan salahnya, memang penulisnya saja yang dasarnya kejam memberikan peran. Sudah di benci, di caci maki, tidak mendapatkan apa-apa pula.

Padahal si jahat hanya pemanis dalam cerita, jika tidak ada si jahat maka sebuah cerita tidak akan seru.

Bianca menjadi pendukung antagonis nomer satu. Menurutnya pemeran antagonis itu sangat realistis, tidak dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangkan. Semuanya nyata.

Hanya orang munafik yang menjadi si baik. Bianca benci orang munafik itu.

Rambut hitam legam bergelombang, mata elangnya tidak ada habis-habisnya mengintimidasi orang, sebelum mereka berurusan lebih jauh lagi, lebih baik mereka kabur sejauh-jauhnya.

"Elo 'kan yang aduin gue?" matanya memerah menahan amarah.

"Kalau iya, kenapa?"

Sudut bibirnya bergerak membentuk senyuman manis, jadi dirinya ditantang. Padahal ia bukan apa-apa kalau bukan karena Papi-nya.

"Jangan mentang-mentang Lo anak orang kaya, Lo bisa berbuat sesuka hati. Apa ini didikan anak orang kaya?"

Cukup, kalau membawa orang tua Bianca tidak tahan lagi. Dasar anak beasiswa tidak tahu terimakasih. Heran, mentang-mentang sekarang dia dipandang baik, jadi lupa akan asalnya.

Plak!

Tamparan keras membuat wajah gadis itu tertoleh, saking kencangnya membuat seisi kantin menjadi hening. Terdengar pekikan tertahan orang-orang.

"Ini peringatan pertama buat Lo,"

Plak!

"Buat Lo yang udah aduin gue,"

Plak!

"Jangan pernah nantangin gua, gua agak sakit hati atas ucapan Lo tadi,"

Tidak ada yang membantunya, siapa yang berani, maka ia akan menjadi korban selanjutnya. Dan dapat dipastikan bahwa kehidupannya tidak akan tenang.

Bianca tidak akan melepaskannya begitu saja, sampai korbannya berlutut memohon maaf kepadanya. Seru sekali bukan?

Baru saat itu Bianca akan melepaskannya.

"Guys, kata ketua OSIS kita, ambil makanan apa saja, ketua OSIS kita yang akan bayar." Bianca memekik.

Terkadang mereka semua mendukung perbuatan Bianca, seperti sekarang, mereka justru berteriak heboh berbondong-bondong mengambil makanan.

"Ingat ini!" Bianca tersenyum manis, menepuk bahunya berlagak memberikan semangat. Kemudian gadis itu pergi meninggalkan kantin.

.

Bianca mencuci tangan, berkaca pada cermin. Ia slalu cantik dalam situasi apapun. Rambut depannya sedikit berantakan, akibat sentakan tadi.

"Gua suka cara Lo,"

Tanpa repot-repot menoleh, dari cermin Bianca bisa melihat jelas siapa yang berbicara.

"Cuma Lo yang berani mempermalukan ketua OSIS, kayak gitu." katanya lagi.

Satu alis Bianca naik keatas, gadis ini sedang memuji dirinya? Atau sekedar caper?

"Gua Sela,"

Jadi dia yang bernama Sela, akhir-akhir ini Bianca sering mendengar nama itu disebut-sebut entah perbuatan apa yang ia lakukan. Bianca hanya mendengar namanya sekilas.

"Bianca,"

"Bahkan ketua OSIS tadi aja, sampai enggak berkutik sama sekali." Sela terkekeh geli.

Penjilat. "So, lu mau apa?" Bianca tidak suka basa-basi. Gadis ini terlalu banyak mengatakan omong kosong.

"Temen," jawabnya, menarik atensi Bianca, bahkan saking tertariknya ia sampai menoleh. "Kita temenan, mungkin itu bisa jadi keuntungan."

Bianca benar-benar tertarik, sebelumnya tidak pernah ada yang mengajaknya berteman. Baru Sela pertama kali, bahkan Bianca sudah menjutekinya. Tapi gadis ini tidak takut sama sekali.

"Keuntungannya seperti?"

"Enggak akan ada yang berani, ngusik lo lagi atau teman tempat bersandar."

Bianca benar-benar tertarik.

-tbc-

Cerita hanya fiktif belaka,   ambil sisi positif buang jauh-jauh sisi negatif.

jangan lupa vote dan komen, aku sangat mengapresiasi sama pembaca yang tau cara menghargai.

Kritik dan saran diterima dengan lapang dada, pakai bahasa yang sopan ya.

Salam hangat, Queenchy ❤️

Trouble makers; Bad girlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang