Sembilan

20 2 0
                                    

"Alya, coba deh dongak!"

Mendengar perintah itu Alya langsung mendongak, menatap Sela.

"Sebenarnya lo itu cantik, tapi sayangnya kecantikan lo itu harus ketutup dengan gaya lo yang kampungan gini." ujar Sela.

Dengan bergumam soal kecantikan yang entah Alya paham atau tidak, Sela menarik ikatan rambutnya membiarkan rambut panjangnya tergerai bebas. Lalu ia melepaskan kacamatanya digantikan dengan Sela memasang soflen lensa pada kedua matanya.

Mereka bertiga dengan Senna, sedang berdandan di dalam toilet. Jadi inilah rahasianya, kenapa Senna dan Sela slalu tampak cantik.

"Coba kesini deh Al," Senna memanggilnya. Tanpa aba-aba ia langsung mengoleskan sesuatu pada bibir merah mudanya. "Nah 'kan kayak gini jadi tambah cantik." Senna tersenyum manis.

Alya menatap cermin melihat dirinya pada pantulan cermin, ini sungguh dirinya? Jika disandingkan dengan Sela dan Senna, ia tidak kalah cantik. Ia tidak akan menjadi bahan olok-olokan lagi. Ia bisa berteman dengan bebas.

"Terakhir," Itu Sela, ia merapihkan seragam Alya. Melipat sisi seragam yang kebesaran. "Kalo kayak gini baru bener, enggak keliatan kayak pakai karung goni lagi."

Karung goni ya... Pantas saja tidak ada yang mau berteman dengan dirinya. Jadi selama ini, Alya mengenakan karung goni bukan seragam sekolah.

Seragam yang baru sangat pas pada tubuhnya tidak kekecilan dan tidak kebesaran. Jadi ia nyaman-nyaman saja.

Alya tidak menyesal telah membantu Sela waktu itu.

.
________________

Sembilan

Anak baru

________________

.

Seantero Hermosa junior school, digemparkan dengan berita simpang siur, tanpa tahu kebenarannya. Ya mungkin itu sudah biasa, terjadi di era globalisasi seperti ini. Tinggal bagaimana kitanya memilah informasi dengan benar.

Tadi pagi, semua orang berkumpul disepanjang koridor, membicarakan tentang anak baru yang akan pindah hari ini. Yang membuat mereka semua tertarik, bahwa anak baru ini putri satu-satunya keluarga Hermosa.

Semua orang terkejut, tentu saja. Bagaimana tidak? Semua mengetahuinya bahkan media pun meliputnya, bahwa Hermosa hanya memiliki satu anak dan itupun berjenis kelamin laki-laki.

Sedangkan yang dirumorkan, berjenis kelamin perempuan. Tentu saja seantero sekolah heboh. Beberapa argumen terdengar, ada yang merasa kasihan dan ada juga yang menertawakan.

"Jadi bener keluarga Hermosa, enggak cuma punya satu anak?" gumaman terdengar seperti pertanyaan. Alya juga tidak yakin.

"Enggak tau deh, lagian ngapain sih pada ngurusin yang kayak gitu," gerutu Senna. Sejak pagi mereka tidak henti-hentinya bergunjing.

"Menurut Lo gimana Sel?" tanya Alya.

Mereka bertiga sedang berada di kelas, tepatnya pojok kelas, tempat untuk menghabiskan waktu saat free class. Dengan rambut hitam Sela yang sedang dicatok Alya, dan Senna yang sedang membaca buku.

"Menarik," Sela bergumam.

Alya dan Senna menoleh kearah yang sama, mereka berdua bergidik ngeri, mendengar jawaban Sela.

Senna mengecek dahi Sela, merasakan apakah temannya itu baik-baik saja. "Jangan gila Lo, masih waras 'kan?"

Mendengar pertanyaan Senna, Sela langsung berwajah datar. Ia menatap Senna malas. "Bukan gitu maksud gua,"

"Terus?"

"Kita ajak temenan lah," Sela tersenyum sumringah, "kapan lagi kan kita, punya temen anak yang punya sekolah."

.

Tadi pagi harinya, sekarang siangnya lebih heboh lagi. Saat mobil pemilik sekolah terparkir jelas, di area parkiran. Gosip tadi, bukan cuma omong kosong tapi benar-benar terjadi.

Seluruh murid melihatnya, pemilik sekolah mengadeng seorang gadis, rambutnya hitam kecoklatan, wajahnya blasteran Canada menjadi ciri khas dari keluarga Hermosa.

Jadi dia bukan anak angkat seperti digosip, bukan juga anak yang ditelantarkan. Mereka punya alasannya tersendiri untuk tidak mempublikasikan putri satu-satunya.

Begitupun dengan kelas Sela, yang tadinya seperti pasar malam, kini hening. Wali kelas mereka, tidak sendiri. Seorang gadis mengekori dari belakang.

Sela sudah bisa tebak itu siapa, penampilannya sungguh luar biasa. Kali ini pemikirannya benar, dia harus berteman dengannya.

"Anak-anak, kelas kalian kedatangan murid baru," Bu Shinta guru IPA sekaligus wali kelas, berbicara. Intonasinya tegas, kelas langsung benar-benar hening seketika. "Silakan, perkenalkan diri."

Gadis itu tersenyum tipis, kemudian matanya beralih kesepenjuru kelas. "Hai, saya Evelyn! Evelyn Olina Hermosa, Pindahan dari Kanada,"

Bu Shinta mengangguk, "Ada yang mau ditanyakan?"

Salah satu murid mengangkat tangan, "kenapa dia enggak masuk kelas unggulan?"

Pertanyaannya simple, terdengar seperti sedang mengolok-olok dirinya. Jadi maksud dari perkataannya, Evelyn itu bodoh. Walaupun anak pemilik sekolah.

"Kalau masalah itu, ibu tidak tahu." Jawab Bu Shinta. "Ada lagi?"

"Kenapa memutuskan pindah kesini? Padahal kelihatannya kanada lebih baik dari semua segi." itu Senna.

Sudut bibir Evelyn sedikit tertarik, pertanyaan yang menarik. Sampai sekarangpun, ia tidak tahu juga jawabannya. Ia sendiri masih bingung. "Saya juga enggak tahu, pengen mencoba suasana baru saja." jawabnya.

Terdengar suara oh saling bersautan, kini rasa penasaran mereka terjawab berkat pertanyaan Senna.

"Sesi tanya jawab sudah selesai, Evelyn kamu boleh duduk disamping Alya." Bu Shinta menoleh kanan-kiri, menari Alya, gadis itu mengangkat tangan untuk memberi tahu keberadaannya.

Evelyn mengangguk, berjalan pelan menuju mejanya.

"Sorry ya kalau pertanyaan gua, menyinggung." Senna langsung berbalik, saat Evelyn duduk. Kebetulan, Evelyn tepat berada dibelakangnya.

"Santai," ujar Evelyn. Padahal ia tidak tersinggung sama sekali, justru ia tertarik dengan pertanyaan itu sendiri. Dalam benaknya ia semakin bertanya-tanya.

"Kenalin, gua Senna."

"Evelyn,"

"Yang duduk disamping gua, namanya Sela." Sela berbalik saat Senna menyebutkan namanya.

"Evelyn,"

Pandangan mereka semua menuju Alya, sejak tadi gadis itu hanya diam sembari menunduk. "Oh, dia Alya," ujar Sela.

Alya mendongak, sejak tadi ia merasa tidak nyaman. Lebih tepatnya takut partner sebangkunya tidak nyaman duduk disamping dirinya. Ini pertama kalinya sejak ia SMP mendapatkan partner sebangku. Alya gugup sekarang.

"Hai!"

"Hai juga, gua Evelyn!"

-tbc-

Cerita hanya fiktif belaka,   ambil sisi positif buang jauh-jauh sisi negatif.

janganlah lupa vote dan komen, aku sangat mengapresiasi sama pembaca yang tau cara menghargai.

Kritik dan saran diterima dengan lapang dada, pakai bahasa yang sopan ya.

Salam hangat, Queenchy ❤️

Trouble makers; Bad girlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang