Evelyn, Sela, Bianca, Alya. Mereka berjalan beriringan menuju rumah Senna. Sebenarnya mereka tadi siang mengerjainya, hari ini ulangtahun Senna.
Mereka sudah merencanakan suprise untuk merayakan ulang tahun Senna.
"Jangan ada yang berisik," titah Alya, gadis itu sampai memperkecil suaranya.
"Mana kuenya?" tanya Evelyn, "lilin siapa yang pegang?" tangannya sudah siap memegang korek api.
Sela dan Bianca kompak memberikan barang yang dibutuhkan Evelyn. "Nanti buka dulu pintunya baru nyanyi ya,"
Mereka bertiga mengangguk, mematuhi instruksi Evelyn. Bianca dengan pelan membuka pintu rumah Senna. Gadis itu langsung melihat Senna sedang duduk diruang tamu seorang diri, memeluk lututnya.
Bianca tertegun, untuk pertama kalinya ia melihat Senna dengan tampilan menyedihkan. Tentu saja Bianca tahu apa yang terjadi dengan keluarga Senna. Dimana ia tinggal. Bianca tahu semua.
ia memberikan kode kepada teman-temannya untuk segera masuk.
"Happy birthday Senna... Happy birthday Senna..."
Wajah murung Senna digantikan dengan keterkejutan, beriringan dengan tersenyum tulus. Senna tidak merasakan sendirian lagi.
Kekosongan dihatinya kini terganti, semuanya akan baik-baik saja jika ia bersama dengan mereka.
.
_______________Dua belas
Problem
_______________
."Kalian lagi! Kalian lagi!" Suaranya menggelegar hingga sepenjuru ruangan. Bahkan Evelyn sampai repleks menutup ke-dua telinga, saking menggemanya.
Seperti yang Evelyn duga, akibat kejadian dikantin tadi siang. Mereka semua berkumpul pada ruangan ber-AC, duduk disofa empuk dan mendominasi warna putih. Ruang BK.
Kenapa semua orang takut pada ruang BK? Padahal dari segi kenyamanan ini sangat oke, dibandingkan kelas 8-C. Tentunya, kelas itu seperti pasar terkadang.
Mereka berempat duduk sejajar, dengan Evelyn dan Bianca duduk diantara pojok, Sela dan Alya duduk ditengah. Senna? Oh ayolah, sebelum kita dipanggil, Senna sudah terlebih dahulu dipanggil Bu Shinta, untuk mengerjakan soal-soal rumus. Curang sekali bukan?
"Kalian tidak capek, buat masalah terus?! Ibu aja sampai bosan marahin kalian, masuk kuping kanan- keluar kuping kiri." Bu Syifa- selaku guru BK.
Mereka hanya menunduk, tapi diam-diam menahan tawa. "Kalau jamur kuping itu kanan atau kiri Bu," celetuk Alya. Ini yang sendari tadi mereka tertawakan.
"Kamu Alya, dulu kamu tuh enggak pernah buat onar, rajin, sering ngumpulin tugas, taat aturan, tapi kenapa kamu berubah begitu kelas delapan? Apa ibu harus rombak lagi kelasnya?" Bu Syifa menyiratkan kekecewaannya. Menurutnya dulu Alya anak yang baik.
Alya diam, percuma menanggapinya, dia tidak akan menang melawan guru.
"Sela juga! Ibu tuh pusing banget sama kamu, ibu harus gimana lagi ngadepin kamu?" Bu Syifa menghembuskan napas panjang. "Sela kalau seperti ini terus, ibu tidak bisa mentolerir jika pihak sekolah memberikan hukuman berat."
"Evelyn, kamu tuh anak pemilik sekolah, kenapa enggak pernah contoh Edgarka? Ketua OSIS, ranking 2 paralel, apa kamu enggak malu slalu buat onar disekolah keluarga sendiri?"
Evelyn menunduk, jika membandingkannya dengan Edgarka dia akan diam. Perkataan ini sama dengan perkataan orangtuanya. Evelyn hanya... Entahlah sesuatu seperti menghantam dadanya.
"Bianca, ibu pikir setelah kamu bersikeras untuk pindah kelas kamu akan berubah menjadi lebih baik," Bu Syifa memijit pelipisnya. "Sama saja, bahkan lebih parah. Kamu setiap Minggu slalu saja buat masalah."
"Ibu tidak akan bertele-tele lagi, kalian semua bersihkan perpustakaan dan aula, tidak boleh masuk kelas jika pekerjaan kalian belum selesai," titahnya.
"Ibu enggak adil," itu Sela, setelah sekian lama bungkam akhirnya ia mengeluarkan sebuah kata. "Kita bertengkar bukan hanya ber-empat, tapi ber-tujuh. Kenapa kakak kelas itu enggak mendapatkan hukuman juga seperti kami?"
Dari tadi Sela merasakan Bu Syifa slalu menyudutkan mereka. Dengan kata-katanya membuat mereka bungkam, merenunginya. Padahal tidak ada yang harus direnungkan, semua orang pasti berubah, entah positif atau negatif sesuai individu masing-masing. Dan itu pilihan mereka, untuk apa mereka menyesalinya?
"Kakak kelas kalian sedang ujian," ujar Bu Syifa.
"Terus ibu lepas gitu aja? Ibu tau enggak, yang memulai semua ini itu mereka, kita lagi enggak ngapain-ngapain terus dengan tiba-tiba mereka datang memulai semuanya." ujar Sela. Akhirnya unek-unek berhasil ia keluarkan, sejak tadi mereka diam.
"Kalau ibu tidak percaya, ibu bisa tanya anak-anak lain yang melihat kejadiannya dari awal. Ibu lebih percaya mereka 'kan?" kali ini Evelyn. Ia merasa Sela telah membangun semangatnya.
"Kami tidak mau mengerjakan hukuman, sebelum ibu menegaskan mereka juga. Maaf Bu kalau kami lancang, kami permisi." ucap Bianca.
Mereka semua beranjak dari duduknya, tidak ada sepatah kata keluar dari mereka.
"Loh kok pada murung?" Senna tersenyum, sejak tadi ia menunggu mereka didepan ruang BK. Ia membawakan sekantung penuh makanan. "Dihukum 'kan? Mari kita jalankan," ujarnya lagi.
Alya mencekal tangan Senna, saat gadis itu hendak berjalan. "Kali ini kita berontak."
Senna menaikan sebelah alisnya, gadis itu bertanya-tanya sendiri. Tumben sekali...
"Enggak adil lah, masa sumber masalahnya bisa bebas gitu aja," gerutu Evelyn.
Senna terkekeh kecil, merangkul Alya, "bolos yuk! rooftop gimana?" ajaknya. "Udah dong jangan sedih terus, ini gua udah bawain makanan loh, gua traktir hari ini."
-tbc-
Cerita hanya fiktif belaka, ambil sisi positif buang jauh-jauh sisi negatif.jangan lupa vote dan komen, aku sangat mengapresiasi sama pembaca yang tau cara menghargai.
Kritik dan saran diterima dengan lapang dada, pakai bahasa yang sopan ya.
Salam hangat, Queenchy ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble makers; Bad girls
Teen FictionTrouble, friendship & love. 5 gadis yang terjebak dalam satu perjanjian. Perjanjian untuk saling terikat satu sama lain, dalam suka maupun duka. *** Trouble makers; Bad girls copyright © 2022 by Queen_chy15 ⚠️ sexsual content, mental illness, har...