Dua

98 53 78
                                    

"Evelyn enggak setuju!"

"Ini demi kebaikan kamu, Bunda sama Ayah mau fokus ngurus kakak kamu. Dia butuh kami." wanita itu menatap putri semata wayangnya dengan harapan bisa mengerti situasi. Sekarang bukan waktu yang pantas untuk berdebat.

"Evelyn juga butuh kalian!"

"Iya Bunda paham, tapi kakak kamu lebih butuh..." lirihnya, dia juga tidak ingin putrinya jauh darinya. Di saat seperti ini dia harus memilih salah satu diantarannya.

"Intinya Evelyn enggak mau kembali lagi ke Amerika!"

Dengan dada naik turun gadis itu pergi meninggalkan Sila-bundanya. Dia berlari ke kamar untuk meluapkan amarahnya yang meletup-letup.

Evelyn-namanya- menangis tersedu-sedu. Tubuhnya merosot pada pintu. Slalu seperti ini, kakaknya slalu menjadi prioritas. Evelyn juga butuh mereka. Ingin rasanya dia teriak sekeras-kerasnya pada mereka. Dia ingin diperhatikan, ingin di perioritaskan, ingin di dampingi seperti kakaknya... Dia ingin tetap berada disini, bersama Ayah dan Bunda.

"Enggak usah nangis, lu kuat. Yuk bisa yuk!" Evelyn berdiri menguatkan dirinya sendiri. Belum beberapa langkah dia berjalan, gadis itu langsung ambruk terduduk.

"Sakit banget anjing, enggak bisa kuat." memukul dada berkali-kali menyalurkan rasa sakit. Berharap rasa sesak yang menggerogoti dadanya hilang.

Malam itu, malam yang dingin bagi Evelyn. Malam yang menemaninya menangis.

.

_____________

Dua

Gadis tomboy

_____________

.


Deru kanalpot racing motor menghiasi suasana pagi ibu kota, dengan motor dimodifikasi Evelyn menyambut pagi dengan riang.

Lagi-lagi ia berdecak sebal, untung saja dia tidak menggunakan mobil bisa sampai besok dia sampainya. Ibu kota slalu seperti ini, macet. Evelyn tidak suka.

Jika bisa, dia akan mengadu kepada ayahnya untuk membeli jalan. Dan hanya dia yang bisa melewatinya. Itu sangat mustahil, tentu saja Evelyn tidak egois dia juga memikirkan orang lain.

Akhirnya dia sampai di tempat tujuan. 'Hermosa Middle School' Sekolah yang sebulan lalu telah dia tempati untuk mengais ilmu.

Evelyn menggeram, tempat parkirnya di tempati orang lain. Dia melepaskan helm kasar lalu turun dari motornya.

"Siapa yang berani parkir motor disini?!"

seluruh pandang mata menatapnya. Beberapa orang langsung bergidik ngeri. Tempat itu bukan sembarang tempat parkir biasa, tempatnya sangat istimewa baginya. Dan siapapun tidak boleh menempatinya, jika melanggar dia akan berurusan langsung dengan Evelyn. Ia mendeklarasikan tepat dia memasuki sekolah.

"Oh enggak ada yang ngaku ya..." gumamnya.

Bruk!

Dengan sekali sentakan motor vespa berwarna putih itu langsung ambruk kesamping. Jangan salahkan Evelyn, salahkan saja yang punya motor.

Dia kembali menaiki motornya, memarkir'kan motornya dengan rapih. Tersenyum miring menatap nasib sang pemilik motor. Jangan pernah bermain-main dengannya jika tidak ingin celaka.

"Lo apa-apan sih!"

"Oh jadi Lo yang punya motor butut itu?"

"Iya, kenapa?"

Evelyn tersenyum remeh, yang punya motor seorang perempuan. Dia melirik tanda kelas, dari kelas unggulan. Evelyn tidak takut.

Fyi, Hermosa Middle School mempunyai sebuah tingkatan dalam kelas, mereka yang terpintar maka mereka akan masuk kelas unggulan.

"Lo anak baru? Enggak tau peraturan disini?"

"Iya gua anak baru,"

Pantas saja, karena dia anak baru Evelyn masih bisa memakluminya. Tapi, apakah gadis itu tidak mempunyai mulut? Dia bisa menggunakan mulutnya itu untuk bertanya.

"Ini tempat gua, dan Lo parkir motor di tempat gua."

"Ini tempat umum, gua sekolah juga bayar. Jadi hak kita sama!"

Oh ayolah, ia tidak ingin paginya buruk hanya perkara motor butut itu.

"Maaf ya maaf, salsa anak baru jadi dia enggak tau tentang itu." salah satu temannya- yang ia tangkap- menghampirinya dan langsung meminta maaf.

"Ngapain minta maaf sih? Gua enggak salah."

"Lo enggak tau dia siapa?"

Gadis itu menggeleng, tidak tahu. Mendengar pertanyaan temannya. Waktunya Evelyn sombong.

"Gua..." mereka berdua menatap Evelyn. "... Evelyn Olina Hermosa."

🍂🍂🍂


Langkahnya berhenti ketika melihat punggung gadis yang dia kenal, kebingungan. Lalu matanya mengedarkan kesepenjuru kelas, semuanya sibuk menyalin PR.

Pasti karena semuanya sedang sibuk dia merasa di abaikan.

"Udah enggak usah heran, hari ini ada PR matematika. Udah ngerjain?"

Gadis itu menoleh raut wajahnya sedikit terkejut, langsung terganti oleh anggukan kepala. "Udah." jawabannya singkat, Senna langsung berjalan menuju mejanya. Begitu juga dengan Evelyn, mereka partner meja. Jadi searah.

"Yang lain belum datang?"

Pertanyaannya tidak aneh, tapi yang bertanya yang aneh. Evelyn menatap Senna bingung lalu tersenyum. "kayak baru kenal mereka sehari aja, kalau belum bel mana mau sih mereka masuk kelas."

Senna tersenyum simpul, mengerti. "Terus lu enggak ikut mereka?"

Nah ini baru pertanyaan baru, entalah pikirannya sedang kalut akibat pertengkaran tadi malam dengan Bunda. Dan badannya sedang merasa tidak baik. "Lagi males cari masalah, pengen tidur aja."

"Tumben,"

Evelyn menghiraukan cibiran teman sebangkunya, namun tatapnya membuatnya tidak nyaman. Evelyn menyadari Senna tengah menatapnya heran, pasti gadis itu sedang berpikiran yang tidak-tidak.

"Enggak usah mikir aneh-aneh, gua emang lagi males banget hari ini."

Itulah percakapan terakhir kalinya, si gadis tomboy dan manusia sebagai. Si manusia sempurna memilih untuk membaca buku. Sedangkan si gadis tomboy memilih untuk tidur hingga bel masuk berbunyi.

-tbc-

Btw, ini mereka baru umur 14 tahun ya guys. Sekitar kelas 8 SMP kalo enggak salah. Sengaja aku ngasih Evelyn naik motor, karena itu situasi jaman sekarang. Masih banyaknya pengendara motor yang masih di bawah umur. Enjoy <3

cerita hanya fiktif belaka, ambil sisi positif buang jauh-jauh sisi negatif.

jangan lupa vote dan komen, aku sangat mengapresiasi sama pembaca yang tau cara menghargai.

Kritik dan saran diterima dengan lapang dada, pakai bahasa yang sopan ya.

Salam hangat, Queenchy ❤️

Trouble makers; Bad girlsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang