Cherish membuka kertas surat berwarna pink pastel dengan hiasan bunga krisan kering di sudut atasnya. Sebuah surat yang amat cantik dan manis layaknya surat cinta. Di sampulnya pun memang tertulis rangkaian huruf cantik bertuliskan surat cinta.
Andai saja bukan dari orang itu, Cherish pasti akan membacanya dengan hati berdebar dan riang gembira. Sayangnya sang pengirim adalah Pak Subroto, kepala sekolah SMA Gantari. Dan itu bukan surat cinta biasa, melainkan surat panggilan orang tua siswa untuk menghadap dirinya. Pak Broto memang menamai surat itu dengan surat cinta. Karena menurut beliau, surat itu adalah simbol cinta seorang pendidik untuk siswanya.
Akibat sering tidur saat jam pelajaran, akhirnya Cherish mendapatkan surat cinta. Pak Broto bahkan menulis surat itu dengan tulisan tangannya sendiri. Kepala sekolah terpaksa harus turun tangan, karena wali kelas sudah terlalu sering menasehati Cherish dan tidak digubris.
Esok harinya, papa terpaksa terlambat datang ke kantor karena harus menghadap kepala sekolah. Setelah sarapan yang sunyi tanpa percakapan, Cherish dan papa berangkat bersama. Di dalam mobil pun, papa tidak banyak bicara.
"Kamu pasti begadang terus, kan?" tanya papa singkat.
"Kadang-kadang kok, Pa. Cherish cuman ngantuk berat kalau lagi belajar," terang Cherish.
Selanjutnya tak ada lagi percakapan di antara keduanya. Papa memang sangat pendiam dan hanya bicara seperlunya saja. Sangat bertolak belakang dengan Cherish yang banyak bicara. Meski begitu saat bersama papa, Cherish pun berubah jadi pendiam. Cherish hanya takut kalau papa terganggu dengan ocehannya.
Hanya 20 menit perjalanan, Cherish dan papa sudah sampai di sekolah. Keduanya bergegas menuju ruangan Pak Subroto. Di lorong menuju ke sana, Cherish melihat Tama yang sedang berjalan menuju kelasnya. Kakak kelas populer, kapten tim basket putra SMA Gantari itu melangkah dengan penuh karisma. Dan itu berhasil mengalihkan dunia Cherish. Untuk sejenak, Cherish lupa telah menerima surat cinta dari Pak Broto.
Langkahnya terhenti karena tarikan pesona Tama yang seolah mengandung magnet. Nama lengkap lelaki tampan itu Pratama Eldrian. Dengan tinggi 183 cm, ditambah proporsi ideal antara tubuh dan wajah, membuat Tama semakin menonjol di antara siswa lain. Tama berjalan bak model pakaian musim panas di atas catwalk. Cherish mematung tanpa melepaskan tatapannya dari Tama. Dan tanpa diduga, Tama melirik ke arah Cherish lalu melambaikan tangan sembari tersenyum manis. Jantung Cherish hampir saja meledak, kalau saja papa tidak menepuk pundaknya.
"Ngapain kamu? Cepet jalan! Papa harus cepet ke kantor."
Cherish berniat untuk mengikuti papa setelah membalas lambaian tangan Tama. Tapi terlambat, Tama sudah menghilang dari pandangannya. Cherish merengut.
Tak lama kemudian, keduanya sudah sampai di ruangan Pak Subroto. Kepala sekolah yang hobi tersenyum itu menyambut papa dengan sebuah pelukan yang ramah. Papa terlonjak karena kaget.
"Anda ini ayahnya Cherish kan? Pak Gunadi Herman?" tanya Pak Broto dengan logat Jawa yang cukup kental.
Papa mengangguk canggung. "Pak Subroto, kan? Kepala sekolah yang baru?" papa balik bertanya.
"Bukan. Saya penjaga sekolah," jawab Pak Broto.
Papa bengong. Sementara Cherish geleng-geleng kepala.
"Becanda Pak. Hahahah..." Jawab Pak Broto seraya terbahak. "Betul Pak saya kepala sekolah SMA Gantari, tempat putri kesayangan Bapak menimba ilmu."
Papa dan Cherish saling pandang.
"Hahahaha... Bapak ini emang lucu, ya!" puji Cherish dengan tawa yang dipaksakan.
Sebenarnya papa sudah beberapa kali datang ke sekolah, karena Cherish cukup sering membuat masalah. Namun baru kali ini papa berkenalan dengan Pak Subroto, karena beliau baru menjabat 3 bulan setelah kepala sekolah terdahulu memasuki masa pensiun.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHERISH
Genç KurguCherish Clarabel adalah gadis pecinta basket yang tidak pandai belajar. Dia tidak pernah merayakan ulang tahunnya, karena hari di mana dia dilahirkan adalah hari sang mama meninggal. Meskipun begitu, dunia putih abu-nya tetap menyenangkan. Sampai su...